Sukses

Jakarta Humanis Ala Jokowi-Ahok

Cukup 2 tahun, kebersamaan Jokowi-Ahok memimpin Jakarta. Sebab, bersama dengan JK, Jokowi terpilih menjadi presiden dan wakil presiden.

Liputan6.com, Jakarta - 2 Tahun sudah Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memimpin DKI Jakarta, Ibukota Indonesia. Beragam dinamika mengiringi perjalanan keduanya memimpin lebih dari 10 juta jiwa warga Jakarta sejak 15 Oktober 2012.

Cukuplah 2 tahun, kebersamaan Jokowi-Ahok memimpin Jakarta. Sebab, bersama dengan Jusuf Kalla (JK), Jokowi terpilih menjadi presiden dan wakil presiden saat mengikuti Pemilu Presiden 2014. Jokowi dan JK akan dilantik pada 20 Oktober 2014.

Jokowi‎ segera meninggalkan Jakarta mengakui masih meninggalkan banyak utang kepada warga Jakarta. Selama 2 tahun memimpin ibukota, masih banyak janji-janjinya yang belum dapat direalisasikan.

"Utang masih banyak. Masih banyak yang belum selesai," ujar Jokowi di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu 15 Oktober 2014.

Utang yang belum terbayarkan tersebut, yaitu janji mengentaskan beberapa permasalahan di Jakarta, seperti penanganan banjir melalui normalisasi waduk dan sungai. Program pengentasan kemacetan seperti pembangunan mass rapid transit (MRT) yang hingga saat ini masih dalam proses pembangunan.

"Kayak banjir baru dikerjakan normalisasi beberapa waduk sungai. Masalah kemacetan, MRT baru dibangun pembangunannya tahun kemarin. Belum lagi monorel atau light rapid transit (LRT) yang belum dimulai," kata dia. ‎

Jokowi juga menyatakan, permasalahan di Jakarta masih banyak. Karena itu, pemimpin DKI selanjutnya harus mampu melanjutkan berbagai program-program kerjanya.

Selama memimpin Jakarta, Jokowi dan Ahok melakukan lelang jabatan, pembenahan sistem pelayanan, penyediaan tempat tinggal berupa rusun bagi warga kurang mampu, serta pembenahan transportasi dan Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal-hal itu layaknya pondasi untuk pembangunan Jakarta ke depan.

"Sistem pertama, paling dasar, pejabat itu bukan dilayani tapi melayani dan pejabat itu tidak terkungkung oleh protokoler yang sangat kaku dan PNS semua tidak ada sistem kedekatan dalam melayani," ucap Ahok di Balaikota Jakarta, Rabu 15 Oktober 2014.

Walau baru 2 Tahun Jokowi-Ahok memimpin Ibukota, pemerintahan di Jakarta dinilai lebih humanis. Hal inilah yang dirasakan mantan anggota DPRD DKI Jakarta Wanda Hamidah. Wanita cantik itu pun membandingkan kepemimpinan Jokowi-Ahok dengan pemerintah terdahulu.

"Saya duduk di DPRD DKI Jakarta, saya merasakan 2 periode pemerintahan berbeda. Yang pasti pemerintahan Pak Fauzi Bowo saya merasakan tidak ada sisi humanis. Artinya, kurangnya kedekatan dengan rakyat," tutur Wanda kepada Liputan6.com di Gedung Joang.

Dia mengatakan, sisi humanis yang paling terasa adalah saat Jokowi-Ahok berhasil mengurus relokasi masyarakat di Waduk Pluit, yang sebelumnya mendapat penolakan. Tak hanya itu, Wanda juga menyoroti soal pembenahan Pasar Tanah Abang.

"Dalam masalah penggusuran di masa Pak Fauzi Bowo, dengan cara represif dan tidak ada dialog. Kalau Jokowi di Waduk Pluit, tanpa bentrokan atau Satpol PP yang represif. Sisi humanis sangat kental," ucap Wanda.

Ketegasan Sikap Ahok

Selama 2 tahun memimpin Jakarta, Ahok menerima pujian atas sikap tegasnya. Namun tak jarang dia juga dicap arogan, sok jagoan, dan kasar lantaran ucapan blak-blakan dan kontroversialnya, berbeda dengan Jokowi.

Meski begitu, tudingan negatif itu tak menyurutkan semangat Ahok. Ia justru menilai, pihak-pihak yang mencapnya arogan itu memiliki kepentingan tertentu.

"Menurut kamu aku arogan nggak? Biasa-biasa aja. Kalau jagoan, aku juga nggak. Jagoan tuh cuma di film kungfu. Aku lawan 1 juga udah capek, sudah tua," imbuh Ahok.

Sikap Ahok yang blak-blakan ini juga diprotes Front Pembela Islam (FPI). Bahkan, mereka menolak Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi yang akan dilantik menjadi presiden.

Ahok tak gentar. Di balik kuatnya Ahok itu, terdapat andil ibundanya, Burniati Ningsih. Ibunda mantan Bupati Belitung Timur itu tak jenuh menasihati sang putra untuk tetap bernyali. "Ibu saya kalau telepon, 'Jangan ciut ya. Nyalimu harus tetap di dada, jangan ciut'," ungkap Ahok.

Ahok mengakui, semangatnya tak goyah meski pada 10 November 2014 nanti, FPI berencana kembali berunjuk rasa menolak dirinya menjadi gubernur.

Mantan anggota DPRD DKI Jakarta Wanda Hamidah menilai FPI salah sasaran jika memprotes Ahok. Sebab, sudah menjadi konsekuensi logis bila Jokowi naik jadi presiden, maka Ahok menggantikan sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Ahok Sepeninggal Jokowi

Ahok mengungkapkan perasaannya menjadi rekan Jokowi selama 2 tahun. Walaupun harus melepas Jokowi untuk menjadi Presiden ke-7 RI.

"Enak, ya punya teman," ungkap Ahok sambil tersenyum di Balaikota Jakarta, Rabu 15 Oktober. Dengan nada bercanda, dia berpesan kepada mantan Walikota Surakarta itu agak tak melupakannya ketika pindah kantor ke Istana Merdeka.

Ahok juga mengatakan, ada hal yang menyenangkan selama 2 tahun menjadi wakil gubernur DKI Jakarta mendampingi Jokowi.

"Sukanya makan enak, kantor enak, lihat Monas, bisa marahin orang," kata Ahok sambil tertawa.

Namun, tak cuma pengalaman manis. Ahok mengakui, ada pula hal-hal yang kurang menyenangkan yang dialaminya selama menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

"Dukanya ya nggak bisa ke mana-mana, tahanan kota. Lu nggak bisa nakal-nakal lagi, ke mana-kemana ketahuan," ucap Ahok diiringi senyum.

Ahok mengaku tak mau cepat-cepat diangkat menjadi gubernur DKI Jakarta. Dia berharap baru diangkat setelah menjadi wakil gubernur DKI selama 2,5 atau 3 tahun, atau 6 bulan dari sekarang.

“Kalau jadi gubernur menggantikan Jokowi kurang dari 2,5 tahun, maka saya bisa nyalonin 2 kali lagi dalam Pilkada DKI. Tetapi kalau saya dilantik sekarang, saya rugi sebetulnya," ungkap Ahok.

Dia juga menilai, Gubernur DKI Jakarta tidak memerlukan seorang wagub. Sebab, dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota NKRI, Gubernur DKI sudah memiliki 4 deputi.

Sementara, berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 168 ayat 1 (d) tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki 10 juta penduduk ini memiliki 3 wakil gubernur.

"Kalau kita gunakan Perppu itu, 3 wakil. Beda DKI dengan daerah lain, menurut UU DKI itu secara khusus, sudah menyediakan 4 wakil gubernur. Indagtrans, budpar, tata ruang, sama dadukpil," jelas Ahok.

Keempat Deputi Gubernur itu, yakni Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan, Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan, dan  Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi (Indagtrans), Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Pemukiman.

Ahok juga mempunyai banyak cita-cita selepas ditinggal Jokowi. Salah satunya, membubarkan FPI. Dia berharap Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang segera dilantik bisa membantunya.

Sementara itu, siapa wakil gubernur Ahok masih menjadi misteri. Setelah nama Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik dan politisi PDIP Boy Sadikin, nama Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra Ahmad Muzani muncul.

"‎Bagus (Ahmad Muzani), teman saya," ucap dia. "Lebih bagus dari Taufik, pasti dong," kata Ahok sambil tersenyum.  (Rmn)

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini