Sukses

Mahfud MD: Pilkada Langsung Banyak Mudaratnya

Mahfud menilai, penyelenggaran Pilkada yang dilakukan secara langsung banyak kekurangan.

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada) yang di dalamnya meniadakan pemilihan kepala daerah secara langsung menuai kontroversi. RUU ini dinilai mencederai demokrasi Indonesia. Namun, mantan Ketua Mahkaman Konstitusi (MK) Mahfud MD berpendapat lain.

Mahfud menilai, penyelenggaraan pilkada yang dilakukan secara langsung banyak kekurangan. Kekurangan tersebut salah satunya mengenai dana yang digunakan calon kepala daerah dalam melakukan kampanye lewat partai politik.

"Banyak mudaratnya, pertama uang. Untuk perahunya (partai) saja ada yang sampai Rp 140 miliar. Belum lagi uang kampanyenya," kata Mahfud dalam sebuah diskusi RUU Pilkada yang digelar Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (19/9/2014).

Mahfud mencontohkan, pada saat dirinya masih menjabat Hakim Konstitusi yang menangani sengketa pilkada, dirinya memimpin sidang sengketa pilkada di salah satu daerah di Provinsi Riau. Dalam sidang itu, ada laporan yang menyebut 132 pejabat di daerah tersebut diturunkan lantaran tidak memilih salah satu calon kepala daerah.

"Di Riau ada 132 pejabat diturunkan karena tidak mendukung 1 orang, dan masuk ke MK," ucap Mahfud.

Mahfud menambahkan, banyak sekali kasus-kasus lainnya yang kian muncul saat sidang sengketa pilkada di MK. Untuk itu, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu melihat banyak kekurangan dalam pilkada secara langsung.

"Di Ambon ada sepasang suami istri sebagai guru disuruh mendukung calon bupati. Karena tidak menang, si istri ini dikirim di pulau lain sejauh 200 km, dan nangis suami-istri mengadu ke MK. Jadi kita timbang apakah dengan demikian kita harus menolak pilkada langsung?" tanya Mahfud.

Tak Percaya Kabinet Bisa Dirampingkan

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pun menyayangkan gagasan Presiden terpilih Joko Widodo yang tak terwujud mengenai perampingan kabinet pemerintahan. Mahfud menilai perampingan kabinet pemerintahan akan sulit dilakukan.

"Saya anggap wajar karena sejak awal saya tidak pernah percaya kabinet bisa dirampingkan," kata Mahfud.

Mahfud mengungkapkan jika kabinet pemerintahan dilakukan maka akan timbul masalah politik baru. Masalahnya, kata Mahfud, pemerintahan tidak akan terbentuk jika tidak adanya komitmen politik antar partai.

"Dalam poltik tidak mungkin. Masih banyak lagi nanti masalah politik yang tidak sesuai dengan komitmennya," ucap Mahfud.

Pada Senin 15 September silam, Presiden terpilih Jokowi mengumumkan struktur Kabinet Pemerintahannya untuk masa jabatan 2014-2019. Dia mengumumkan bahwa ada 34 kementerian yang akan membantunya bersama Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla.

"Pada sore ini telah kita putuskan jumlah kementerian, ada 34 kementerian," ujar Jokowi di Rumah Transisi, Jakarta, Senin 15 September lalu.
Jokowi yang kini masih berstatus Gubernur DKI Jakarta tersebut menjelaskan, "Jadi 18 profesional dan 16 profesional-partai," ujar Jokowi. (Ans)


 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.