Sukses

Keluarga Aquino, Sejarah Dimulai dari Pembunuhan di Bandara

Ninoy Aquino dibunuh di Bandara Manila. Segera saja keluarga ini menjadi ikon politik terpenting di Filipina.

Benigno "Ninoy" Aquino Jr tersenyum. Tiga tentara Filipina menghampirinya di kabin pesawat China Airlines yang baru mendarat di Bandara Manila. Terjadi perbincangan sejenak lalu Ninoy didampingi saat keluar.

Kerabat dan para jurnalis yang mengikuti perjalanan pulang pemimpin oposisi itu pada 21 Agustus 1983 tersebut diminta tetap di kursi. Tapi, mereka bersikeras ikut keluar. Aksi dorong-mendorong tak terhindarkan. Mereka tertinggal.

Beberapa detik setelah Ninoy melewati pintu pesawat...doorrr. Seisi pesawat langsung heboh. Dua letusan senjata menyusul. Orang-orang tak sabar menuju keluar.

Di dekat tangga pesawat, dua tubuh tergeletak. Satu sosok mengenakan kemeja biru, dan kemudian dikenali sebagai Rolanda Galman. Satu lagi, berkemeja putih, adalah...Ninoy. Keduanya sudah tak bernyawa.

Pemerintahan Ferdinand Marcos menyebut Galman sebagai pelaku. Namun, banyak kalangan percaya rezim itu menjadi dalang pembunuhan.

Ninoy pulang setelah bermukim selama 3 tahun di Amerika Serikat. Pada awal 1980, di sel penjara sebagai tahanan politik, Ninoy terkena serangan jantung. Lewat negosiasi alot, Ninoy bisa menjalani operasi jantung di Amerika Serikat.

Ia tak langsung kembali, menerima tawaran fellowship dari Universitas Harvard and Massachusetts Institute of Technology. Ia memberikan kuliah, menulis 2 buku, dan terus melancarkan kritik terhadap Rezim Marcos.

Ninoy tewas meninggalkan istrinya, Corazon Sumulong Cojuangco atau Cory, dan 5 anak. Cory menjadi presiden setelah Marcos jatuh. Salah satu anak mereka, Benigno Aquino III, sekarang menjadi orang nomor satu negera tersebut. Ini dinasti politik paling berkilau di Filipina.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman


Benigno "Ninoy" Aquino Jr

Ninoy lahir sebagai anak keluarga tajir pada 27 November 1932. Keluarga itu dikenal sebagai tuan tanah, pemilik puluhan ribu hektare lahan perkebunan. Ayahnya, Benigno S. Aquino, Sr. (1894–1947), adalah juru bicara Parlemen di masa kekuasaan Jepang di Perang Dunia ke-2.

Pada 1954, di usia 21, Ninoy mulai belajar hukum di University of the Philippines. Di kampus ini, ia mengenal seorang senior yang kelak menjadi lawan politiknya: Ferdinand Marcos. Pada tahun itu ia juga menikahi Cory, anak seorang bankir.

Setahun kemudian, Ninoy terpilih sebagai walikota Conception, ibukota provinsi kelahirannya yaitu Tarlac. Kariernya melesat kencang: menjadi wakil gubernur Conception pada usia 27, menjadi gubernur pada usia 29, sekretaris jenderal Partai Liberal Filipina di usia 33. Akhirnya, di usi 34, Ninoy menjadi senator termuda.

Sejak menjadi senator, Ninoy lantang mengkritik Marcos terkait politik 'tangan besi' dan korupsi. Ninoy juga menyoroti sang First Lady, Imelda, yang bergaya hidup super-mewah. Menariknya, di masa sekolah, dua orang ini pernah pacaran meski singkat.  

Pada 21 September 1972, Marcos memberlakukan keadaan darurat di Filipina. Para pemimpin oposisi dicokok, termasuk Ninoy. Ia menghadapi tuduhan pembunuhan dan melawan pemerintahan yang sah di pengadilan militer.

Ninoy terus melawan. Tak terima disidang secara militer, pada April 1975, Ninoy melakukan mogok makan. Setelah 40 hari, aksi itu diakhiri. Pengadilan berjalan lambat dan ia baru divonis pada 25 November 1977. Vonisnya: hukuman mati.

Dari dalam penjara, Ninoy terus menggerakkan protes. Ia juga mendirikan partai politik baru yang dinamakan Kekuatan Rakyat atau Lakas ng Bayan Party--disingkat LABAN.  

Dukungan terus mengalir. Ninoy menjadi sangat populer di mata rakyat yang muak dengan rezim Marcos.

Lalu, datanglah serangan jantung itu. Ia tak mau dioperasi di Filipina, khawatir dibunuh saat operasi. Ninoy mengajukan permintaan agar diizinkan pergi ke AS.

Secara mengejutkan, pada 8 Mei 1980, Imelda Marcos mengunjungi Ninoy di rumah sakit. Wanita itu mengatakan, izin bisa diberikan dengan 2 syarat. Pertama, Ninoy harus berjanji segera pulang setelah urusan kesehatan kelar. Kedua, Ninoy mesti berjanji tak menjelek-jelekkan pemerintahan Marcos. Pada malam itu juga, Ninoy dan keluarganya terbang ke Dallas, Texas.

3 dari 5 halaman


Corazon Aquino

Cory dilahirkan di Cojuangco, Tarlac, pada 25 Januari 1933, dari keluarga petani gula kaya. Menikmati pendidikan di AS, ia tak bercita-cita jadi seorang politisi. Semua berubah saat ia berjumpa dan menikah dengan Ninoy.

Tiga hari setelah kematian Ninoy pada 21 Agustus 1983, Cory tiba di Manila untuk mengikuti prosesi pemakaman suaminya. Cory bergabung dengan dua juta orang lain dalam acara tersebut.

Segera, api kemarahan publik terpantik. Rangkaian demo anti-Marcos berlangsung. Pada November 1985, Cory menyerukan digelarnya pemilu presiden. Dalam pemilihan yang digelar 7 Februari 1986, Marcos dinyatakan menang. Tapi pers, pengamat asing, dan pemimpin gereja seperti Kardinal Jaime L. Sin menyatakan terjadi kecurangan besar-besaran.

Hasil pemilu menjadi polemik. Perkembangan berarti terjadi ketika beberapa petinggi militer termasuk Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Wakil Kepala Staf Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Fidel Ramos, menyatakan melawan Marcos.

Dipicu peristiwa ini, turunlah masyarakat Filipina ke jalan menentang rezim Marcos. Saat perlawanan meluas, Cory tetap mengaku buta politik. Ia bilang, "Saya tidak tahu apa-apa soal kursi presiden."

Aksi ini dikenal sebagai People Power. Aksi berpuncak pada 25 Februari 1986, saat Mahkamah Agung Filipina melantik Cory sebagai Presiden Filipina ke-11.

Marcos tidak mau mengalah. Ia menggelar acara serupa di Istana Malacanang. Sia-sia belaka. Terlebih, Amerika Serikat tak lagi bersemangat mendukung. Beberapa jam kemudian, Marcos terbang Honolulu, Hawaii.

Selama memerintah sampai 1992, ia mengeluarkan sejumlah kebijakan kontroversial. Banyak yang tidak puas terhadap pemerintahannya. Reaksi ketidakpuasan paling ekstrem diperlihatkan Kolonel Gregorio 'Gringo' Honasan yang melancarkan kudeta meski kandas.

Sejumlah program Cory dianggap gagal. Salah satu kegagalannya adalah program reformasi pertanahan. Beberapa keluarga kaya, termasuk keluarga Aquino, menguasai sampai ratusan ribu hektare tanah perkebunan. Sementara, puluhan ribu petani tak punya lahan.

Pada Juli lalu, Mahkamah Agung Filipina memutuskan perkebunan Haciend Luisitas milik keluarga Aquino seluas 4.300 hektar  dijual ke pemerintah, yang akan menjualnya kepada para petani dengan skema kredit berbunga rendah.

Anak Cory, Benigno "Noynoy" Aquino III, yang harus melaksanakan putusan tersebut.

4 dari 5 halaman


Benigno "Noynoy" Aquino III

Ketika pasukan Kolonel Gregorio 'Gringo' Honasan merangsek ke Istana Malacanang. Noynoy ikut menjadi korban. 5 peluru masuk ke tubuhnya, termasuk ke leher yang tak diambil sampai sekarang. 3 pengawalnya tewas. Noynoy, secara mengejutkan, selamat.

Insiden itu ditambah kematian ayahnya, Ninoy, membuat dirinya memutuskan diri untuk menjauhi politik. Namun, trauma itu perlahan-lahan pupus. Trah Aquino agaknya ditakdirkan selalu bersinggungan dengan politik.

40 hari setelah kematian ibunya pada 1 Agustus 2009, Noynoy mendeklarasikan diri maju pada pemilihan presiden 2010. Deklarasi dilakukan di Filipino Club, tempat Cory dilantik sebagai presiden pada 1986.

Saat diwawancarai ABC News, Februari 2010, Noynoy mengatakan, "Tujuan personal saya adalah menunjukkan betapa serius upaya kami dalam memberantas korupsi." Kira-kira sama dengan ayahnya yang gencar menyoroti masifnya korupsi di masa Marcos.

Ketika akhirnya terpilih, Noynoy tak mengingkarinya. "Filipina punya sejarah korupsi dan tidak transparan, sampai-sampai pemerintah sangat sulit mencegahnya dan akhirnya kesulitan untuk mengentaskan kemiskinan," kata dia saat ditemui di acara CEO Summit, Nusa Dua, Bali, Minggu 6 Oktober 2013.

Kasus korupsi pernah menjerat mantan orang nomor satu di Filipina, yakni Joseph Estrada, yang menjabat sebagai presiden periode 1998-2001. Nilai korupsi Estrada diperkirakan sekitar US$ 80 juta. Pada 2007, ia dijatuhi penjara seumur hidup.

Lahir di Manila pada 8 Februari 1960, Noynoy mendapat gelar sarjana ekonomi dari Universitas Ateneo de Manila. Saat Ninoy dioperasi jantung di AS, ia turut menyertai.  

Ia kembali ke Filipina pada 1983 tak lama setelah pembunuhan ayahnya dan bekerja di sejumlah perusahaan swasta. Pada 1998, Noynoy terpilih menjadi anggota Kongres. Pada 2007, ia terpilih menjadi senator.

Kendati digambarkan kurang karismatik dan kinerjanya tidak menonjol sebagai anggota Kongres dan Senat, pada 2010, ia terpilih menjadi presiden. Citra dirinya yang bersih dan nama Aquino dipercaya mendongkrak elektabilitasnya.

5 dari 5 halaman


Paolo Benigno “Bam” Aguirre Aquino IV

Sesudah Noynoy, keluarga itu tak kehabisan penerus. Ada Paolo Benigno “Bam” Aguirre Aquino IV. Ia adalah adalah putra Paul Aquino, adik bungsu Ninoy alias sepupu Noynoy. Pada usia 7 tahun, ia telah menyampaikan orasi pertemuan-pertamuan politik, tak lama setelah pamannya terbunuh.

Lahir pada 7 Mei 1977, Bam kini adalah seorang senator. Sebelumnya, ia banyak bergiat di pengembangan kewirausahaan sosial dengan membantu perusahaan-perusahaan yang baru didirikan.

Banyak kalangan percaya, di Filipina, nama besar keluarga dan sokongan finansial sangat penting untuk berkecimpung dalam politik. Manuel "Manny" Bamba Villar, Jr. adalah salah satu dari beberapa senator yang bukan dari keluarga terkenal. Pernah miskin, kini ia pengusaha sukses.

Kepada BBC, Manny menyatakan, uang sangat penting dalam kampanye. Namun, ia percaya, nama keluarga jauh lebih penting ketimbang uang. "Anda bisa menjadi hebat, tapi saya tidak berpikir Anda bisa menjadi presiden jika bukan anggota dari salah satu keluarga itu," katanya.

Beberapa usaha dilakukan. Misalnya, mengesahkan RUU Dinasti politik. Tapi, selalu saja kandas di legislatif. RUU itu, kurang lebih, mengatur supaya pasangan, anak, atau kerabat dekat seorang pejabat publik tak bisa mencalonkan diri atau diangkat untuk jabatan publik di provinsi yang sama.

Bam sendiri mengakui saudara-saudaranya sangat membantu saat ia mencalonkan diri sebagai senator. Dinasti politik masih tak terelakkan di sana. (Yus)






* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini