Sukses

Pilih Kereta Layang Jokowi atau <i>Underpass</i>?

Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta memikirkan solusi mencegah berulangnya kecelakaan di perlintasan kereta api.

Untuk sekian kalinya, kecelakaan yang melibatkan kereta kembali terjadi di pintu perlintasan. Banyak nyawa yang terenggut menjadi korban.

Senin 9 Desember 2013 siang, kereta commuter line jurusan Serpong-Tanah Abang menghantam truk tangki bahan bakar minyak (BBM) dari Pertamina di perlintasan Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan. Sebanyak 7 penumpang kereta meninggal dunia. Kecelakaan maut tersebut dikenal dengan sebutan Tragedi Bintaro II.

Belum diketahui pasti penyebab kecelakaan di pintu perlintasan Pondok Betung itu. Diduga truk pengangkut bahan bakar mengabaikan sirene. Kemudian, kendaraan itu melintasi perlintasan Pondok Betung, Bintaro, dan dihantam commuter line jurusan Serpong-Tanah Abang.

Menyikapi tragedi yang terjadi untuk kesekian kalinya itu, pemerintah mulai menawarkan solusi untuk memperbaiki sistem transportasi, khususnya kereta api, agar kejadian serupa tidak terulang.

Wakil Presiden Boediono menggadang program jangka panjang dan jangka pendek perbaikan transportasi, khususnya kereta di Jakarta. Untuk jangka panjang, ada kereta api layang atau elevated train dan jangka pendek ada underpass.

"Kita sudah minta Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Menhub untuk buat studi gimana bangun rancangan elevated yang ada di dalam kota," kata Boediono saat meninjau lokasi kecelakaan di Pondok Betung, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2013).

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, pihaknya tidak akan membuat perlintasan berbentuk underpass. Sebab, nantinya akan dibangun elevated train atau kereta layang.

"Di seluruh Jakarta mau bangun elevated train. Semua kereta di atas tanah. Jadi ngapain saya harus membuat underpass?" ujar pria yang kerap disapa Jokowi.

Jokowi menjelaskan, untuk rencana pembangunan kereta layang, kewenangannya berada pada pemerintah pusat dalam hal ini PT Kereta Api Indonesia dan Kementerian Perhubungan. Sedangkan Dinas Pekerjaan Umum DKI hanya bertanggung jawab terhadap pembenahan perlintasan sebidang. Rencana tersebut sudah diputuskan waktu rapat di kantor wakil presiden (wapres).

Jokowi memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum DKI untuk melakukan pengukuran perlintasan sebidang. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mencari bentuk pembangunan perlintasan yang sesuai dengan kondisi jalan Ibukota, apakah flyover atau underpass. Pengukuran dilakukan di 4 titik perlintasan superprioritas, yakni kawasan Permata Hijau, Bintaro, Semanan, dan Tanjung Barat.

"Kita perintahkan ke Dinas PU besok perlintasan itu diukur. Apakah nanti bisa dibikin flyover atau underpass, disesuaikan. Kita utamakan yang jalur loopline (lingkar)," kata Jokowi.

Langkah pemerintah membuat undepass atau flyover untuk kereta api didukung Komisi V DPR yang membidangi masalah transportasi dan perhubungan.

"Ke depan adalah tentu semua pintu lintasan yang padat agar dapat dibangun underpass atau flyover, hal ini tentu untuk meminimalisir terjadinya tabrakan serupa juga sekaligus dapat mengurai kemacetan dan menertibkan semua pintu lintasan ilegal," kata Anggota Komisi V DPR, Saleh Husin.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso juga mempertanyakan keseriusan pemerintah pusat membenahi transportasi massal di Ibukota. Pria yang kerap disapa Bang Yos itu mengatakan, pada era kepemimpinannya dia berniat memperbaiki sistem kereta api, tapi dihalangi pemerintah pusat.

"Perlu diketahui ya, perempatan-perempatan lintas kereta saya pernah mau ambil alih. Mau saya perbaiki semua, tapi nggak boleh, karena katanya itu kewenangan pusat."

Ia pun berandai-andai jika dulu pemerintah pusat memberi izin Pemprov DKI Jakarta membenahi perlintasa kereta api, maka tragedi Bintaro II tidak akan terjadi. "Maksudnya seluruh daerah, kalau di Jakarta ini andai kata itu diserahkan. Dulu itu alasannya macam-macam, kita kan hanya ingin menyelamatkan rakyat kita karena kejadian ini sudah berulang kali," kata Bang Yos.

Sanksi Serius Pelanggar Perlintasan

Jokowi mengharapkan ada penindakan tegas terhadap pengendara yang menerobos saat sirene berbunyi atau palang pintu turun ketika kereta akan melintas.

"Ya, itu penegakan di situ itu. Semuanya, tidak hanya yang ngetem, tidak ada yang terobos. Kuncinya di penegakan hukum, keliru kayak gini sudah, keliru, harus tangkap. Harus itu," kata Jokowi.

Akibat peristiwa itu, bukan tidak mungkin polisi juga memberlakukan denda maksimal penerobos perlintasan, sama seperti penerobos busway.

"Bisa saja kita terapkan. Tapi tidak hanya itu, ada sanksi pidana bila menyebabkan orang terluka," kata Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hindarsono di lokasi tabrakan.

Namun, penerapan denda maksimal penerobos jalur kereta masih kembali harus dibicarakan lebih lanjut. Adapun untuk saat ini, bila ada yang menerobos jalur kereta, bisa saja dikenakan tilang.

Pascakecelakaan maut, PT KAI melakukan pembenahan palang perlintasan. Seperti di perlintasan kereta api Paseban, Johar Baru, Jakarta Pusat, palang yang kondisinya memprihatinkan diperbaiki petugas. Palang pintu yang tidak berfungsi baik, ditambah rendahnya kesadaran warga tidak jarang berujung petaka.

Pengguna Kereta Beralih

Kecelakaan kereta api dengan truk tangki di Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, membawa dampak panjang. Stasiun Sudimara Selasa siang sepi peminat menyusul belum normalnya perjalanan. Beberapa penumpang yang ada bahkan harus menunggu 1 jam lebih di stasiun. Calon penumpang tampaknya memilih moda angkutan lain ketimbang naik kereta. Hal ini karena penumpang lebih lama menungu kereta.

Juru bicara Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan menyatakan, 1 dari 2 rel kereta bisa dilewati, namun kereta yang melintas harus menurunkan kecepatannya di bawah 10 km/jam.

Sementara itu, warga Ciputat, Pamulang, Bintaro, dan Serpong yang biasa memakai kereta api memilih untuk naik angkutan umum atau pribadi.

Seperti yang dilakukan Aditya Eka. Pria yang tinggal di Serua Indah, Ciputat ini diantar orangtuanya untuk menuju ke kantor dengan menggunakan mobil. Biasanya ia naik kereta api dari Stasiun Sudimara dan berhenti di Stasiun Kebayoran Lama yang melintas lokasi kecelakaan.

Begitu juga yang dilakukan Yuyuk Indriati, warga Bintaro. Dia yang biasanya naik KRL ke Kuningan, memilih untuk membawa mobil. (Mvi)



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.