Sukses

Tragis! Pria Kebal HIV/AIDS Bunuh Diri karena Rasa Bersalah

Stephen Crohn punya tubuh yang luar biasa. Ia kebal HIV/AIDS, kondisi yang membantu dokter dan ilmuwan menemukan terobosan medis.

Stephen Crohn punya tubuh yang luar biasa, yang mampu membuat para dokter dan ilmuwan terpana: ia kebal terhadap HIV/AIDS.

Stephen bahkan dijuluki  'The Man Who Can't Catch AIDS' -- pria yang tak bisa mengidap AIDS oleh The Independent pada 1996. Kekasih sesama jenisnya, dan sejumlah temannya meninggal akibat penyakit tersebut, namun ia tetap hidup dan sehat.

Dengan berani, ia bahkan merelakan sel darah putihnya terpapar HIV. Namun, dokter tak bisa menginfeksinya, meski pada konsentrasi ribuan kali lebih kuat dari apa pun yang bisa terjadi di luar tabung reaksi.

Namun, Stephen akhirnya memutuskan mengakhiri hidupnya. Ia bunuh diri pada 23 Agustus 2013 lalu. Di usia 66 tahun.

"Kakak lelakiku melihat rekan-rekan di sekitarnya sekarat lalu meninggal, tapi ia selamat," kata adiknya, Amy Crohn Santagata seperti dimuat Daily Mail, Senin (16/9/2013).

"Dia merasa bersalah karenanya, ia menjadi satu-satunya orang yang selamat. Ia kerap berkata, 'pasti ada alasannya'."

Amy menambahkan, kakaknya adalah sosok luar biasa karena kekebalan tubuhnya itu. "Tapi sebaliknya, ia manusia biasa." Stephen menderita depresi dalam dekade terakhir.

Stephen tak hanya dikenal sebagai orang yang kebal dari HIV/AIDS. Ia juga seorang pelukis produktif, pematung, editor, dan bekerja sebagai pekerja sosial di New York.

Kematian Demi Kematian

Kekasih sejenis Stephen, pesenam tampan Jerry Green, termasuk orang pertama yang meninggal akibat AIDS pada 1982 -- setelah terinfeksi pada 1978.

Stephen merawat kekasihnya yang kehilangan bobot tubuh sampai hampir 14 kilo, menjadi buta, dan 'dimakan' oleh penyakit misterius tersebut -- yang dulu belum dikenal luas.

Tahun demi tahun, sejumlah teman dekat pasangan tersebut meninggal karena AIDS, namun Stephen tak pernah terinfeksi. Padahal, ia terus berhubungan seksual dengan beberapa di antaranya, tanpa melakukan pencegahan khusus.

Saat menyadari, tubuhnya berbeda, Stephen menjadi relawan, bekerja sama dengan para dokter, untuk mengungkap mengapa hal tersebut bisa terjadi.

"Aku tak bisa menginfeksinya dengan sel CD4 ," kata Dr Bill Paxton yang saat itu bekerja di Aaron Diamond AIDS Research Center di New York. "Aku belum pernah melihat hal tersebut sebelumya."

Bertahun-tahun kemudian, para peneliti berhasil menguak misteri tersebut. Virus HIV masuk ke dalam sel darah putih melalui dua reseptor. Bedanya, reseptor kedua Stephen cacat karena kelainan genetik.

Dr Paxton mengaku, ia bersahabat dengan Stephen selama bertahun-tahun. "Ia jenis orang yang masuk ke dalam ruangan dan bisa menghidupkan suasana," kata dia. "Padahal, aku ingin meneleponnya akhir pekan ini."

Kurang dari 1 Persen

Anomali seperti ditemukan dalam tubuh Stephen ditemukan kurang dari 1 populasi dunia. Itulah yang menyelamatkan nyawanya.

"Kontribusinya terhadap pengetahuan medis sangat luar biasa, kata Dr Bruce D. Walker, Direktur Ragon Institute of Massachusetts General Hospital, MIT, and Harvard, kepada The Times.

Penelitian yang didasarkan pada sel darah Stephen menghasilkan obat maraviroc yang menghambat reseptor CCR5. Mencegah infeksi menyebar sekali pasien terkena HIV.

Bahkan, menurut The Times, seperti dimuat Liputan6.com seorang pasien AIDS secara efektif telah sembuh pada 2006, berkat menerima transplantasi sumsum tulang dari donor yang mengalami mutasi serupa dengan Stephen. (Ein/Yus)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini