Sukses

Tawuran, Perusak Agent of Change

Siapa yang patut dipersalahkan atas terjadinya tawuran yang sudah memasuki wilayah tindakan kriminal?

Citizen6, Jakarta: "Persatuan Indonesia". Sebagai bangsa Indonesia, siapa yang tak kenal pernyataan ini? Salah satu bunyi dari Pancasila pada sila ke-3. Lalu timbulah pertanyaan, di zaman ini, bersatukah kita kini?

Masih ingat dalam benak kita Ir Soekarno, Drs Moh Hatta, Mr Ahmad Soebarjo dan Sukarni Kartodiwirjo. Dimasanya, pemuda adalah pelopor persatuan dan penggerak bangsa, dengan semangatnya yang tinggi para pemuda berhasil memerdekakan bangsa Indonesia. Pola pikir dan daya analisis yang tinggi terhadap masalah membuat mereka merasa terpanggil untuk melakukan percepatan perbaikan tanah air menuju ke arah yang lebih baik.

Sudah jelas bagaimana sejarah mencatat setiap perjuangan yang telah dilalui para pemuda demi terciptanya kehidupan yang merdeka bagi rakyat Indonesia. Namun bagaimanakah pemuda di jaman sekarang? Dalam kenyataannya kini, para pemuda Indonesia dalam masa terpecah belah dan tidak lagi dalam kata persatuan. Mengapa? Kini sudah tak asing di telinga kita ketika mendengar kasus perpecahan antar pelajar. Seperti tawuran yang bukan saja terjadi antar siswa tetapi juga mahasiswa yang jelas-jelas notabennya adalah Agent of Change bangsa Indonesia.

Tawuran antar pelajar ini tentunya sangat meresahkan dan menggangu ketertiban serta keamanan masyarakat sekitar. Saat ini bukan hanya sekolah yang menjadi markas besar tempat pelaksanaanya tawuran, tetapi di jalan-jalan umum juga sering dilakukan dan merusak fasilitas-fasilitas disekitarnya.

Tentunya penyimpangan seperti tawuran antar pelajar ini tidak lagi dapat disebut sebagai kenakalan remaja, namun sudah memasuki wilayah tindakan kriminal. Kalau sudah seperti ini maka siapa yang patut dipersalahkan? Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran, seperti tingginya rasa kesetiakawanan dan jiwa premanisme. Rasa kesetiakawanan ini terkadang membuat seseorang menjunjung tinggi kata "solidaritas" dalam kehidupan.

Misalnya dalam persahabatan, rasa setiakawan akan menjadi alasan mengapa persahabatan bisa menjadi erat jika saja dilakukan dengan seimbang dan baik. Berbeda ketika dilakukan dengan negatif seperti dimana semua hal menjadi satu, satu urusan, satu masalah dan satu tanggungan, dimana musuh kawan adalah musuh kita juga.

Begitu pula pada premanisme. Ketika mendengar kata "premanisme", yang tergambar adalah kekerasan fisik. Biasanya seseorang yang memiliki jiwa premanisme akan berfikir kemenangan akan selalu diukur dengan kekuatan fisiknya bukan intelektualitas. Sifat Premanisme ini tentunya sangat bertolak belakang dengan jiwa seorang pelajar, yang dituntut kecerdasan dalam berpikir, kecerdasan mengelola emosi, dan lain-lain. Penyebab sifat premanisme antara lain adalah tayangan televisi yang kerap kali mempertontonkan adegan kasar atau kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar seperti halnya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang menyebabkan seseorang trauma dan terbiasa sehingga menganggap kekerasan adalah sesuatu yang wajar.

Melihat kenyataan seperti ini, maka Indonesia membutuhkan sosok pemuda yang melakukan tindakan nyata untuk membangun Indonesia lebih maju, pemuda yang seharusnya memiliki sikap kepemimpin. Karena kelak pemudalah yang akan menjadi pemimpin negara ini. Kepemimpinan yang kuat dan baik tidaklah menjamin semua masalah akan terselesaikan, tapi kepemimpinan yang kuat dan baik setidaknya dapat menjamin bahwa semua solusi yang telah dirumuskan dapat bekerja secara benar dan efektif. Seorang pemimpin yang kuat dan baik sepatutnya tidak krisis akhlak dan budi pekerti.

Di Indonesia membutuhkan peran pemuda terutama para mahasiswa sebagai penggerak dalam barisan terdepan untuk memajukan bangsa ini. Menyatupadukan semua untuk bergerak bersama dengan tujuan untuk memperbaiki bangsa Indonesia. Kita harus bergerak di bawah arahan yang jelas dan benar. Untuk itu dibutuhkan sosok pemimpin yang mampu menjalankan fungsi pembangkit kekompakan agar pergerakan  tidak mengalami perpecahan di dalamnya. Selain memiliki akhlakul yang baik, seorang pemimpin harus dapat bekerja secara tim, tidak personal, dan punya sifat memiliki terhadap negara Indonesia.

Pemuda adalah ujung tombak harapan bangsa. Kelak kitalah yang akan menangani bangsa ini. mau dibawa kemana oleh kita negeri ini? Semua tergantung dari seberapa besar pengorbanan yang akan kita persembahkan dan kita perjuangkan. Jangan tanya apa yang bangsa ini beri untuk kita, tapi bertanyalah apa yang kita beri untuk bangsa ini. (mar)

Penulis
Alifia Rahmaniar (Mahasiswa PNJ, Teknik Grafika Penerbitan semester 3 Jakarta)
Jakarta, ahmaniar_alixxx@yahoo.co.id

Baca juga:
Pemanasan Pollitik Menjelang Buka Pintu 2014
Mencontek, Apakah Budaya yang Mendarah Daging?
Masihkah Kita Mencintai Bahasa Indonesia?

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

Mulai 16 Desember sampai 3 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com, Dyslexis Cloth, dan penerbit dari Gramedia bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.