Sukses

Blok G Tanah Abang, Berbau Busuk dan Jadi Tempat Mesum

Banyak kios yang tertutup rapat. Hampir tidak ada aktivitas jual beli. Suasana pun sedikit mencekam, karena pencahayaan yang sangat kurang.

Jalan Kebon Jati, Tanah Abang, hiruk-pikuk oleh pedagang kaki lima (PKL) yang sedang melayani pembeli. Para PKL tersebut berjualan di jalanan yang seharusnya menjadi hak kendaraan bermotor. Mereka juga tahu Gubernur DKI Joko Widodo mau menertibkan mereka.

Tepat di seberang para PKL itu, berdiri bangunan tiga lantai dengan cat, didominasi warna biru dan putih, yang sudah mulai terkelupas dan kusam warnanya. Ya, bangunan itu adalah Pasar Blok G, pasar yang diproyeksi menjadi tempat penampungan para PKL (khusus pemegang KTP Jakarta).

Berdasarkan informasi dari salah seorang PKL yang berjualan peralatan salat, yakni Jawari (65), Pasar Blok G tidak layak dijadikan tempat untuk berbisnis. Liputan6.com pun mencoba melihat langsung seperti apa Pasar Blok G tersebut.

Pantauan Liputan6.com, di Pasar Blok G, Tanah Abang, belum masuk ke dalam bangunan tersebut, sudah tercium bau tidak sedap yang menusuk hidung. Terlihat bau tersebut berasal dari air got yang meluap karena aliran air di pasar tersebut mampet.

Yana, penjual suvenir mengatakan sudah sejak lama aliran air di pasar tersebut mampet. "Di bagian belakang, ada tempat jagal (pemotongan hewan). Tiap sore mereka bersih-bersih dan buang air itu ke got, jadinya mampet," ungkapnya. Minggu (23/6/2013).

Tidak jauh dari kios Yana, terdapat 1 pompa yang sedang bekerja, menyedot air hitam yang keluar dari got. "Kan kemarin banjir, di sini susah surut karena mampet," imbuhnya.

Kemudian, memasuki bangunan tersebut, setelah bau amis, terlihat banyak kios yang tertutup rapat. Hampir tidak ada aktivitas jual beli. Suasana pun sedikit mencekam, karena pencahayaan yang sangat kurang, dan kotoran di mana-mana.

Melanjutkan ke lantai 2 Pasar Blok G Tanah Abang, terdapat sebuah tangga yang terbuat dari bahan semacam besi, cukup karatan, dan harus kita pijaki satu per satu. Tiap kaki melangkah, terdengar suara berdenyit dari tangga itu. Pemandangan di atas tidak ubahnya dengan keadaan di lantai 1, sepi aktifitas, kios-kios tertutup, dan gelap.

Salah satu pedagang yang membuka kiosnya adalah Mohammad Ismail. Pedagang yang berjualan baju olahraga itu menjelaskan keadaan di Blok G ini memang tidak seramai di pinggir jalanan. "Blok G ini sudah dari zaman Foke. Niatnya memang untuk menertibkan yang di bawah (PKL yang berjualan menutupi jalanan), dulu di sini ramai awalnya. Tapi karena sepi, orang-orang pada balik ke jalanan," tuturnya.

Ismail menambahkan dirinya masih bertahan karena sudah membayar sewa sejak pertama kali  pindah. "Di sini bayar tapi tidak seberapa, dapat kios. Kalau di bawah bayar ke preman, buat uang kebersihan," paparnya.

Selain itu, ada salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya mengatakan alasan lain para PKL tidak mau pindah ke Blok G. "Di lantai 3 (Blok G) itu biasanya jadi tempat nongkrong preman, tempat mereka minum-minum sama perempuan nakal," katanya.

Ketika dilihat ke lantai 3, memang tidak tampak ada satu pun kios yang buka. Suasananya benar-benar senyap, sangat berbeda dengan keadaan di lantai 1 dan 2.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sempat mengatakan solusi untuk menertibkan PKL di Tanah Abang dengan cara memindahkan mereka ke Blok G. Namun, yang bisa menempati Blok G hanya mereka yang memiliki KTP Jakarta.

Direktur Utama PD Pasar Jaya, Djangga Lubis, mengungkapkan Blok G hanya bisa menampung 1.200 PKL. (Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.