Sukses

Kajari Praya Ditangkap KPK, Kejagung Kecolongan?

Lantaran yang menangkap Kajari Subri adalah KPK, apakah berarti Kejaksaan Agung kecolongan?

 

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, NTB bernama Subri ditangkap Komisi Pemberantansan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan. Ia ditangkap bersama seorang pengusaha bernama Lusita Ani Razak di sebuah hotel di Pantai Senggigi.

Lantaran yang menangkap Kajari Subri adalah KPK, apakah berarti Kejaksaan Agung (Kejagung) kecolongan? Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan dirinya tak mengerti istilah kecolongan itu seperti apa.

"Kalau terkait dengan masalah kecolongan, saya tidak mengerti istilah itu kecolongan gimana. Apa pengertian kecolongan?" kata Basrief di Kejagung, Jakarta, Rabu (18/12/2013).

Dia menjelaskan, alasan tertangkapnya Jaksa Subri lantaran KPK melakukan penyelidikan dengan mengunakan alat sadap. Sedangkan Kejagung hanya bisa melalui bidang Pengawasan (Jamwas) dengan cara lisan.

"Ini kan proses dengan alat informasi KPK. Tentunya KPK kan pake alat penyadapan. Sementara Jamwas cuma melaui lisan melakukan secara langsung, mungkin di situ letaknya KPK lebih dulu mendapatkan informasi lebih cepat," ungkap dia.

Saat ini, lanjut Basrief, Kejagung sedang menyelidiki jaksa nakal lain di Kejari Praya, NTB atas kasus yang menyeret pimpinan Kajari di daerah tersebut.

"Tadi kan Jamwas sudah bilang, bahwa dia dalam proses pengawasan bertingkat dan itu sudah dalam proses pengawasan di sana. Tapi tentunya tim sudah turun di sana (Praya)," terang Basrief.

Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Mahfud Manan sebelumnya mengatakan, sebelum KPK meringkus Subri, pihaknya telah menerima laporan kasus pelanggaran kode etik oleh oknum jaksa di Praya. Laporan itu terkait dugaan pemalsuan sertifikat tanah milik PT Pantai Aan yang diduga milik Dewan Penasehat Partai Hanura Bambang Wiradmadji Soeharto.

Namun, lanjut Mahfud, saat hendak melakukan klarifikasi karena ada penyelewengan atas laporan seseorang tersebut, Kajari Praya keburu tertangkap tangan.

"Pernah (ada laporan kode etik itu), tapi sebagaimana biasa, proses-proses tahapannya ada. Atas laporan itu direkomendasikan klarifikasi. Setelah dilakukan klarifikasi bahwa terdapat indikasi penyelewengan, kemudian direkomendasikan lagi untuk ditindaklanjuti dengan pemeriksaan kasus. Namun belum sampai inpeksi kasus, sudah tertangkap dulu (oleh KPK)," tandas Mahfud. (Riz)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini