Sukses

Farhat Abbas Gugat Aturan Kolektif dalam UU KPK

Farhat menilai para pimpinan KPK tidak mengambil keputusan kolektif terkait kasus dugaan korupsi Hambalang.

Pengacara Farhat Abbas mengajukan permohonan gugatan uji materi Pasal 21 ayat 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Farhat menilai para pimpinan KPK tidak mengambil keputusan kolektif terkait kasus dugaan korupsi Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Selain Farhat, pemohon dalam permohonan ini adalah Narliz Wandi Piliang. "Para pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalitasnya dengan berlakuknya UU a quo," jelas Staf Humas MK Kencana Suluh Hikmah di Jakarta, Kamis (23/5/2013).

Kencana menerangkan, kerugian yang dimaksud adalah pengambilan keputusan yang diisyaratkan secara kolektif oleh para pimpinan KPK mengakibatkan proses yang cukup lama. Belum lagi pengambilan keputusan secara kolektif telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pemberantasan korupsi.

Kencana menjelaskan lebih jauh, para pemohon menilai materi muatan dalam ketentuan UU a quo tersebut mengandung kelemahan. Khususnya terlihat pada penanganan kasus proyek P3SON Hambalang. Menurut para pemohon, berdasarkan keterangan Wiwin Suwandi, mantan Sekretaris Ketua KPK Abraham Samad, dari lima pimpinan KPK terdapat satu pimpinan yang belum sepakat untuk meningkatkan status kasus tersebut ke level penyidikan.

"Alhasil, menurut para pemohon, hal itu menghambat Ketua KPK untuk mempercepat upaya pemberantasan korupsi," kata Kencana.

Berdasarkan dalil-dalil itu, lanjut Kencana, para pemohon memohon MK menyatakan materi muatan pasal 21 ayat 5 UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal 21 ayat 5 itu sendiri berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud ayat 2 bekerja secara kolektif."

Sidang beragendakan pemeriksaan pendahuluan ini akan digelar di ruang sidang Gedung MK siang nanti sekitar pukul 13.30 WIB. (Ary/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.