Sukses

Akhirnya Terkuak! Pelecehan Seksual Anak Mesir 2 Ribu Tahun Lalu

Kondisi jasad anak kecil di "Pemakaman 519" membuat para arkeolog curiga. Kejahatan seksual terendus.

Tidak ada modus kejahatan yang sempurna. Kebenaran pasti akan terkuak, meski harus menunggu ribuan tahun lamanya. Seperti ditunjukkan kerangka seorang anak berusia 2-3 tahun yang ada di sebuah pemakaman di Oasis Dakhleh, Mesir.

Tulang belulang dari periode Romano-Kristen itu menjadi bukti terjadinya sebuah kejahatan. Bocah itu, yang hidup 2.000 tahun lalu tersebut menjadi korban pelecehan seksual, sedikit yang tercatat dalam dokumen arkeologi. Kasusnya adalah yang pertama yang ditemukan di Mesir.

Oasis Dakhleh adalah satu dari tujuh oase di Gurun Barat, Mesir. Situs itu telah ditinggali manusia secara terus-menerus sejak era Neolitik. Membuatnya menjadi fokus sejumlah penyelidikan arkeologis, demikian ujar peneliti utama, Sandra Wheeler, bioarkeolog dari University of Central Florida.

Pekuburan di sana memberi kesempatan pada para ilmuwan untuk melihat keunikan kehidupan awal masuknya agama Kristen di Mesir.

Secara khusus di pemakaman yang disebut Kellis 2, yang terletak di Kota Kellis, barat daya Kairo, mencerminkan praktek penguburan mayat Kristen. "Salah satunya, alih-alih memisahkan jasad anak, setiap orang dimakamkan di area sama -- yang tak biasa dilakukan di masa itu," kata Sandra Wheeler, seperti dimuat LiveScience 28 Mei 2013. Berdasarkan metode penanggalan menggunakan karbon radioaktif dari kerangka menunjukkan, pemakaman digunakan antara tahun 50-450 Masehi.

Dan ketika para ahli meneliti "Pemakaman 519", yang berisi jasad anak-anak, awalnya mereka tidak menemukan hal aneh. Hingga seorang peneliti Tosha Duprasbegan, menjumpai retakan tulang di lengan sang anak.

"Dia berpikir, 'ini sangat aneh!' Lalu, Tosha juga menemukan retakan yang lain pada tulang selangka," kata Wheeler. "Kami pernah menemukan kerangka anak dengan trauma pada tulang selangka, namun hanya ini yang polanya ekstrem."

Tanda-tanda Pelecehan

Para peneliti pun memutuskan untuk secara khusus melakukan serangkaian tes pada kerangka yang dimakamkan di "Pemakaman 519", termasuk sinar-X, histologi -- studi mikroskopis jaringan dan analisis isotop.

Mereka menemukan sejumlah fraktur atau retakan tulang seluruh tubuh, di tempat-tempat seperti humerus (lengan bawah), tulang rusuk, panggul dan punggung.

Meski tak ada retakan yang bisa menentukan apakah penyebabnya adalah pelecehan seksual atau bukan, peneliti mendapatkan titik terang dari pola trauma. Luka yang dialami bocah malang itu berbeda-beda, terkait tahap penyembuhan. Mengindikasikan bahwa trauma yang ia alami bukan akibat sebuah kecelakaan.

Ini adalah penemuan menarik, meski tragis. Pelecehan anak dalam catatan arkeologi amatlah jarang. Salah satu alasan yang mungkin, Wheeler mengatakan, adalah bahwa arkeolog tidak benar-benar memberi perhatian terhadap kerangka atau jasad anak. Hingga 20 tahun lalu, saat diyakini jasad para bocah bisa memberitahu banyak hal tentang masa lalu.

Beberapa kasus diduga pelecehan anak sebelumnya didapat dari ekskavasi di Prancis, Peru dan Inggris, semua berasal dari Abad Pertengahan atau setelahnya. "Tentu saja, kasus kami memiliki konteks terbaik dari segi arkeologi dan analisis tulang," kata Wheeler.

Orang Mesir Sayang Anak

Dari 158 kerangka anak dan remaja yang digali dari Pemakaman Kellis 2, hanya  "Pemakaman 519"yang menunjukkan tanda-tanda trauma nonaccidental berulang.

Hal tersebut menunjukkan, pelecehan anak bukanlah sesuatu yang terjadi di seluruh masyarakat kala itu. Keunikan dari kasus tersebut mendukung keyakinan umum bahwa anak-anak merupakan bagian berharga dari masyarakat Mesir kuno.

Sebaliknya, meskipun orang Romawi sangat mencintai anak-anak, namun mereka percaya anak-anak dilahirkan rentan dan lemah. Adalah tugas orang tua untuk membentuk mereka menjadi dewasa.

Sehingga, praktek-praktek seperti hukuman fisik pun diterapkan, seperti mengikat bayi baru lahir pada papan kayu untuk memastikan pertumbuhan sesuai. Atau rutin memandikan anak kecil dalam air dingin, bukannya membuat mereka nyaman dengan air hangat.

"Kita tahu orang Mesir kuno benar-benar menghormati anak-anak," kata Wheeler. "Tapi kami tidak tahu berapa banyak ide-ide Romawi yang disaring ke masyarakat Mesir," tambahnya, menunjukkan bahwa pelecehan anak kasus yang unik mungkin adalah hasil dari pengaruh Romawi.

Penelitian ini akan diterbitkan dalam  International Journal of Paleopathology edisi mendatang. (Ein/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini