Sukses

Epecuen Muncul Setelah 25 Tahun Tenggelam, Versi Nyata 'Atlantis'

Selama 25 tahun Epecuen tenggelam di dasar laut. Seperti halnya legenda "Atlantis yang hilang" kota di Argetina itu hanya menyisakan cerita.

Pepohonan mati, logam-logam berkarat, tengkorak yang menyeruak dari kuburan rusak, jejak air garam berupa lapisan putih keperakan yang menutupi puing-puing bangunan. Kota Epecuen telah lama mati.

Selama 25 tahun ia tenggelam di dasar laut. Seperti halnya legenda "Atlantis yang hilang", kota di Argetina itu hanya menyisakan cerita. Hingga suatu hari, perlahan, air yang merendamnya surut. Menampakkan pemandangan mengerikan.

Hampir tiga dekade lalu, tepatnya 10 November 1985, hujan lebat turun terus-menerus dalam waktu yang lama. Laguna yang ada di sana meledak karena tak mampu menampung debit air.

Banjir pun merendam Epecuen. Ketinggian maksimal 33 kaki atau sekira 10 meter terjadi di tahun 1993. Kota wisata tua yang terletak di selatan Buenos Aires itu tenggelam dalam air asin. Dengan kadar garam amat tinggi yang hanya bisa dikalahkan oleh Laut Mati. Sekitar 1.500 penduduknya yang panik lari, meninggalkan rumah dan seluruh harta benda.

Sebelum bencana itu terjadi, Epecuen adalah kota wisata yang populer. Didatangi 20.000 turis setiap tahun. Epecuen yang berarti "musim semi abadi",  memiliki laguna yang airnya diyakini menyembuhkan depresi, rematik, juga penyakit kulit.

Legenda menyebut air berkhasiat itu adalah kumpulan air mata 'Ketua Besar' yang menangisi rasa sakit yang dialami kekasihnya.

Banjir mengubah Epecuen menjadi kota mati. Sebanyak 280 bisnis pariwisata -- pondok-pondok wisata, guesthouse, hotel, restoran yang menyemut di pusat kota ikut binasa.

Menyisakan 1 Penduduk

Setelah banjir surut dan sisa-sisa Epecuen muncul, kota itu tak dibangun kembali. Dibiarkan begitu saja. Dan hanya satu penduduk yang setia tinggal di sana, di area yang relatif kering: Pablo Novak yang berusia sepuh, 81 tahun.

"Sampai sekitar empat atau lima tahun setelah banjir, ketika air masih tinggi, tak ada yang datang ke sini sama sekali," kata kakek Novak, seperti dimuat Daily Mail (18/3/2013). "Aku benar-benar sendirian. Sepanjang hari, setiap saat."

Novak kini menghabiskan hari-harinya, memasak di tungku, bersepeda di sekitar reruntuhan, atau membaca koran. Sembari memelihara bayangan tentang masa-masa keemasan Epecuen.

Kini, ia punya kesibukan baru. Menyapa dan mengobrol dengan orang-orang yang berdatangan ke kota itu. Untuk melihat atau bermaksud mengambil bahan-bahan yang bisa didaur ulang dari reruntuhan.

Epecuen yang berubah seram itu juga menjadi setting pembuatan sejumlah film dalam beberapa tahun terakhir.

Mirip "Atlantis Yang Hilang"

Meski dalam versi yang tak layak diperbandingkan, apa yang terjadi pada Epecuen mengingatkan pada legenda "Atlantis yang hilang".

Atlantis atau Atlas -- yang konon berperadaban maju, tenggelam di dasar laut. Hingga kini, ia masih jadi misteri sekaligus obyek pencarian sejumlah orang.

Ia muncul dalam dialog Plato, Timaeus dan Critias, yang ditulis sekitar 330 Sebelum Masehi. Berangkat dari tulisan Plato, lokasi Atlantis telah digambarkan: laut yang bisa dilayari saat itu, di depan mulut "pilar-pilar Herkules", terdapat pulau yang lebih luas dari Libya dan Asia disatukan."

Dengan kata lain, Atlantis versi Plato ada di Samudera Atlantik di luar "pilar Hercules" yaitu, Selat Gibraltar, di mulut Mediterania.

Namun, tak ada jejak Atlantis yang ditemukan meski teknik oseanografi dan pemetaan bawah laut telah berkembang pesat dalam beberapa dekade. Selama hampir dua milenium, orang-orang mencari-cari kota yang tenggelam di laut.

Meski demikian, ada banyak "ahli Atlantis" yang mengaku menemukan benua yang hilang, didasarkan pada serangkaian fakta yang sama. Di antaranya, Samudra Atlantik, Antartika, Bolivia, Turki, Jerman, Malta, Karibia, juga Indonesia. (Ein)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.