Sukses

Maraknya Cyber Criminals di Indonesia

Beberapa kalangan telah menilai dan mengidentifikasi bahwa Indonesia telah menjadi sumber lalu lintas internet yang "jahat atau malicious".

Citizen6, Jakarta: Beberapa kalangan telah menilai dan mengidentifikasi bahwa Indonesia telah menjadi sumber lalu lintas internet yang "jahat atau malicious", walaupun sejumlah lalu lintas internet "jahat" tersebut bukan asli dari Indonesia.

Kemungkinan hal ini terjadi disebabkan jaringan internet di Indonesia telah dieksploitasi oleh outside e-criminals. Dugaan maraknya cyber criminals di Indonesia perlu segera ditanggapi dan ditangani oleh Pemerintah Indonesia, setidaknya untuk dua alasan, yaitu karena tuntutan internasional dan keamanan nasional Indonesia itu sendiri.

Perusahaan swasta yang bergerak dalam jasa keamanan internet, Akamai Technologies dalam laporan terakhirnya pada Juli 2013 menyebutkan, lalu lintas internet "jahat atau malicious" yang berasal dari Indonesia mengalami peningkatan 0,7% pada kwartal keempat 2012 menjadi 21% pada kwartalpertam 2013 ini. Kondisi ini menempatkan Indonesia di posisi kedua dalamhal "malicious internet traffic" setelah China.

Laporan dari the U.S. Congressional Research Service, kelompok criminal yang mengirimkan botnets (semacam virus internet) atau menawarkan jasa pelayanan pengiriman internet "jahat/malicious" ke pihak lawan, setiap jamnya mendapatkan keuntungan dari $200 US sampai $300 US. Kelompok kriminal ini merupakan non-state actors yang juga dapat menyewakan jasa pengiriman botnets untuk melakukan cyber attack yang merusak jaringan di Indonesia ataupun negara lainnya.

Dalam publikasi khusus Nanyang Technological University, Singapura Nomor: 141/2013 tanggal 29 Juli 2013 yang berjudul "Indonesia: New Haven for Cybercriminals?" yang ditulis Senol Yilmaz (an Associate Research Fellow at the Centre of Excellence for National Security (CENS) the S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University) mengatakan, ada kemungkinan kalangan hacker dan kriminal dari negara lain menggunakan rute jalur komunikasi Indonesia untuk menyembunyikan identitas aslinya dan mempersulit aparat penegak hukum untuk menuntut mereka yang berada di luar negeri.

Menurut Senol, lalulintas "jahat" internet tersebut dinamakan "botnets" atau jaringan komputer yang sudah terinfeksi virus yang dikirimkan hacker melalui email atau file-file yang ada di situs berita. Para ahli komputer menyebut hal ini dengan "zombies", sedangkan kelompok hacker atau penjahat internet menyebutnya dengan "botmaster".

Teknis dan Politis

Secara teknis, dugaan maraknya cyberc riminals di Indonesia disebabkan karena ada serangan virus dalam bentuk "botnets", "malware", dan lain-lain yang diperkirakan sangat mudah dilakukan. Karena cyber infrastruktur di Indonesia yang tidak terlalu kuat, sehingga Internet Service Providers (ISPs) mudah diserang hacker ataupun kelompok kriminal, baik untuk tujuan politis ataupun untuk pemerasan ekonomi.

Untuk itu, perlu dilakukan kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta untuk menciptakan ISPs yang dapat mendeketksi secara dini adanya komputer yang sudah terinveksi virus atau pun terjadinya aktivitas malicious cyber. Beberapa negara telah memperkuat sistem ISPs nya, seperti Jerman melalui proyek "The German Anti-Botnet" dan Australia melalui proyek "The Australian Internet Security Initiative". Di samping itu, perlu pula dikampanyekan sikap waspada menghadapi infeksi komputer dan mempersiapkan langkah antisipasinya.

Secara non teknis atau politis, adanya dugaan maraknya cyber criminals di Indonesia harus segera direspons pemerintah Indonesia, setidaknya untuk dua tujuann, yaitu tuntutan pihak internasional serta keamanan nasional Indonesia sendiri. Kegiatan cyber criminals yang menggunakan jalur internet di Indonesia, walaupun kebanyakan pelakunya bukan WNI juga akanmembawa image negatif bagi Indonesia di kalangan negara tetangga. Disamping itu, Indonesia kemungkinan dapat dikenakan sanksi hukum terhadap negara yang terkena cyber criminals melalui jalur internet Indonesia, karena sudaj ada hukum internasional terkait cyber warfare. (Otjih Sewandarijatun/mar)

Otjih Sewandarijatun adalah penulis, analis di Lembag aAnalisaPolitik dan Demokrasi, serta pewarta warga.

Mulai 6 November-15 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Jika Aku Punya Startup". Dapatkan 3 tiket masuk ke acara Startup Asia Jakarta 2013, yang masing-masing tiketnya bernilai Rp 3,3 jutaan ditambah merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini