Sukses

KPK Kembali Periksa Bos Agung Sedayu Terkait Izin Reklamasi

Pemeriksaan kedua ini untuk mendalami lagi proses pemberian izin pelaksana reklamasi yang diperoleh perusahaannya.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Bos PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan. Dia diperiksa dalam kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

‎Aguan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Dia sudah tiba di KPK sejak pukul 08.15 WIB.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, pemeriksaan kedua Aguan ini untuk mendalami lagi proses pemberian izin pelaksana reklamasi yang diperoleh perusahaannya dari Pemprov DKI Jakarta.

"Melanjutkan pemeriksaan sebelumnya, mendalami lagi mengenai proses perusahaannya mendapatkan izin reklamasi," kata Yuyuk saat dikonfirmasi, Selasa (19/4/2016).

‎PT Kapuk Naga Indah merupakan anak usaha PT Agung Sedayu Group. Perusahaan tersebut mendapat hak untuk reklamasi 5 pulau dari Pemprov DKI di pesisir utara Jakarta. Sementara total ada 17 pulau reklamasi yang 'tersedia' di teluk Jakarta itu.

KPK kemarin memeriksa Komisaris PT Kapuk Naga Indah, Nono Sampono. Dia dicecar sebanyak 15 pertanyaan oleh penyidik KPK dalam kasus dugaan suap raperda itu.

KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro. Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.

Selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.