Sukses

Akil Mochtar, Mulai Loper Koran Hingga Jeruji KPK

Karena keluarganya tak mempunyai biaya, Akil memutuskan kerja serabutan mulai dari loper koran, sopir cadangan, sampai broker.

Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar kini harus berurusan dengan hukum. Mantan politisi Golkar itu diciduk KPK saat diduga tengah menerima suap dari pengusaha dan pejabat. Suap diduga terkait dengan penanganan perkara sengketa Pilkada Kabupaten Gunungmas, Kalimantan Tengah.

Pria kelahiran Putussibau, Kalimantan Barat, 18 Oktober 1960, itu terpilih menjadi Ketua Hakim Konstitusi untuk periode 2013-2016. Dia menggantikan posisi Mahfud MD yang menyatakan mundur sebagai Ketua MK dan Hakim Konstitusi.

Akil, yang akrab disapa Ujang itu, bersusah payah untuk menggapai gelar sarjananya. Karena keluarganya tak mempunyai biaya, Akil memutuskan kerja serabutan mulai dari loper koran, sopir cadangan, sampai broker sepeda motor. Dia pun akhirnya memilih Universitas Panca Bhakti Pontianak karena dengan kuliah di kampus itu dia masih dapat tetap bekerja.

Ketika masih kuliah, Akil diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Departeman Dalam Negeri (Depdagri). Namun, ia kemudian mengundurkan diri. Alasannya, ia ingin lebih mandiri dan fokus pada studi. "Saya pikir dengan punya ijazah sarjana saya bisa mengembangkan lagi," kata Akil yang pernah bercita-cita menjadi jaksa itu.

Setelah meraih gelar sarjana hukum, Akil memulai karirnya dengan menekuni dunia advokat. Ia bergabung di kantor kawannya, Buyung Panggabean Associates. Pekerjaan barunya dimulai dari menjadi sopir, tukang ketik, hingga penyusun berkas perkara.

Lalu Akil mengikuti ujian advokat dan mewakili kantornya beracara di Pengadilan Singkawang. Tidak berselang lama, ia lulus sebagai advokat angkatan pertama dari Kalimantan Barat.

Pada 1998, Akil berjumpa dengan anggota DPRD Golkar yang mengajak bergabung dengan Partai Golkar. Usianya masih 37 tahun ketika ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Ketika itu, ia langsung terpilih sebagai Wakil Ketua DPD Golkar provinsi. "Akhirnya saya jadi pengurus teras di Golkar," kata Akil saat itu.

Akhirnya pada 1999, dia terpilih menjadi anggota DPR dari Daerah Pemilihan Kapuas Hulu. Akil ditempatkan di Komisi II yang membidangi hukum dan pemerintahan. Periode berikutnya, ia menjadi anggota Komisi III DPR.

Saat dibuka rekrutmen calon hakim konstitusi di DPR, Akil pun memutuskan untuk melepaskan atributnya sebagai anggota parpol. "Sudah waktunya Abang berada pada posisi di atas semua golongan, dan tempat itu adalah di MK," ujar Akil.

Akil pun akhirnya terpilih menjadi Hakim Konstitusi dari unsur DPR. Pada periode pertama menjabat, Akil sempat menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua MK. Saat itu, Akil sempat menerima tuduhan 'bermain' dalam perkara Sengketa Pilkada Simalungun. Kasus ini sampai sekarang masih belum jelas.

Dan pada 2013, Akil pun terpilih menjadi Ketua MK. Dia menggantikan posisi Mahfud MD yang memutuskan mundur sebagai hakim konstitusi.

Namun, belum lama menjabat sebagai Ketua MK, Akil pun tersandung kasus. KPK menjemputnya saat berada di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra. Akil Mochtar diduga menerima suap Rp 2-3 miliar terkait penanganan perkara sengketa Pilkada Gunungmas. (Ary/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini