Sukses

PBNU: RUU Kamnas Bikin Seram

Hingga saat ini keberadaan Rancangan Undang-Undang Kemanan Nasional (RUU Kamnas) menjadi polemik di beberapa kalangan.

Hingga saat ini keberadaan Rancangan Undang-Undang Kemanan Nasional (RUU Kamnas) menjadi polemik di beberapa kalangan. Seperti diakui Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mereka menilai keberadaan Undang-Undang Kamnas saat ini belum mendesak diterapkan.

"Ini seram, darurat dan ancaman normal dicampur jadi satu sehingga jadi kesan seram. Sebenarnya hanya mengatur kewenangan dan tidak sampai mengatur darurat yang mengancam orang banyak," ujar Wakil Ketua Umum PBNU As'ad Said Ali dalam diskusi kajian RUU Keamanan Nasional di Grand Melia, Jakarta, Kamis (13/12/2012) sore.

Darurat itu, kata As'ad, juga untuk anak muda sekarang yang akan menimbulkan traumatik atau keseraman. Dia juga tidak sependapat dalam pasal RUU Kamnas yang memberikan kewenangan langsung Presiden dalam memutuskan darurat.

"Jadi apakah RUU Kamnas yang di mana pelaksanaanya juga atas tanggung jawab Presiden? Ini berlaku umum," tegasnya.

Menurut As'ad, keamanan ini juga menyangkut toleransi di mana toleransi tidak langsung diberlakukan darurat. RUU Kamnas menurutnya, harus dibatasi, baik pada tahap perencanaan, pengaturan, maupun wewenang. "Sedangakan darurat diatur sendiri sehingga tidak tumpang tindih," ucapnya.

Sehingga, lanjut As'ad, tidak hanya karena ada darurat, lantas keamanan normal melanggar kemanan nasional. UU Kamnas juga harus mengacu pada Leks Spesialis, dan harus dipisahkan darurat militer dan keamanan nasional. Supaya pemerintah tidak sewenang-wenang mengadakan darurat militer.

"Yang kami tekankan di sini, ketika ada konflik SARA, tidak langsung dibawa kepada darurat," jelas pria yang juga mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara ini.

Karena itu, As'ad menyimpulkan UU Kamnas menurutnya belum dibutuhkan untuk saat ini. Jika memang dibutuhka, harus dipisahkan antara keamanan normal dengan darurat. Harus jelas materi atau konten dari pasal-pasal yang ada, sehingga tidak menimbulkan multitafsir dari UU tersebut.(Frd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini