Sukses

Marty: Australia Harus Putuskan, Indonesia Sahabat atau Musuh

Menlu RI Marty Natalegawa mempertanyakan apa hubungannya sengketa perdagangan Indonesia dan AS dengan keamanan Australia.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa menyatakan kekecewaannya atas isu penyadapan terbaru yang disebut-sebut dilakukan Australia terkait sengketa dagang AS-RI soal udang dan rokok kretek. Spionase terbaru ini diungkap media AS New York Times berdasarkan bocoran mantan pegawai Badan Keamanan Nasional (NSA), baru-baru ini.

Marty mengaku sulit untuk merespons kabar spionase tersebut. Tapi pada akhirnya, Menteri Kabinet Presiden SBY itu pun meminta Negeri Kanguru untuk memutuskan, Indonesia sebagai sahabat atau musuh.

"Australia intinya harus mengambil keputusan, apakah Indonesia dianggap sebagai sahabat atau musuh," tegas Marty dalam konferensi pers bersama Menlu AS John Kerry di Kantor Kemenlu, Jakarta, Senin (17/2/2014).

Marty mempertanyakan apa hubungannya sengketa perdagangan Indonesia dan AS dengan keamanan Australia, hingga akhirnya melakukan aksi mata-mata. Baginya, tindakan Ausralia sangat berlebihan.

"Bagaimana sengketa perdagangan Indonesia dan Amerika soal udang bisa berdampak langsung atau tidak langsung bagi keamanan Australia? Mereka bisa (melakukan itu) tetapi bukan berarti mereka harus (menyadap)," ujar Marty.

Marty juga mengutarakan bagaimana kondisi hubungan Indonesia dan Australia yang belakangan ini keruh. Dia menilai Australia yang selalu mulai, misalnya soal penyadapan dan pencari suaka.

"Beberapa bulan lalu hubungan kita sangat baik sekali, mungkin itu merupakan hubungan terdekat yang pernah terjalin, namun dalam sekejap sudah berubah," papar Marty.

Dia berharap hubungan Indonesia negara lain tidak buruk. Dan menyarankan untuk saling mendengar tidak saling memata-matai. "Dalam pandangan kami, negara Indonesia, Kita harusnya saling mendengar bukan saling memata-matai," tegas Marty.

Marty menekankan perbedaan makna antara mendengar dan memata-matai sudah jelas. Mendengar adalah dengan berdialog dan menjalin hubungan bersama, sedangkan memata-matai ialah mengeruk informasi negara lain secara diam-diam. "Kita harus saling perhatikan kepentingan masing-masing," ujarnya.

Firma Perwakilan Indonesia Disadap?

Media AS The New York Times melaporkan bocoran terbaru soal penyadapan dari Snowden, 15 Februari 2014. Disebutkan, Australia dibantu NSA untuk menyadap sebuah firma hukum AS yang mewakili Indonesia dalam sengketa dagang dengan Negeri Paman Sam.

The New York Times menyebutkan firma hukum Mayer Brown yang berkantor di Chicago saat itu mewakili pemerintah Indonesia dalam sengketa dagang.

Dipaparkan pula bahwa pemerintah Australia terlibat dalam pengawasan dalam dialog sengketa itu dan menawarkan untuk berbagi informasi dengan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia menyewa perusahaan hukum itu untuk perundingan dagang, kata laporan Snowden yang mengutip dokumen bulan Februari 2013.

Masih dalam The New York Times, pengacara Mayer Brown, Duane Layton yang terlibat dalam perundingan dagang itu mengatakan, ia tidak memiliki bukti bahwa dia atau perusahaannya diawasi oleh badan intelijen Australia atau Amerika.

"Saya selalu memikirkan apakah ada orang mendengar karena orang bodoh yang tidak memikirkan kemungkinan itu pada zaman sekarang," kata Layton kepada The New York Times. "Namun saya tidak pernah terpikir saya dimata-matainya," tambahnya.

Menanggapi kabar penyadapan terbaru, Perdana Menteri (PM) Tony Abbott angkat bicara. "Saya tak mau berkomentar soal ini, tapi yang pasti kita tidak mengumpulkan informasi intelijen untuk kepentingan komersial," ujar Abbott kepada ABC, yang dimuat The Guardian, 17 Februari.

Dia menjelaskan, hasil penyadapan tidak bermaksud untuk merugikan negara lain. Tapi menggunakannya untuk negara-negara sahabat Australia.

Kami menggunakannya untuk menegakkan nilai-nilai kami. Untuk melindungi rakyat kami dan rakyat negara lain," tandas Abbott. (Riz/Mut)

Baca juga:

Sua Menlu AS, Marty: Kita Harus Saling Dengar Bukan Memata-matai
Snowden: Ponsel SBY Disadap Australia
PM Australia Kirim Surat Balasan untuk SBY, Isinya?


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini