Sukses

Tim Peneliti AS Beber Keberadaan `Monster` Bigfoot

Para ahli telah mengeluarkan dana sebesar US$ 500 ribu atau Rp 5,75 miliar untuk mencari Bigfoot.

Bigfoot selama ini dianggap sebagai kombinasi dari cerita rakyat, kesalahan identifikasi, dan tipuan alias hoax. Namun, Selasa kemarin, tim peneliti membeberkan apa yang mereka klaim sebagai bukti keberadaan makhluk yang juga disebut sebagai Sasquatch itu.

Dalam konferensi pers di Texas, sekelompok ahli memutar sejumlah klip pendek, yang mereka deskripsikan sebagai "video HD yang belum pernah disaksikan sebelumnya" yang menampilkan makhluk serupa kera.

Makhluk dalam video klip pendek, kasar, dan tak fokus itu, terlihat seperti manusia, seperti figur berbulu yang bergerak di antara pepohonan di area Kentucky.

Di tengah sikap publik yang skeptis soal mahluk 'monster' itu , para ahli yang tergabung dalam The Sasquatch Genome Project telah mengeluarkan dana sebesar US$ 500 ribu atau Rp 5,75 miliar untuk mengumpulkan data dan bukti selama 5 tahun.

"Ini adalah studi yang serius," kata Dr Melba Ketchum kepada  WFAA, seperti dimuat Daily Mail, Rabu (2/10/2013). Ia adalah seorang ahli forensik yang mau jadi pemimpin proyek karena mengaku terkesan dengan bukti-bukti yang ada.

Salah satu rekaman bukti yang didapatkan tim berasal dari The Erickson Project, yang diketuai Adrian Erickson. Kelompok tersebut mengklaim memiliki bukti definitif juga DNA dari Sasquatch.

Salah satunya adalah video pendek dari tahun 2005, yang menunjukkan makhluk diduga Bigfoot betina sedang tidur. Versi rekaman yang lebih panjang akan dirilis kemudian sebagai bagian dari film dokumenter.

"Kami telah mendapatkan pengalaman yang mengubah hidup kami," kata peneliti Dennis Pfohl, saat menunjukkan foto jejak kaki yang ia yakini sebagai Bigfoot.

Pengumuman tim peneliti dilakukan seminggu setelah peluncuran peta baru yang menunjukkan titik-titik lokasi di mana penampakan Bigfoot dilaporkan selama kurun waktu 92 tahun.

Kandidat doktor Josh Stevens sebelumnya memetakan 3.313 titik yang dilaporkan menjadi lokasi penampakan Bigfoot sejak 1921. Peta dan data yang dikumpulkan Bigfoot Field Researchers Organization, salah satunya menunjukkan, Bigfoot dilaporkan muncul 3 kali lebih banyak di Missouri ketimbang Kansas.

Dalam situsnya, Stevens menjelaskan, peta bikinannya sekilas seperti peta penyebaran penduduk. Itu masuk akal, sebab, daerah yang lebih banyak penduduknya makin banyak melaporkan penampakan makhluk berbulu itu.

"Namun ada juga daerah yang penduduknya jarang namun penampakan dilaporkan cukup sering." Sebagian besar laporan penampakan Bigfoot datang dari wilayah AS. Padahal makhluk itu juga dilaporkan ada di sejumlah tempat lain di dunia. Dikenal sebagai Yeti di Tibet dan Nepal, Yeren di China, dan Yowie di Australia.

Pesawat Pencari

Meski banyak yang menganggapnya sekadar mitos, sejumlah orang serius untuk mengungkap keberadaan Bigfoot.

Pada 2012, sebuah perusahaan Amerika Serikat, Falcon Project, berencana menggunakan pesawat 'siluman' yang dikendalikan dengan remote control untuk memburu jejak monster itu di pegunungan California, lokasi yang kerap dilaporkan penampakannya.

Pesawat helium yang dilengkapi kamera inframerah yang sensitif dengan suhu (thermal imaging) dan kamera nirkabel beresolusi tinggi ditugaskan untuk mendekati dan mengobservasi Bigfoot tanpa mengganggu atau meminimalisasi gangguan pada mahluk tersebut.

"Pesawat Aurora Mk II menawarkan keunggulan di atas helikopter atau platform pesawat bersayap lainnya, yakni bisa bekerja secara sembunyi-sembunyi dan kemampuan manuvernya yang unggul," demikian klaim perusahaan tersebut.

Aurora adalah pesawat tak berawak ganda yang bisa bergerak dengan kecepatan 35-45 mil per jam, mampu bermanuver untuk melacak mahluk yang bergerak cepat. Ini cara yang relatif logis mengingat pengejaran di darat selalu berakhir dengan kegagalan.

Falcon Project didirikan oleh pengeruk emas, William Barnes, yang mengklaim pernah melihat Bigfoot pada tahun 1997. Ia berharap bisa mengumpulkan bukti meyakinkan tentang keberadaan monster itu, berupa rekaman makhluk itu di habitatnya. (Ein/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.