Sukses

Mario Blanco Bertekad Meneruskan Dinasti Blanco

Karya-karya Mario menghadirkan kematangan warna, kecerdasan komposisi, dan kegesitan sapuan. Dalam melukis, Mario cenderung menyempurnakan karya ayahnya, maestro seni lukis Indonesia, Don Antonio Blanco.

Liputan6.com, Jakarta: Like Father Like Son. Begitulah pepatah yang rupanya berlaku bagi perupa Mario Blanco. Memang, nama Mario Blanco tak bisa dilepaskan dari sosok sang maestro seni lukis Don Antonio Blanco. Meski memiliki ayah seorang pelukis ternyata Mario sempat tidak diizinkan ayahnya untuk menekuni bidang seni. Bahkan, Mario sempat menjadi pereli di Bali, tempat tinggalnya selama ini. Berkat ketekunan dan jiwa seni yang dimilikinya, Mario kini percaya bisa meneruskan dinasti Blanco sebagai keluarga pelukis.

Pameran tunggal Mario di Galeri Canna, Jalan Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading Permai, Jakarta Timur, beberapa waktu silam, ternyata menyedot perhatian publik dan kritikus seni. Lukisan Mario yang beraliran impresionis terlihat menarik dan unik, baik dari sisi objek lukisan maupun piguranya. Namun, di sisi lain, publik pun ingin mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan sang ayah Don Antonio Blanco terhadap karya-karya Mario.

Bagi kalangan pencinta lukisan, sepintas akan langsung bisa membedakan karya murni Mario dan Antonio. Karya-karya Mario bernapaskan religius sering menampilkan objek benda-benda yang biasa dipergunakan sebagai alat sembahyang umat Hindu, seperti buah, bunga, dan ketel air. Beda dengan sang maestro Antonio yang lebih memilih objek manusia dalam setiap lukisannya. Kendati begitu, Mario tak menyangkal jika lukisannya cukup terpengaruh dengan karya Antonio. Alasannya, karena ia memang membawa identitas dan nama besar dinasti Blanco. "Kalau saya menampilkan sesuatu yang nggak ada Blanco-nya, berarti saya ini bukan Blanco asli," tutur Mario.

Perjalanan Mario sebagai pelukis telah ditempuh sejak berusia enam tahun. Mario sering memasuki studio Antonio sekadar untuk bermain-main dengan kertas dan pewarna milik ayahnya. Namun, hati Antonio tak pernah tergerak untuk mengajarkan Mario melukis. Bahkan, saat memasuki perguruan tinggi, Antonio justru meminta Mario mengambil jurusan umum, bukan seni. Ini sempat membuat Mario bingung. Tapi, tanpa sepengetahuan ayahnya, Mario mengambil jurusan Seni Rupa di Universitas Udayana, Bali.

Bersamaan dengan kebimbangan tak dapat memenuhi permintaan ayahnya, kegiatan reli mobil mulai dilakoni Mario. Gelar juara reli mobil yang terus diraih di Bali, hampir membuat Mario melupakan cita-citanya sebagai pelukis. Pada 1991, Mario mulai menggelar pameran. Namun, respons positif dari sang ayah tak juga muncul.

Pertanyaan itu terjawab setelah Antonio meninggal pada 1999. Kala itu, Mario menerima surat dari sahabat Antonio di Jepang. Dalam surat itu, sahabat Antonio menyampaikan banyak ungkapan sang ayah. Singkatnya, sang ayah meyakini bahwa Mario Blanco akan menjadi pelukis berkualitas. Antonio yakin Mario mempunyai bakat seni sangat tinggi. Kepercayaan diri pun timbul seketika dari hati Mario.

Meninggalnya Antonio membuat Mario sempat terpukul. Apalagi, sang ayah meninggalkan The Blanco Renaissance Museum, yang belum selesai pengerjaannya. "Saya sempat down karena saat itu saya belum melihat jalan, museum ini harus saya apakan," kata Mario.

Berkat tekad bulat Mario, pada 2000, museum yang berisi karya-karya Antonio pun terselesaikan pembangunannya. Obsesi Mario pun berlanjut. Kini, The Blanco Renaissance Museum yang berlokasi di Ubud, Bali, dikenal ke mancanegara. Di sana jugalah, Mario menyediakan tempat untuk para pelukis muda menyalurkan bakatnya di bawah bimbingannya. Cita-cita Mario terpenting adalah meneruskan dinasti Blanco sebabai keluarga pelukis [baca: Anak Maestro Don Blanco Menggelar Pameran Tunggal]. Bagi Mario, museum itu bukan sekadar kenang-kenangan dari ayahnya belaka. Museum yang dibangun sejak 28 Desember 1998 itu memiliki keistimewaan. Bukan hanya pada keunikan bangunan yang menggabungkan unsur barat dan timur, namun juga hampir tiap bangunan dari museum itu memiliki makna tersendiri.

Karya-karya Mario, menurut kritikus Agus Dermawan, menghadirkan kematangan warna, kecerdasan komposisi, dan kegesitan sapuan. Karyanya ekspresif, namun menyimpan tenaga puitik. Agus mengakui, dalam melukis, Mario cenderung menyempurnakan karya ayahnya. Namun, hal itu bukan persoalan. "Saya melihat karya-karya Mario memang Mario ingin menjadi ayahnya. Tapi lebih bagus dari ayahnya," puji Agus.

Dari perkawinannya dengan I Gusti Agung Ayuwimas Hendrayani, Mario memiliki tiga anak, Felisiah, Fortuniah, dan Antonio Blanco Junior. Walau ketiga anaknya memiliki talenta melukis, Mario tak pernah memaksakan kehendak. Filosofi Don Antonio Blanco terekam kuat di benak Mario. "Jika sang anak berbakat melukis, hal itu akan muncul dengan sendirinya," kurang lebih itulah filosofi sang maestro asal Spanyol tersebut.(DEN/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini