Sukses

Koalisi Kawal RUU Pilkada Minta SBY Stop Pencitraan

Aksi penolakan pemilihan tak langsung itu dilakukan dengan menggelar aksi demo di acara car free day.

Liputan6.com, Jakarta - Pada masa akhir jabatan, DPR periode 2009-2014 membahas RUU Pilkada yang mengatur agar pemilihan dilakukan tidak langsung atau diwakili DPRD. Gabungan LSM dan kelompok masyarakat pun menolak mekanisme pemilihan tersebut.

Aksi penolakan itu dilakukan dengan menggelar aksi demo di acara car free day.

"Keinginan para pengambil keputusan di DPR untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD adalah kemunduran demokratisasi yang telah diupayakan dengan keras dan sungguh-sungguh selama reformasi ini," kata Pakar hukum tata negara Refly Harun di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (14/9/2014).

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhenti melakukan politik pencitraan. Bila ia sungguh-sungguh menolak pemilihan tidak langsung maka SBY seharusnya mencabut pembahasan RUU Pilkada itu.

"SBY politik pencitraan kalau bilang juang habis-habisan, tapi kalau DPR tetap ngotot dan pemerintah tolak narik diri itu politik pencitraan. Ketika DPR ngotot Pilkada DPRD, pemerintah harusnya tarik diri. Menarik diri artinya tak mau lanjutkan proses pembahasan," jelas Titi.

Titi menuturkan pula, seharusnya di masa akhir jabatan, para anggota DPR tidak menutup dengan menyelesaikan RUU kontroversial itu. Pemilihan tidak langsung dianggap memundurkan demokrasi karena mencabut hak rakyat.

"Pengaturan harus lebih baik. Aturan Pemda terkait pengawasan dan penggunaan anggaran lebih ketat. Persoalan yang kita hadapi lebih kompleks, bukan soal pilkada lewat DPRD. Ini tidak bisa yakinkan kita 100 persen ini bisa atasi 100 persen, hak memilih kita masih dicabut. 10 tahun pilkada sudah hasilkan buah manis kepala daerah yang teladan," tutur Titi.

Koalisi Kawal RUU Pilkada terdiri dari berbagai LSM dan kelompok masyarakat, yaitu Perludem, ICW, TI Indonesia, IBC, Fitra, Correct, JPPR, KIPP Jakarta, PSHK, Puskapol FISIP UI, Pattiro, Yappika, Populi Center, KPPOD, Kopel, IPC, Rumah Kebangsaan, Our Voice, Satjipto Rahardjo Institut, Aceh STF, FIK Ornop, SUAK, Mata Aceh, Yasmib, MCRI, Dewan Guru Besar FE Unhas, GLK Aceh, MCW Jatim, BEM, Pusako FH Universitas Andalas, BEM FH Undip, Permahi Semarang, Dewa Orga Semarang, dan Komunitas Payung Semarang.

Dalam acara ini, mereka meneriakkan 10 alasan untuk Pilkada langsung dan meminta tanda tangan dukungan masyarakat dalam spanduk berukuran 10x10 meter.

"Ini baru gerakan awal dan galang dukungan seluasnya. Kita minta partai yang mendengar aspirasi kami. Kami mau desak sby untuk tegas komitmennya. Asal muasal kan dari pemerintah pada 2012. Pemerintah yang harusnya tanggung jawab. Aksi ke istana 2 hari ini," tandas Titi.

Berikut 10 alasan Pilkada dilakukan secara langsung itu:

1. Hak konstitusional rakyat
2. Rakyat menentukan sendiri pemimpinnya
3. Ruang yang luas untuk lahirnya pemimpin baru pilihan rakyat
4. 90 persen Pilkada langsung berjalan damai
5. Mendekatkan rakyat dengan pemimpin
6. Lebih menjamin terpenuhinya layanan publik dan pembangunan daerah
7. Lebih efisien dengan cara serentak
8. Pemimpin daerah yang lebih bertanggungjawab kepada rakyat
9. Politik uang adalah produk dari perilaku elit politiknya
10. Rakyat bisa langsung menagih janji pemimpinnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini