Sukses

Media Massa Jangan Terpancing Manuver Politisi

Sebuah situs berita pada 30 Agustus 2013 mengangkat berita berjudul “Nama SBY disebut di sidang Tipikor, PKS minta KPK mengusutnya.

 Citizen6, Jakarta: Sebuah situs berita pada 30 Agustus 2013 mengangkat berita berjudul “Nama SBY disebut di sidang Tipikor, PKS minta KPK mengusutnya” yang intinya pemberitaan tersebut adalah nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut anak Ketua Majelis Syuro PKS, Ridwan Hakim, saksi untuk terdakwa Ahmad Fathanah, dalam kasus dugaan suap kuota impor daging sapi di Pengadilan Tipikor semalam. PKS pun tidak khawatir akan disudutkan oleh Istana, terkait penyebutan nama orang nomor satu di Tanah Air itu.

"Kalau fakta persidangan (begitu)," kata Ketua DPP Bidang Humas PKS, Mardani Ali Serra saat dihubungi, Jumat 30 Agustus 2013. Alih-alih tak takut disudutkan, Mardani justru meminta agar KPK segera menindaklanjuti fakta yang muncul dalam persidang itu. Termasuk penyebutan nama SBY yang dilakukan oleh Ridwan. "Didalami saja fakta-fakta yang muncul di persidangan," terang dia.

Sebelumnya, Ridwan yang merupakan putra Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hilmi Aminuddin, memang tidak menyebut langsung nama SBY. Dia hanya menyebut utusan SBY yang bernama Sengman Tjahja. Pengusaha asal Palembang itu disebut Ridwan membawa duit Rp 40 miliar yang hendak diberikan PT Indoguna Utama ke Hilmi.

"Kalau soal Rp 40 miliar itu dibawa sama Sengman. Sengman sendiri sudah saya jelaskan ke penyidik. Jadi kalau mau tahu Rp 40 miliar itu tanyakan saja ke Sengman," ujar Ridwan Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta 29 Agustus 2013.

Hakim Ketua Nawawi Pomolango menanyakan lagi siapa yang dimaksud dengan Sengman. "Sengman itu utusan Presiden, yang mulia," ujar Ridwan menjawab pertanyaan Hakim Ketua. "Presiden apa?" tanya hakim Ketua lagi. "Ya Presiden SBY," jawab Ridwan lagi.

Menurut pengamat politik yang sedang sekolah di Australia National University (ANU), Burhanuddin Muhtadi dalam sebuah diskusi awal Agustus 2013 menyebutkan, saat ini setiap politisi dan parpol akan saling menyandera untuk kepentingan Pemilu 2014 mereka, bukan untuk kepentingan rakyat.

"Jika parpol melalui media massa tidak bisa mengupgrade nama besar parpol atau politisinya, maka parpol juga melalui media massa akan men-down grade parpol atau politisi lainnya, jika mereka mempersoalkan urusan internal mereka," tambah Burhanuddin Muhtadi selanjutnya.

Media Massa Jangan Terjebak

Sejak ditahan dan ditangkapnya Luthfi Hassan Ishaq LHI), waktu itu masih menjabat sebagai  Presiden PKS, PKS merasa LHI  telah diperlakukan berbeda dengan kasus tokoh yang lain yang juga ada masalah dengan  KPK, yang kebetulan dari Partai Demokrat, yaitu Andi Malarangeng dan Anas Urbaningrum. Sama-sama sebgai tersangka, LHI ditahan sedangkan  Andi Malarangeng dan Anas Urbanigrum dibiarkan bebas.

PKS menuduh fihak yang berkuasa (dengan menggunakan KPK) ada upaya untuk  dengan sengaja merusak nama baik PKS. Lebih-lebih dengan publikasi yang hebat tentang terkaitnya berbagai nama wanita  sebagai saksi kasus Akhmad Fathanah, PKS merasa sangat terpukul dan benar-benar merasa disudutkan. Dengan posisinya yang semakin disudutkan dalam hubungan status PKS sebagai  anggota  Kelompok Koalisi, PKS semakin nampak agresif dalam menghadapi  fihak  yang dianggap penguasa tersebut.

Dengan disebutnya nama Presiden SBY dalam suatu kesaksian  yang diberikan oleh anak Ketua Majelis Syuro PKS aas nama Ridwan Hakim dalam Pengadilan yang menempatkan  Akhmad  Fatahanah sebagai terdakwa, meskipun dalam konteks yang tidak jelas, dikhawatirkan akan dieksploatsi oleh politisi-politisi terutama dari PKS ataupun yang pro terhadap PKS untuk juga mengeksploitasi fakta pengadilan disebutnya nama Presiden SBY, dengan motif  semata-mata untuk meringankan dakwaan terhadap Akhmad Fathanah, namun jelas akan bisa juga mencoreng nama baik Presiden SBY.

Perlu dicatat di lingkungan PKS terdapat seorang politisi yang duduk sebagai anggota DPR dari Komisi III,  yang sangat aktif berusaha membela LHI, dengan melakukan kritikan-kritikan yang tajam yang diarahkan kepada fihak penguasa  dengan menggunakan KPK sebagai alamat kritikan dan serangan.

Dalam menyikapi masalah ini, tentu kepada media massa dalam kebijakan pemberitaaannya untuk bersikap bijak, obyektif dan realistis, serta dewasa dengan media massa perlu menahan diri dengan menyerahkan permasalahannya kepada KPK yang pasti akan mendalami kesaksian yang mucul dalam pengadilan Akhmad Fathanah tersebut, agar tidak ditunggangi atau "dimainkan" oleh permainan politik yang akhir-akhir ini semakin menegang dan mengeras.

Media massa perlu menahan diri tidak berandai-andai dan mereka-reka  berbagai skenario cerita agar bisa mengkaitkan Sengman dalam kasus yang melibatkan Akhmad Fathanah didalamnya. Hal ini penting bagi media massa, agar dapat terus menjaga netralitas dan independensi pemberitaannya, karena di era konglomerasi media sekarang ini sudah ada "penyakit media" yang kemungkinan dapat membahayakan Pemilu 2014 dan perjalanan demokrasi ke depan yaitu netralitas media massa hilang tatkala berhadapan dengan kasus-kasus atau perintah yang dikemukakan oleh ownership media tersebut.

Mengingat fakta yang benar harus menjadi prinsip dalam membuat pemberitaan masalah ini, maka media massa sebaiknya tidak mengembangkan upaya mencari klarifikasi,  prengembangan informasi apalagi hanya sekedar perndapat dan komentar dari berbagai kalangan yang mempunyai antusiasme dibidang hukum,  lebih-lebih dari kalangan politisi-politisi PKS, atau dari pihak-pihak lain yang diduga mempunyai kepentingan-kepentingan politik tertentu. (Masdarsada/kw)

*) Penulis adalah alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke citizen6@liputan6.com

*image diambil dari corbis.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini