Sukses

Penjelasan KSPMI Soal Naiknya Elpiji 12 Kg

PT Pertamina (Persero) pada awal tahun (2014) menaikan harga elpiji ukuran tabung 12 kg non subsidi.

Citizen6, Jakarta: PT Pertamina (Persero) pada awal tahun (2014) menaikan harga elpiji ukuran tabung 12 kg non subsidi. Kenaikan ini menurut Pertamina, karena PT Pertamina (Persero) mengalami kerugian Rp 5,7 T pada tahun 2013.

Harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp 5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp 10.785 per kg. Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah 'jual rugi' dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp22 triliun dalam 6 tahun terakhir.

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusuf Rasyid, keputusan menaikkan harga LPG 12 KG non subsidi karena tingginya harga pokok dan turunnya nilai tukar rupiah yg mengakibatkan rugi besar, konsumsi harga LPG 12 KG non subsidi tahun 2013 mencapai 977 rb ton, HP USD873 sehingga rugi 5.7T.

"Sementara harga yang berlaku sekarang ditetapkan Oktober 2009 Rp 5.850, dan harga pokok saat ini 10.785 per kg. Struktur cost saat ini, Rp 10.500 per kg, BB 89.61%, FrC 4.6%, Penyimpangan  3.73%, Depr 1.06%, Asuransi 0.03% dan Pemeliharaan Tabung 0.97%" Kata Faisal Yusuf di akun twitternya @faisalyusra, Senin (06/01/2014).

Akibat selisih harga pokok perolehan yang tidak naik-naik, harga jualnya ajk 2009, kumulatif kerugiannya 22T. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ini adalah kerugian negara sehingga harus  dikoreksi. Ses Permen ESDM 26/2009, Pertamina sudah laporkan usul kenaikan ke Menteri ESDM (Jero Wacik).

Faisal melanjutkan, meskipun BEP Rp 10.500 per KG, rencana kenaikan di 1 Januari 2014 hanya Rp 8.444 per KG. Masih jual rugi. Angka kenaikan dianggap besar karena membandingkan harga jual lama sejak 2009 Rp 4.944 menjadi 8.444. Penjelasan rinci soal angka by request(sesuai permintaan) ya.

Penguasaan Blok Migas ke perusahaan negara sangat mendesak, karena PT Pertamina (persero) hanya kelola 15 persen migas Indonesia. Memang semua blok migas milik negara, tetapi kalau dioperasikan asing 85 persen, ketahanan negara sangat ringkih.

"Jangan sampai sejarah berulang ketika kenderaan dan alat transportasi tempur Indonesia utk rebut Irian Barat dulu mangkrak di Makassar, karena tidak dapat bahan bakar dari Shell sebagai satu-satunya sumber. Mana mungkin Shell beri untuk serang Belanda di Irian Barat. Oleh karena itu wajib serahkan semua blok, dimulai yang akan habis kontrak seperti Mahakam dan Siak ke Pertamina dan kita lakukan nasionalisasi migas scr alamiah dan bertahap," tegasnya.

"Jadi, pekerja Pertamina yang kelola LPG adalah profesional, sehingga menjadi menyakitkan kalau dikatakan semua ini permainan politik. Pekerja Pertamina siap sama-sama memperbaiki perusahaan asal integritas dasarnya. Tidak ada udang di balik rempeyek," ujarnya.

Menurutnya berapa rezim direksi bertempur sehingga pekerja dalam wadah FSPPB sampai lengaer soal GCG. Masyarakat hanya menonton. Mana tuh yang merasa paling jujur, begitu juga saat FSPPB gugat pemerintah tentang liberalisasi pasar migas ke MK, hanya segelintir yang dukung. "Yg ribut di Twitter ini kemana?" tanyanya.

"Di saat MK putuskan tolak gugatan pekerja Pertamina dan nyatakan bisnis Hilir tms LPG adalah bisnis biasa dimana suara kalian," lanjutnya.

Oleh karena itu, jangan menghujat berlebihan dan katakan pekerja Pertamina "Rakus". Anda belum tentu lebih berkontribusi kepada rakyat". Pekerja Pertamina tdk lelah berjuang membangun kedaulatan migas dengan nasionalisasi, tapi kalau tidak ada permainan yang terlihat, jangan intuisi. Karena kami juga geregetan orang bicara Petral, MR, dan lain-lain. Ayo bawa saja ke KPK," tutupnya. (mar)

Penulis
Leman Bens
Jakarta, emanbenxxx@gmail.com

Baca juga:
Kenaikan Harga Elpiji, Kado Terburuk dari Pertamina
Converter LPG, Inovasi Terbaru Karya Anak Bangsa
Harga Gas LPG 3 Kilogram di Takalar Tembus Rp 18 Ribu


Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini