Sukses

Pasal Santet Aneh Tapi Perlu, Daripada Orang Dibakar Massa

Pembuktian kejahatan sihir dapat menggunakan dua cara yakni menggunakan delik formil dan delik materiil.

Pembahasan pasal santet atau sihir, yang terangkum dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHAP) masih dalam taraf pembahasan oleh Komisi III DPR RI dinilai banyak kalangan cukup aneh, karena dinilai sulit dalam pembuktian kejahatan itu.

Namun, Anggota Komisi III DPR RI, Achmad Dimiyati Natakusumah menegaskan bahwa pembuktian kejahatan sihir dapat menggunakan dua cara yakni menggunakan delik formil dan delik materiil.

Memang, delik materiil sulit dilakukan. Tapi, "kan ada delik formil, itu yang diatur, delik materiil yang sulit. Karena bagaimana mengeceknya?, kan perlu keahlian khusus," ujar Dimiyati, usai menghadiri diskusi Polemik bertema "Dari Pasal Karet Sampai Santet" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (23/3/2013).

Dimiyati menjelaskan bahwa salah satu pasal pengaturan tentang ilmu gaib itu, yang terangkum dalam pembahasan RUU KUHAP, dinilai penting. Terutama dalam melindungi hak warga negara khususnya bagi paranormal, yang kerap dituding masyarakat melakukan santet. "Dari pada orang itu dibunuh atau dibakar, kan untuk membantu orang-orang itu. Kan banyak di Banyuwangi, nah pasal ini untuk mengakomodir orang-orang itu. Delik formilnya kan bisa tertulis, melalui televisi dan sebagainya," ujarnya.

Selain itu, menurut Dimiyati, perihal santet kerap mengganggu psikologi masyarakat. Masyarakat kerap merasa resah dengan adanya tindakan sihir tersebut. "Santet awalnya dimasukan di RUU KUHAP pasal 293. Maka DPR perlu mengecek ke redaksionalnya, substansi termasuk penjelasan dan sebagainya. Intinya ini secara filosofis sudah mengarah kepada kejahatan. Dan secara sosiologis ini kerap meresahkan masyarakat," katanya.

Dimiyati menilai bahwa masyarakat kerap menggunakan santet meskipun perihal itu masuk dalam ilmu irasional. Mereka, menurut Dimyati, umumnya justru para oknum seperti publik figur, pejabat, artis dan sebagainya. "Orang-orang yang merasa bersaing. Ada yang menginginkan usahanya bangkrut, sakit, mati dan sebagainya.Untuk pengaturan paranormal ini belum ada, sehingga orang mengadili sendiri. Padahal ini sudah ada sejak jaman dulu. Di beberapa negara juga sudah ada," imbuhnya.

Untuk pembahasan pasal-pasal dalam RUU KUHAP yang berjumlah sekitar 700 pasal ini, Komisi III akan melakukan studi banding. Pembahasan ini diperkirakan memakan waktu dua kali sidang. "Tapi saya kira berat sekali. Saya berharap 2014 sudah selesai," tegasnya. (Yog/Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.