Sukses

PDIP Ingin Pileg & Pilpres 2019 Digelar Serentak

Pemilu serentak dapat menghemat anggaran dan mengurangi konflik yang semakin besar.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusulkan pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres) dilaksanakan secara serentak pada pemilu 2019. Pasalnya, hal itulah yang diamanatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Di dalam pasal 6 UUD 1945 memberikan gambaran pelaksanaan pileg dan pilpres itu dilaksanakan serentak. Kita (PDIP) mencatat seperti itu, pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD serta presiden secara serentak, tidak ada jangka waktu," ujar Kuasa Hukum PDIP untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sudiyatmiko Aribowo di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (11/12/2013).

Menurut Miko, begitu ia biasa disapa, usulan partainya tersebut merupakan bagian dari konsekuensi terhadap UUD 1945. Sebab, Pemilu serentak dapat menghemat anggaran, mengurangi konflik yang semakin besar saat ini seperti masalah calon legislatif (caleg) karena pileg dilaksanakan pada April kemudian bulan Juli pilpres.

"Ini (pemilu tidak serentak) kan membuat masyarakat capek, buat negara habis banyak anggaran dan buat caleg keluar banyak dana karena pemilu liberal ini," kata Miko.

Namun lanjut Miko, untuk mengatasi hal tersebut untuk menerapkan usulan PDIP di Pemilu 2014, tidak mungkin terlaksana, karena tidak tertib dan sempurnanya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilpres di DPR beberapa waktu lalu yang berakhir RUU itu dihentikan melalui rapat paripurna DPR. "Kalau mau dibahas setelah pemilu 2014 secara konsekuen," ucap Miko.

Miko yang mengaku ikut mengawasi secara langsung pembahasan RUU Pilpres tersebut juga menuturkan, fraksi PDIP ketika muncul pembahasan tentang UU pemilu, baik itu pileg dan pilpres, pandangan fraksi dilaksanakan secara serentak. Namun, kemudian banyak fraksi di DPR keberatan atas dasar keberatan mereka adalah secara politik dan matematis.

Namun, sambung Miko, yang tidak masuk akal fraksi-fraksi yang sebelumnya meminta pileg dan pilpres tidak serentak, justru menggulirkan Undang-Undang Pilpres untuk direvisi yang seolah-seolah mereka tidak mau melaksanakan ketentuan UUD. Sehingga, FPDIP menolak UU Pilpres direvisi karena RUU itu diajukan 9 bulan sebelum pelaksanaan pileg 2014 (April 2014) dan apabila UU Pilpres direvisi, itu artinya merubah semuanya.

"Tapi perdebatan fraksi-fraksi hanya menginginkan perubahan presidential threshold (PT) saja atau kalau tidak mau merubah PT, yang dirubah adalah poin-poin yang disesuaikan dengan UU Pemilu," jelasnya.

Miko menambahkan, partainya menolak UU Pilpres untuk direvisi karena antara yang diomongkan dan diusulkan oleh fraksi-fraksi yang menginginkan UU Pilpres  itu berbeda, yakni RUU Pilpres akan disesuaikan dengan UU penyelenggara pemilu.

"Tapi faktanya perubahan pada yang mendasar termasuk menurunkan PT dan merubah sistem pencalonan," kata Miko. (Gen/Mvi).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.