Sukses

Presiden dan Eks Wapres Ribut, Sudan Selatan Dicekam Kengerian

Ratusan ribu orang mengungsi. AS pun terpaksa mengevakuasi warganya dari Sudan Selatan.

Sudan Selatan di ambang perang saudara menyusul bentrok antar-faksi di ibukota Juba. Diawali pernyataan Presiden Salva Kiir yang menuding mantan Wakil Presiden Riek Machar mencoba melakukan kudeta.

Presiden Kiir, yang berasal dari kelompok etnis mayoritas Dinka memecat Wapres Machar, yang berasal dari komunitas Nuer pada Juli 2013. Ketegangan antara dua pemimpin negara anggota termuda PBB itu menjalar hingga ke wilayah yang jauh dari ibukota.

Bentrok pun pecah antara tentara yang loyal kepada Presiden Salva Kiir dan mereka yang mendukung mantan wakilnya seminggu lalu. Konflik juga memaksa Amerika Serikat mengevakuasi warganya dari Bor.

Empat personel militer AS terluka pada Sabtu lalu, ketika pesawat mereka ditembak. Insiden tersebut menunda operasi evakuasi dan mendorong Presiden AS Barack Obama mempertimbangkan tindakan lebih lanjut.

"Sembari memonitor situasi di Sudan Selatan, saya mungkin akan melakukan tindakan lebih lanjut untuk mendukung keamanan warga negara AS, personel, dan properti kami, termasuk Kedubes di Sudan Selatan," kata Obama dalam suratnya pada pimpinan Kongres Minggu kemarin.

Sebelumnya, tentara Sudan Selatan mengonfirmasi bahwa Bentiu, ibukota negara bagian Unity yang kaya minyak telah jatuh ke tangan pendukung Wakil Presiden Riek Machar. "Bentiu telah lepas dari genggaman kami," kata juru bicara militer, Philip Aguer.

Unity, sebuah negara bagian di perbatasan dengan Sudan, menghasilkan banyak minyak bagi Sudan Selatan --  yang menyumbang lebih dari 95% pendapatan negara.

Ratusan Ribu Orang Mengungsi

Seorang pejabat PBB mengungkap atmosfer kengerian dan putus asa menyusul eskalasi kekerasan di sana.

Koordinator bantuan kemanusiaan PBB, Toby Lanzer mengisahkan tentang eksekusi di Bor, di negara bagian Jonglei yang bergolak dan telah jatuh ke tangan pemberontak. Yang membuat orang-orang yang mengungsi terus bertambah setiap harinya.

"Dalam beberapa hari kita tak lagi bicara soal puluhan ribu orang, tapi ratusan ribu orang yang secara langsung terdampak konflik," kata Lanzer, seperti dimuat BBC, Senin (23/12/2013).

"Perasaan kami sangat trenyuh melihat orang-orang berdatangan dan memohon: 'Bisakah Anda menolong kami agar tetap hidup'."

Lanser mengatakan, bahaya tak hanya datang dari tentara kedua belah pihak, namun kelompok pemuda militan yang 'di luar kendali'.

Korban jiwa telah jatuh. Dua penjaga perdamaian asal India dan setidaknya 11 warga sipil tewas dalam serangan di bangunan milik PBB di Akobo, Jonglei, Kamis lalu.

Joseph Contreras, yang bertindak sebagai juru bicara PBB di Juba mengatakan, pihaknya punya 2 pesan kepada para pemimpin politik di Sudan Selatan.

"Salah satunya adalah mengimbau semua pemimpin politik untuk menghentikan kekerasan lebih lanjut , untuk mengindahkan seruan Uni Afrika terkait gencatan senjata di musim liburan, membuka saluran dialog, dan duduk bersama untuk menegosiasikan perbedaan secara damai."

"Pesan yang lain adalah bahwa kami atas nama PBB akan tetap berada di sini."

Sementara, ibukota Juba masih  tegang sejak kerusuhan diawali akhir pekan lalu. Warga kebingungan mengindentifikasi kedua kelompok.

"Saya membeli beberapa barang untuk anak-anak saya di pasar pada hari Selasa, saat itu saya melihat 2 orang mengenakan pakaian sipil ditembak mati di depan saya oleh orang-orang dalam pakaian militer," kata salah satu warga, Mogga Lado kepada BBC. "Saya tidak tahu apakah mereka tentara atau pemberontak."

Riek Machar mengatakan kepada BBC bahwa ia siap untuk bernegosiasi dengan pemerintah jika politisi yang ditangkap pekan dibebaskan dan dipindahkan ke sebuah negara netral seperti Ethiopia .

Sebaliknya, Presiden Salva Kiir sepakat untuk bernegosiasi setelah bertemu mediator Afrika pada hari Jumat lalu. (Ein/Mut)

Baca juga:
Misi damai PBB, 126 Personel Yonif Infantri di Utus ke Sudan
Bertugas di Sudan 140 Polisi dapat penghargaan dari Presiden
Masuk jalur Busway, Mobil Dubes sudan Terjaring Razia





* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.