Sukses

`Serangan` Dinasti Politik

Pengungkapan suap sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, kini berujung terkuaknya Dinasti Politik Ratu Atut. Kini pun isu ini menjadi bola panas.

Pengungkapan kasus suap dalam sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten sedikit demi sedikit menelanjangi kenyataan tentang kemewahan hidup keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Koleksi mobil mewah di rumah Tubagus Chaery Wardana alias Wawan di Jalan Denpasar Raya 4 Jakarta ini sudah cukup menggambarkan betapa mewah kehidupan adik gubernur Banten itu.

Masing-masing mobil ini rata-rata berharga miliaran rupiah. Keluarga Atut selain banyak menempati posisi strategis di Banten memang juga di kenal dengan kehidupan mewah. Dari mulai ibu, suami, anak, menantu, hingga kerabat menduduki kursi penting di Pemerintahan Banten. Tak heran jika banyak kalangan menyebut dinasti politik Atut.

Wawan kini telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menyuap Ketua nonaktif Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Lebak. Atut yang sudah dicekal terkait sengketa Pilkada Lebak ini juga diketahui memiliki sejumlah rumah mewah.

Yang sudah diketahui antara lain rumah di kawasan Kebon Jeruk, Kembangan, Jakarta Barat, di Jalan Bhayangkara Serang yang kini ditempatinya serta di Lengkong, Bandung, Jawa Barat. Atut juga memiliki banyak lahan tanah yang tersebar di Serang dan Bandung yang masing-masing harganya mencapai miliaran rupiah. Atut juga disebut-sebut sebagai pemilik hotel berbintang dan SPBU di Serang.

Kehidupan mewah keluarga Atut sangat kontras jika dibandingkan kehidupan rakyatnya. Seperti di Kabupaten Lebak, wajah kemiskinan terlihat begitu nyata. Warga Kecamatan Wanasalan Lebak misalnya, harus melintasi Sungai Cipedang mengandalkan jembatan bambu yang sudah rapuh dan bolong untuk mencapai daerah lain, karena akses jalan lain sangat jauh.

Masih lekat dalam ingatan anak-anak di Lebak, juga harus bertaruh nyawa saat menyeberangi jembatan yang sudah rusak di Desa Pasir Tanjung. Wajah kemiskinan dan dan keterbelakangan seperti ini telah menjadi sorotan nasional, bahkan dunia.

Lebak adalah daerah termiskin di Banten. Berdasarkan temuan Badan Pusat Statistik tahun 2011, hampir separuh masyarakat Lebak hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan rakyat Banten yang menganga semakin menjadi ironi ketika keluarga pemimpin Banten hidup dalam kemewahan.

Jawara Banten

dinasti politik Atut berawal dari keluarga besar almarhum Chasan Sochib, yang dikenal sebagai jawara berpengaruh di Banten. Besarnya pengaruh Chasan memuluskan keluarganya di jalur politik. Sehingga mendominasi struktur kekuasaan di Banten.

Posisi tertinggi ditempati Atut sebagai Gubernur Banten. Suami Atut, Hikmat Tomet menjadi anggota DPR RI. Sementara anaknya, Andika Hazrumy sebagai anggota DPD RI asal Banten. Adik Andika, Andiara Aprilia juga akan maju menjadi anggota DPD RI. Menantu Atut, Ade Rosi pun kini menjabat Wakil Ketua DPRD Serang.

Keluarga Atut juga mendominasi kekuasaan di tingkat kabupaten dan kota. Posisi Wakil Bupati Serang dipegang adik Atut, sementara walikota serang dijabat adik tiri Atut. Ibu tiri Atut juga menjadi Wakil Bupati Pandeglang. Dan adik ipar Atut, Airin Rasmi Diany menjadi Walikota Tagerang Selatan.

Menurut Lembaga Kajian Independen Banten, orang-orang kepercayaan keluarga Atut ikut mempengaruhi struktur di tingkat bawah, termasuk dalam penentuan proyek-proyek di dinas pemerintahan.

Data yang diungkap Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Banten lebih mencengangkan. Selama rentang 2011-2013, 11 perusahaan yang dikendalikan keluarga besar Atut, serta sekitar 24 perusahaan yang dikendalikan kroni Atut, memegang 175 proyek senilai Rp 1,148 triliun.

Namun para pejabat serta orang-orang dekat keluarga Atut memilih menghindar saat hendak dikonfirmasi. Bahkan Atut sejak dicekal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pelit bicara. Semua tuduhan terhadap keluarga Atut memang harus dibuktikan secara hukum. Kini bola ada di tangan KPK

SBY Pun Komentari Dinasti Politik

Belakangan setelah muncul dinasti politikAtut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tak mau kalah. SBY mengikuti perbincangan yang sedang hangat ini melalui media sosial selama 24 jam terakhir. Salah satunya terkait kasus yang menimpa sejumlah kepala daerah serta topik tentang pro dan kontra dinasti politik.

"Dari apa yang saya pantau tentang hal yang dibicarakan di sosial media, antara lain munculnya sejumlah kasus di daerah, yang melibatkan pejabat daerah, dan pejabat daerah itu memiliki hubungan kekerabatan," ujar Presiden SBY dalam konferensi pers di Ruangan Kredensial Istana Merdeka, Jakarta, Jumat 11 Oktober 2013.

SBY mengakui tak ada regulasi yang mengatur atau melarang adanya dinasti politik, namun bukan berarti secara etika boleh dilakukan. "Saya ingatkan sekali lagi pada jajaran pemerintahan. Meski UUD atau undang-undang tak pernah membatasi siapa menjadi apa dalam posisi di pemerintahan, ayah, ibu, anak, atau adik, untuk menduduki posisi di jajaran pemerintahan, tapi saya kira kitalah yang memiliki norma dan batas kepatutan. Yang patut itu seperti apa," tutur SBY.

Pada kesempatan tersebut SBY sepertinya menyindir atau bahkan mulai `memanfaatkan` momen hangat ini untuk kepentingan Partai Demokrat. Maklum, sebagai pimpinan partai berlambang mercy itu, SBY harus mahir bermanuver politik. Sambil menyelam minum air. Pada kesempatan yang sama SBY mengatakan bahwa menjadi sangat tidak bagus, jika kekuasaan yang begitu kuat kemudian berkelindan dengan kepentingan bisnis.

"Yang berbahaya bila menyatu antara kekuasaan politik dengan kekuasaan atau power untuk melakukan bisnis. Bisa terjadi penyelewengan di sana-sini," tegas SBY.

Menurut SBY, adalah hal yang lazim jika kekuasaan itu terlalu besar, maka tinggal menunggu waktu untuk disalahgunakan. "Sebab kalau melebihi kepatutan, godaan akan datang, kekuasaan yang ada di tangan satu orang atau satu keluarga memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan," ujarnya.

Karena itu, kepada jajaran pemerintahan, khususnya kepala daerah, SBY mengimbau untuk pintar-pintar menilai batas kepatutan akan kekuasaan itu. "Adalah kewajiban saya sebagai Presiden untuk mengingatkan," pungkas SBY.

Serangan Politik

Komentar SBY berbuntut panjang dan menuai kontroversi sejumlah kalangan. Banyak lawan politik SBY berspekulasi lewat komentar-komentar politiknya. Seperti disampaikan Ketua Balitbang DPP Golkar Indra J Piliang.

Ia menilai pernyataan SBY bukan pernyataan seorang presiden, tapi seorang Ketua Umum Partai Demokrat yang menyudutkan Partai Golkar. "Saya lihat sebagai ketua umum, bukan presiden. Ada upaya memanfaatkan, umbar, upaya menaikkan, ada serangan politik SBY sebagai Ketum Demokrat terhadap Golkar," kata Indra usai diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu 12 Oktober 2013.

Meski tidak menyebutkan secara gamblang, Indra menilai bahasa verbal serta nonverbal SBY terlihat jelas pernyataannya selama ini mengarah dinasti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Golkar.

"Kita lihat reaksi Presiden luar biasa terhadap kasus penangkapan Akil. Dia (SBY) langsung pidato dan langsung kumpulkan pimpinan lembaga negara. Nggak ada kader Golkar. Dari bahasa tubuhnya, kegeraman, terlihat Golkar jadi sasaran," cetus Indra.

Menurut Indra, hal itu berbeda dengan kasus yang menimpa PKS. Dia menuding kasus suap impor daging yang melibatkan salah satu menteri Kabinet Indonesia Bersatu II itu lebih punya pengaruh negatif.

"Kalau SBY tidak bisa bedakan sebagai presiden atau ketum akan jadi masalah besar. Ini tidak masuk wilayah yang harus dikomentari Presiden. Dia seperti menepuk air di dulang," tandas Indra.

Serangan Balik

Di sisi lain, Indra juga melakukan`serangan balik` politiknya melalui isu dinasti politik ini. Sepertinya Golkar kecewa karena Atut yang kader Golkar itu menjadi `bulan-bulanan` politik. Indra pun menyebut Ketua Umum PDIP Megawati dan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja purnama yang akrab disapa Ahok melakukan hal yang sama dengan Atut, berdinasti politik.

"Di PDIP ada Bu Mega dan Puan. Ahok sekalipun adiknya itu kan Bupati Belitung Timur," ujar Indra dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu 12 Oktober 2013.

Seperti kita tahu, Megawati Soekarnoputri merupakan Ketua Umum PDIP. Putrinya yakni Puan Maharani menjadi Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua Fraksi PDIP DPR. Begitu juga Ahok, ia merupakan mantan Bupati Belitung Timur yang kala itu berkendaraan politik Golkar. Kini ia menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta dengan kendaraan politik Gerindra. Kabupaten Belitung Timur kini dipimpin sang adik, Basuri Tjahaja Purnama alias Yuyu.

"Bila RUU Pilkada mengatur soal dinasti politik, maka akan terjadi satu hal kritis. Hal tersebut adalah kritis politisi," kata Indra.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arief Wibowo menuturkan, RUU Pilkada perlu mengatur ikhwal dinasti politik. Perlu aturan untuk membatasi seseorang yang tidak punya kapabilitas dalam memilih. "Yang kita mau itu mengatur supaya tidak ada manipulasi, yang tidak ada kapabilitas, tidak ada rekam jejak, baik ketika dapat kekuasaan dari pemerintah," ucap Arief.

Imbas Politik

Serangan politik melalui isu dinasti politik ini sepertinya mulai dirasakan Golkar. Golkar harus menunda Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Namun hal itu dibantah sang ketua umum partai berlambang pohon beringin itu, Aburizal Bakrie. Politikus sekaligus pengusaha yang akrab disapa Ical ini membantah penundaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dikarenakan kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi non-aktif, Akil Mochtar yang berimbas pencekalan terhadap Atut.

"Nggak ada, bukan masalah itu," kata Ketua Umum Partai Golar, Aburizal Bakrie, di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu 9 Oktober 2013.

Calon presiden dari Partai Golkar ini menegaskan bahwa penundaan Rapimnas yang sedianya digelar 28 hingga 30 Oktober karena alasan teknis. Pelaksanaan Rapimnas, kata Ical, kemungkinan digelar pada November mendatang. Kendati, kepastian waktu digelarnya Rapimnas masih menunggu seluruh persiapan pemilu di daerah selesai.

"Penundaan karena persoalan tempat saja. Untuk waktunya belum diumumkan kapannya. Tunggu semua persiapan pemilu di daerah harus siap dulu," tepis Ical.

Manuver Gerindra

Tak hanya Partai Demokrat, Golkar, PDIP, Partai Gerindra pun turut unjuk gigi mewarnai isu dinasti politik ini yang seakan kini menjadi komoditi politik. Bahkan, Gerindra lebih dulu melakukan manuver politiknya dengan memberikan statmen bahwa Gerindra siap mendukung Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) membongkar kasus dinasti politik Atut.  

"Kami siap dukung KPK bongkar korupsi di Banten," ujar Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani,  di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 9 Oktober 2013.

Namun menurut Muzani, untuk membongkar politik Dinasti Politik Atut di Banten, masyarakat harus bersabar menunggu proses penyidikan KPK. "Kita berharap sabar, KPK memiliki tahapannya sendiri dalam proses penyidikan. Yang jelas, Gerindra mendukung KPK membongkar dinasti politik Atut," tegasnya.

Atut Minta Kesempatan

Lalu bagaiamana dengan Atut sendiri menyikapi soal dinasti politik yang ditudingkan terhadap dirinya? Atut pun angkat bicara. Perempuan beralis tipis ini meminta kesempatan kepada media untuk mengklarifikasi. Karena menurutnya, tidak ada konstitusi yang melarang anggota keluarga menduduki jabatan tertentu.

"Bu Atut sering bilang, `beri saya celah sedikit saja, beri lorong dari sisi opini. Karena, persoalan itu hak individu. Sebagaimana cita-cita anak tidak bisa diatur`," ujar Atut, seperti ditirukan juru bicara keluarga Ratu Atut Chosiyah, Fitron Nur Ikhsan dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (12/10/2013).

Dalam kesempatan tersebut Fitron menepis tudingan dinasti politik. Menurutnya semua ini merupakan sebuah bentukan akhir, yang tidak melihat proses sebelumnya. Fitron mencontohkan, istri dari adik Atut, Airin Rachmi Diany sebelum menjadi Walikota Tangerang Selatan pernah mengalami kekalahan.

"Bu Airin itu pernah kalah dalam calon Wakil Bupati Tangerang, seorang istri adik Gubernur kalah. Lalu, Bu Airin jadi Walikota Tangsel itu diulang pemilihannya," imbuh Fitron.

Namun sampai saat ini Atut belum memberikan keterangan secara resmi kepada media terkait klarifikasi dinasti politik ini. Lalu apakah isu dinasti politik ini akan terus bergulir menjadi bola panas di arena politik bagi kepentingan politik? Semua tidak ada yang pasti, apakah bola panas itu ada di tangan KPK, politisi, presiden atau para pemimpin di negeri ini. (Rmn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini