Sukses

Umat Muslim, Hindu, Kristen Bentuk Rantai Manusia Lindungi Gereja

Sebagai respons atas serangan teror terhadap Gereja All Saints di Peshawar yang menewaskan lebih dari 80 orang.

Umat Islam, Kristen, Hindu, ulama, pendeta, perempuan bercadar, yang mengenakan sari, anggota parlemen anak-anak, mereka yang berbeda latar belakang, saling bergandengan tangan membentuk rantai manusia di depan Our Lady of Fatima Church, sebuah gereja yang terletak di Sector F-8/4, ibukota Islamabad, Pakistan. Total ada 300 orang.

Tak sekadar berkumpul, hal yang mereka lakukan adalah pesan pada elemen kelompok radikal: mayoritas rakyat Pakistan menentang kekerasan terhadap komunitas Kristiani.

Gerakan masyarakat sipil dengan slogan 'Pakistan for All (PFA)' -- Pakistan untuk semua, juga dilakukan sebagai respons atas serangan teror terhadap Gereja All Saints di Peshawar, Minggu 22 September 2013, yang menyebabkan lebih dari 80 jemaah tewas dan 150 lainnya cedera. Rantai manusia sebelumnya juga dibentuk di Karachi dan Lahore.

"Mereka yang menebar ketakutan dan kekerasan telah salah paham terhadap kesejatian ajaran Islam," kata salah satu ulama yang berpartisipasi dalam gerakan itu, Maulana Hassan, seperti dimuat The Express Tribune, Senin (14/10/2013). Ajaran Islam, juga teladan Nabi Muhammad, menyerukan perlindungan bagi minoritas.

Adanya misinterpretasi membuat sejumlah umat justru menjadi intoleran. "Dibutuhkan studi Al Quran yang lebih holistik," tutur dia.

Maulana Agha Asif Wahidi, pemuka agama Islam lain, menyesalkan perilaku para teoris. Ia juga menyinggung frustasi banyak orang terhadap ketidakmampuan pemerintah menanggulangi terorisme, memperkuat perdamaian, dan meningkatkan keamanan. Pemerintah dianggap gagal melindungi warganya.

Sementara, wakil ketua Hindu Rights Movement, Ashok Chand dan Pendeta Rahmat Michael Hakim, juga menekankan pentingnya perdamaian dan toleransi.

Salah satu jemaat gereja, Rubina Teressa mengaku dicekam ketakutan pascaledakan bom di Peshawar.

"Kami beribadat seminggu sekali," kata dia menahan tangis. "Tak seharusnya umat pergi beribadah sambil berpikir, itu akan menjadi saat terakhirnya."

Senada dengan Teressa, Jibran Nasir, penggagas gerakan mengatakan, sudah saatnya rakyat Pakistan bergerak. "Yang saya takutkan, jika kita tak berbuat apapun, suatu hari nanti akan tiba giliran kita. Bisa-bisa kita tewas saat sedang tidur," kata dia.



Pengeboman Gereja All Saint disebut sebagai serangan terbutuk pada umat Kristiani di Pakistan. Dua pembom bunuh diri meledakkan diri saat para jemaat keluar dari gereja bersejarah, All Saints, setelah menghadiri peribadatan Minggu. Ledakan di tengah kerumunan itu lah yang mengakibatkan kematian massal.

Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif mengutuk keras insiden tersebut dan berdoa bagi kesembuhan mereka yang terluka. Dan, PM Sharif menegaskan, "terorisme tak punya agama" -- tak identik dengan salah satu agama. (Ein/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.