Sukses

Komnas Perempuan Protes UU Adminduk ke MPR

Ada pasal yang menyangkut diperbolehkannya kolom agama tak diisi jika memiliki kepercayaan di luar yang diakui pemerintah.

Komnas Perempuan menemui pimpinan MPR dan anggota DPR untuk membahas amandemen RUU Administrasi kependudukan (Adminduk) akhir November lalu. Sebab, ada pasal yang menyangkut diperbolehkannya kolom agama tak diisi jika memiliki kepercayaan di luar yang diakui pemerintah.

Anggota Komnas Perempuan Ika Nia Syarifuddin menilai hal itu sangat diskriminatif.

"Sangat disayangkan proses amandemen rasanya sangat sepi tidak pernah melibatkan partisipasi penghayat yang sesungguhnya jadi korban diskriminasi," ujar Nia di depan pimpinan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/12).

Dalam pertemuan itu, dihadiri Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Wakil Ketua MPR Melani Suharli, dan Anggota DPR Komisi III Eva Kusuma Sundari.

Pemeluk keyakinan Sunda Wiritan, Dewi Kanti menceritakan, karena UU ini anak-anak di sekolah menjadi sulit mendapatkan pelajaran tentang agama Sunda Wiritan.

"Guru di sekolah anak-anak kami justru menjadi ada ketidakberanian para guru untuk menerima soal-soal agama yang kami ajukan. Sebetulnya 2 tahun terakhir kami bisa berikan soal agama (Sunda Wiritan)," ungkapnya.

Berangkat dari pengalamannya, dia menilai UU Adminduk melanggar UUD 1945 jelas karena memegang keyakinan adalah hak setiap warga negara.

"Gara-gara Adminduk daerah marah, jadi langkah mundur saya pikir. Ini mengulang kegagalan tahun 1976. Saya berharap, kami ingin memperjuangkan hak konstitutusi kami. Saya berharap ada kebijakan pemantauan khusus legislatif, saya pikir beliau (anggota DPR) sangat kurang memahami kondisi masyarakat kami," tegasnya.

Sidarto pun mengatakan siap menampung keluh kesah dari pemeluk agama minoritas. Ia pun memberikan solusi jangka pendek.

"Ibu-ibu bisa ajukan uji materi ke MK. Untuk proses hukumnya bisa uji materi ke MK, utamanya Pasal 28 dan 29. Bagi saya sendiri, Syiah dan Suni saya terima, Ahmadiyah saya terima juga," ungkap Sidarto.

Sementara itu, Eva menyatakan agar amandemen UU tidak diuji lagi ke MK, MPR perlu mengawasi UU yang akan diproses DPR. "MPR sebagai penjaga konsolidasi. Sehingga ini tidak memalukan DPR untuk di judicial review. Output-nya memastikan ada framework 4 pilar untuk legilasi," tandas Eva. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini