Sukses

`Perseteruan` Panjang Mendagri Gamawan Vs Ahok

'Perseteruan' dengan Mendagri Gamawan Fauzi telah terjadi sejak Ahok masih menjadi anggota DPR.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kerap bersilang pendapat dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Bahkan, 'perseteruan' keduanya telah terjadi sejak Ahok masih menjadi anggota DPR.

Catatan Liputan6.com, Gamawan dan Ahok pernah berselisih paham soal e-KTP. Kini keduanya kembali jadi seteru terkait dengan ditolaknya Lurah Susan oleh warga Lenteng Agung karena dianggap berbeda agama dan keyakinan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman


1. Ahok Kritik e-KTP

Sejak menjadi anggota Komisi II DPR, Ahok kurang setuju terhadap pemberlakuan sistem e-KTP. Ia bahkan menyarankan agar KTP dibuat seperti kartu mahasiswa (KTM) yang berfungsi rangkap, sebagai identitas sekaligus ATM dan diproduksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) sehingga dapat dengan bebas difotokopi.

"Dari dulu sudah protes di Komisi II DPR RI, enggak perlu bikin e-KTP. Pakai BPD saja seluruh Indonesia. Kayak KTM mahasiswa, bank bikinin. Sama kan," ujar Ahok Selasa 7 Mei 2013 lalu.

Alasan lain tidak setujunya sikap Ahok, yaitu biaya pembuatan e-KTP yang mencapai triliunan. Sedangkan ATM tidak membutuhkan dana besar. Ahok juga beranggapan, masyarakat Indonesia yang memiliki KTP secara otomatis bisa menjadi nasabah BPD.

"Ngapain bikin begitu, uang triliunan. Karena seluruh Indonesia punya KTP kasih jadi nasabah BPD saja, selesai," kata Ahok.

Ia pun meyakini sedari awal proyek e-KTP akan banyak menimbulkan masalah. "Saya bilang proyek ini memang ada masalah. Untuk apa bikin e-KTP kalau pada akhirnya rakyat dikorbankan begitu program ini selesai," ungkap Ahok, Sabtu 11 Mei.

Menurut Ahok, pembuatan e-KTP yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 6,3 triliun tersebut terlalu mahal. Untuk itu ia meminta KPK memeriksa proyek e-KTP.

"Kita bikin 1 Kartu Jakarta Sehat (KJS) hanya habiskan biaya Rp 585 perak. Kalau mau ribut, suruh KPK periksa proyek e-KTP, biar semuanya lebih jelas," tegasnya.

Apalagi, menurutnya, dengan adanya anjuran untuk tidak memfotokopi e-KTP, tiap instansi pemerintah kemungkinan akan diwajibkan untuk membeli alat pemindaian (card reader) e-KTP dari sebuah perusahaan yang akan ditunjuk pemerintah pusat. "Nanti ujungnya semua daerah harus beli di perusahaan konsorsium, ini untuk apa?" heran Ahok.

3 dari 6 halaman


2. Ahok Disebut Arogan

Karena mengkritisi imbauan Mendagri Gamawan Fauzi untuk tak memotokopi dan menstapler e-KTP, Ahok dicap sebagai orang yang arogan. Mantan Bupati Belitung Timur itu juga disarankan untuk tetap fokus pada tugas-tugasnya saja.

"Tidak etis Wagub menilai kinerja Kemendagri. Karena Anda subordinat penyelenggara pemerintahan. Kalau saat masih menjadi anggota DPR enggak setuju, enggak masalah. Tapi ini sudah diberi persetujuan oleh Komisi II," ujar Staf Ahli Mendagri bidang Hukum, Politik, dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnyzar Moenek di Jakarta, Jumat 10 Mei.

"Dalam pengamatan kami, Ahok tidak bekerja dengan sistem. Ahok arogan, tidak tahu aturan. Urusi persoalan kinerja Anda!" cetus pria yang akrab disapa Donny itu.

Meskipun begitu, Donny mengakui sistem e-KTP masih memiliki kekurangan, khususnya soal pendistribusian. Saat ini e-KTP DKI mencapai jumlah 5.892.283. Namun baru sebagian saja yang telah dicetak, yakni sebesar 5.774.924. Sementara dari jumlah e-KTP yang telah dicetak itu, baru 5.774.924 terdistribusikan.

4 dari 6 halaman


3. Ahok Minta Gamawan Belajar Konstitusi

Mendagri Gamawan Fauzi meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mempertimbangkan untuk memindahkan Lurah Lenteng Agung Susan Jasmin Zulkifli karena mendapat penolakan warganya.

Menurut Gamawan, Jokowi seharusnya menempatkan lurah sesuai dengan kultur dan budaya daerah.

"Pak Gubernur tidak salah menempatkan itu, tidak ada undang-undang yang terlanggar. Tapi akan lebih bijak lagi kalau Susan ditempatkan yang di-nonmuslim juga. Artinya aspirasi masyarakat terpenuhi," ujar Gamawan, Rabu 25 September.

Ahok pun tidak setuju dengan usul Gamawan. Menurutnya, posisi lurah yang dijabat Susan saat ini tidak dapat begitu saja dicabut hanya karena adanya penolakan dari sebagian warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

"Menurut saya, Mendagri perlu belajar tentang konstitusi. Ini negara Pancasila. Bukan ditentukan oleh orang tolak, tidak tolak," ujar Ahok Jumat 27 September.

Merotasi atau memindahkan seorang pejabat pemerintahan, nilai Ahok, harus dengan alasan yang jelas. Sementara alasan warga Lenteng Agung sama sekali tidak terkait dengan baik buruknya kinerja Lurah Susan.

Terlebih lagi, warga yang melakukan demo tolak Susan tidak sampai setengah dari total jumlah warga Lenteng Agung. Alasan perbedaan keyakinan dengan warga dinilai Ahok tidak masuk akal.

"Yang demo di Lenteng Agung itu jumlahnya berapa? Penduduknya berapa? 55 ribu. Jadi kalau yang mendemo lurah Lenteng Agung itu masih 25 ribu orang pun, itu juga belum capai 50 persen plus 1 penduduk Lenteng Agung. Kalau yang demonya cuma 100 orang dan KTP-nya sebagian juga Depok, itu sudah nggak cocok," papar Ahok.

Ia mencontohkan, jumlah pemilih Jokowi-Ahok hanya 52,7 persen warga DKI. Bila sekitar 40 persen lainnya melakukan demo menurunkan Jokowi-Ahok sebagai pemimpin Jakarta, Ahok mempertanyakan, apakah Mendagri bisa langsung menyimpulkan mereka berdua tidak dapat memimpin Jakarta?

"Kedua, kalau yang demo hanya 1 juta orang, itu apa mesti dihitung? Itu pertanyaan saya sama Mendagri. Disediakan tahun 2017, kamu turunkan kami. Bukan pakai demo-demo. Kalau kamu nggak suka saya, turunkan saya di 2017. Jadi sampaikan pada Mendagri seperti itu!" tegas Ahok.

5 dari 6 halaman


4. Ahok Ditegur

Atas pernyataannya menyebut Gamawan perlu belajar Konstitusi, Ahok mengaku ditegur. "Sudah ditegur, biasa saja. Hehehe... Tadi dia SMS. Beliau merasa tidak bermaksud seperti itu. Panjang SMS-nya. Soalnya balas membalas SMS-nya," kata Ahok, Jumat 27 September.

Ia menjelaskan, inti dari SMS yang dikirimkan Gamawan kepadanya itu mengkonfirmasi bahwa Mendagri mengerti konstitusi. Ahok mengatakan di antara mereka memang terjadi perbedaan pendapat. Ahok tidak setuju dengan pendapat Gamawan yang menyebut penolakan warga berpotensi menurunkan kinerja Lurah Susan.

"Intinya Beliau (Gamawan) mengatakan bahwa dia mengerti konstitusi, ini kan beda persepsi. Masa seseorang tidak kamu belain dan jaga, hanya gara-gara sekelompok orang demo," ucap Ahok.

6 dari 6 halaman


5. Ahok Menyindir

Ahok tak mau mengamini begitu saja desakan segelintir warga yang menuntut lengsernya Lurah Susan. Ia menilai, seharusnya sebagai Mendagri, Gamawan membetulkan persepsi masyarakat, bukan justru meminta sang lurah dievaluasi lagi penempatannya.

"Harusnya yang musti diomelin yang demo dong. Ya kan? Tugas Mendagri kan itu. Menurut saya, kalau mengerti konstitusi harus fight dengan konstitusi dong," kata Ahok, Jumat 27 September.

"Rakyat yang belum mengerti, diajarin adat. Baru ke pejabat. Ini kan soal nyali saja kan, berani nggak?" imbuhnya.

Menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, para pendemo lah yang harusnya dididik untuk menghargai perbedaan. Kinerja Lurah Susan sejauh ini dinilai tak bermasalah, tak seperti kekhawatiran Mendagri.

"Sekarang apa terbukti kinerjanya turun? Kan tidak. Justru yang harus terjadi, demo-demo itu harus dididik supaya ngerti gitu lho, enggak boleh mendemo orang cuma gara-gara beda agama. Bukannya malah Mendagri mengatakan takut kinerjanya turun, dipindahin," tutur Ahok. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini