Sukses

Dinasti Politik Banten Segera Berakhir?

Dewasa ini, kita menyaksikan pemandangan yang sangat tragis yang menghiasi pemberitaan di media massa.

Citizen6, Jakarta: Dewasa ini, kita menyaksikan pemandangan yang sangat tragis yang menghiasi pemberitaan di media massa. Dinasti politik Ratu Atut di Banten terancam runtuh terkait mata rantai skandal penyuapan pada Pilkada Lebak. Pasca KPK menangkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akhil Mochtar dan Tubagus Chaery Wardana alias Wawan, kemudian ditangkapnya Ratu Atut, yang dianggap sebagai otak dibalik penyuapan terkait Pilkada Lebak,  akhirnya ditahan oleh KPK juga, saat ini tengah mendekam di Rutan Pondok Bambu.

Gerakan revolusioner KPK yang menangkap orang nomor satu di Banten barangkali sulit atau bahkan tidak bisa dilakukan oleh gerakan civil society di Banten. Pasalnya ada beberapa syarat runtuhnya suatu rezim pemerintahan. Pertama, ada tokoh reformasi/ revolusi yang menjadi panutan khalayak, sehingga tokoh tersebut bisa menggerakkan masyarakat. Kedua, ada gerakan massa yang masif. Ketiga, rezim menjadi common enemy atau musuh bersama oleh rakyatnya sendiri.  

Dari ketiga syarat tersebut belum terpenuhi. Oleh karena itu, Dinasti politik Ratu Atut masih dianggap sangat kuat mengakar di Provinsi Banten. Jika penulis meminjam teori spiral of silence yang diperkenalkan oleh Elizabeth Noelle-Neumann. Teori ini menjelaskan bahwa orang-orang dari kelompok minoritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan pendapat dan pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas. Artinya kelompok minoritas lebih baik diam atau menyesuaikan kelompok mayoritas.

Masyarakat Banten seolah tidak memiliki power untuk melakukan penentangan terhadap rezim dinasti politik. Sebaliknya masyarakat pasrah, dalam hal ini diam atau menyesuaikan terhadap kelompok-kelompok yang lantang mendukung rezim politik Ratu Atut. Namun, setelah Ratu Atut ditangkap oleh KPK, narasi politik kemudian berbalik arah. Gebrakan KPK ini memicu faktor-faktor yang menyebabkan suatu rezim runtuh akhirnya menemukan momentumnya.


Runtuhnya Rezim Politik

Dalam sejarah, belum terdengar cerita seorang diktator turun dari kekuasaannya secara bermartabat. Beberapa catatan sejarah sudah menorehkan bahwa seorang diktator turun secara dramatis dan memprihatinkan tanpa memiliki kewibawaan. Kita bisa melihatnya pada kekuasaan Soeharto di Indonesia, kekuasaan Muammar Khadafi di Libya, Husni Mubarak di Mesir, dan Ben Ali di Tunisia. Semua rezim tersebut menjadi fakta sejarah bahwa mereka jatuh karena telena dalam euforia kekuasaan sehingga melupakan kepentingan rakyat.
Di Banten, tokoh reformasi, gerakan massa yang masif dan rezim menjadi common enemy terkonstruksi pasca gebrakan dari KPK. Setelah Ratu Atut dijadikan tersangka, kemudian ditangkap oleh KPK, rakyat Banten menjadi euforia dalam menyuarakan penentangan terhadap dinasti politik Banten.

Seorang raja sekalipun tidak bisa berkuasa tanpa dukungan dari rakyatnya. Jika opini rakyat sudah menjadi gerakan opini publik yang solid dan masif, kemudian terkoordinasikan dengan baik. Suatu rezim tinggal menunggu waktu untuk segera berakhir kekuasaannya. Apalagi rezim tersebut terlibat skandal penyuapan dan korupsi yang melingkarinya.

Jika memang dinasti politik Banten nanti akhirnya runtuh, segenap infrastruktur politik masyarakat baik berasal dari interest group (kelompok kepentingan), pressure group (kelompok penekan), serta gerakan civil society harus berpartisipasi untuk membangun Banten secara transparan dan demokratis. Kekuasaan harus didistribusikan secara adil dan merata berdasarkan kedaulatan rakyat untuk kesejahteraan rakyat Banten, bukan kesejahteraan golongan tertentu atau kekerabatan.

Jangan sampai jatuhnya Ratu Atut dari kursi kekuasaannya dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang tidak amanah. Rakyat Banten pun bisa mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Yaitu dengan cara memilih seorang pemimpin yang bisa memberikan perbaikan terhadap Provinsi Banten.  Masyarakat Banten harus tegas menyatakan “tidak untuk dinasti politik”, karena bisa mengakibatkan mandulnya sistem demokrasi dan berpotensi disalahgunakan oleh kepentingan politik kekerabatan. (kw)


Penulis:
M. Rosit
Depok, rositXXX@gmail.com

Baca Juga:
Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah yang Kebablasan
Media Massa Jangan Terpancing Manuver Politisi
Tips Klien yang Menyenangkan Buzzer

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

Mulai 16 Desember sampai 3 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com, Dyslexis Cloth, dan penerbit dari Gramedia bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini