Sukses

Seorang Tuna Netra Optimistis Indonesia Bakal Sejahtera

Meski cacat netra, Sukardi merasakan kepedulian terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Salah satunya dilakukan Sukardi dengan turut memberikan suaranya pada setiap pemilu.

Liputan6.com, Jakarta: Menderita cacat bukan menjadi halangan untuk ikut Pemilihan Umum. Sebagian penyandang cacat di Indonesia juga memiliki kepedulian tentang hak dan kewajiban yang sama dengan orang normal. Kepedulian ini juga dinyatakan seorang cacat netra bernama Sukardi, baru-baru ini. Meski tidak dapat melihat perkembangan bangsa Indonesia, Sukardi yakin Indonesia dapat tumbuh sejahtera. Ia juga tidak pernah melewatkan setiap pesta demokrasi seperti umumnya penderita tuna netra lainnya.

Menyinggung Pemilihan Presiden mendatang, Sukardi mengaku tidak akan terintimidasi pihak lain. "Saya sudah punya pilihan sendiri," ujar dia. Sukardi juga yakin, bangsa Indonesia dapat dibawa ke arah yang lebih baik oleh pemimpin terpilih nanti.

Sukardi sendiri merasa kesehariannya tidak berbeda dengan warga Indonesia lainnya. Ia tinggal di rumah kontrakan di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan yang ditinggalinya bersama istrinya, Aisyah, dan seorang anak laki-lakinya. Di rumah sewaan itulah, ia menyulap ruang tamunya menjadi klinik pijat sederhana namun resik. Tidak lupa sebuah papan nama bertuliskan "Panti Pijat Tuna Netra Sukardi," terpasang di depan rumah kontrakannya. Bisa ditebak, dalam kesehariannya Sukardi berprofesi sebagai pemijat. "Kalau enggak kerja seperti yang kita alami ini, mijet, ya kita mau kerja apalagi," kata dia.

Sukardi bersyukur karena memiliki istri yang menerima segala keterbatasan dirinya. Aisyah mengatakan, sudah terbiasa dengan perlakuan masyarakat yang terkadang memandang rendah profesi suaminya. Aisyah mengaku, menerima dengan lapang dada profesi yang dijalani Sukardi.

Namun, mengandalkan pijat dengan tarif Rp 20 ribu per orang tidaklah cukup untuk membiayai kebutuhan rumah tangga. Sukardi terkadang harus mengurut dada untuk membayar sewa rumah kontrakan seharga Rp 150 ribu per bulan. Belum lagi, ia menanggung biaya pendidikan putranya. Demi mendapat penghasilan tambahan, Sukardi bersedia dipanggil ke rumah pelanggannya.

Keseharian Sukardi memang jauh dari hingar bingar dunia politik. Namun demikian, keyakinan Sukardi mengingatkan masyarakat untuk mengerti kewajibannya sebagai warga negara. Satu hal yang dipesan oleh Sukardi, janganlah melihat segala sesuatu hanya dengan mata batin, tetapi libatkan pula mata hati.(OZI/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini