Sukses

Ahli Waris Keraton Tuntut Provinsi Daerah Istimewa Surakarta

Maksud dari pembentukan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) bukan untuk kekuasaan. Tetapi lebih pada pemeliharaan kebudayaan.

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Pemohon meminta agar wilayah Surakarta dikeluarkan dari Provinsi Jawa Tengah dan dibentuk provinsi sendiri.

Salah satu Pemohon, Boyamin Saiman mengatakan, maksud dari pembentukan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) bukan untuk kekuasaan. Tetapi lebih pada pemeliharaan kebudayaan.

"Bukan untuk kekuasaan maksimal seperti negara dalam negara. Kita hanya butuh pemerintahan yang minimalis di bidang kebudayaan," kata Boyamin di Gedung MK, Jakarta, Rabu (11/9/2013).

Boyamin menerangkan, dengan memiliki pemerintahan istimewa, Solo nantinya bisa jadi lebih fokus memelihara kebudayaan yang sudah ada di sana. Sehingga, nantinya anggaran yang diperuntukan untuk DIS bisa digunakan untuk hal tersebut.

"Misalnya lembaga ketoprak itu bisa dihidupkan di Solo. Wayang orang juga begitu, padepokan seni, seperti ada Taman Budaya Jawa Tengah yang dulu semarak sekarang mulai sepi peminatnya," ujar dia.

"Jadi hanya pada posisi itu. Tidak pada posisi mengada-ada. Sebenarnya ini ada provinsi khusus yang berkaitan dengan kebudayaan. Soal nanti kepentingan umum seperti sekolahan dan segala macam biar nanti kabupaten kota yang ada di situ yang kelola," katanya.

Untuk itu, Boyamin sekali menegaskan, maksud pembentukan DIS itu lebih mengagendakan kerja di bidang kebudayaan. Bukan kekuasaan feodal seperti zaman kerajaan dulu.

"Jadi ini kebudayaan dipelihara agar lebih hidup lagi. Jangan sampai nanti lama-lama hilang," ujar Boyamin.

Ahli waris dinasti Keraton Surakarta menggugat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Gray Koes Isbandiyah (putri kandung dari Susuhan Paku Buwono XII) selaku Pemohon I serta suaminya KP Dr Eddy S Wirabhumi SH MM, yang merupakan ketua Umum Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (PaKaSa) selaku Pemohon II.

Mereka menguji Bagian Memutuskan angka I dan Pasal 1 ayat (1) UU Pembentukan Provinsi Jateng.

Pemohon I merasa telah kehilangan haknya sebagai salah satu ahli waris untuk mengelola dan/atau mengatur tanah-tanah Karaton Surakarta sehingga berdampak pula terhadap kewibawaan serta status sosial dan keluarga dan keturunan Keraton Surakarta.

Sedangkan pemohon II merasa dirugikan oleh UU Pembentukan Jateng ini karena tidak dapat melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa dari Keraton Surakarta yang merupakan tujuan didirikannya PaKaSa.

Bunyi Bagian Memutuskan angka I UU Pembentukan Provinsi Jateng: "Menghapuskan Pemerintahan Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta, serta membubarkan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Karesidenan-Karesidenan tersebut".
Sedangkan Pasal 1 ayat (1) UU Pembentukan Provinsi Jateng: "Daerah jang meliputi Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta ditetapkan mendjadi Propinsi Djawa Tengah".

Menurut para Pemohon, Daerah Istimewa Surakarta (DIS) merupakan salah satu daerah/kerajaan yang mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat istimewa yang secara historis dilindungi oleh konsitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini dibuktikan dengan, diantaranya pengecualian keberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah dan pengakuan daerah istimewa Surakarta melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Derah.

Pemohon juga menilai penghapusan dan penggabungan Status Surakarta sebagai Daerah Istimewa ke dalam Provinsi Jawa Tengah melalui diundangkannya UU Pembentukan Provinsi Jateng yang secara eksplisit ditentukan oleh Bagian Memutuskan angka I dan Pasal 1 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 karena ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945.

Pemohon meminta MK menyatakan Bagian Memutuskan angka I UU Pembentukan Provinsi Jateng sepanjang frasa "dan Surakarta" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (Ary/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini