Sukses

Malam Mencekam di Legian

Bom Bali I sungguh dahsyat. Tercatat 185 korban jiwa dan 320 orang luka-luka atau cedera. Puluhan bangunan hancur, belasan mobil dan sepeda motor jadi bangkai.

Liputan6.com, Denpasar: Sabtu, 12 Oktober, pukul  23.15 WITA. Jalan Legian kian ramai saja oleh manusia. Di depan Sari Club, sebuah Mitsubishi L-300 dikerumuni banyak orang karena menimbulkan kemacetan. Mobil itu kosong. Ditinggalkan begitu saja di jalan dalam keadaan mesin mati.

Tiba-tiba, buuumm!!! Ledakan terjadi di Paddy’s, sebuah kafe. Beberapa detik kemudian, ledakan yang jauh lebih keras dan dahsyat muncul dari Mitshubishi L-300 itu. Api menjalar. Listrik padam. Kepanikan hebat melanda orang-orang di sekitar lokasi.

Sekitar 10 menit kemudian, ledakan kembali mengguncang Bali. Sebuah bom meledak di Renon, Denpasar, sekitar 100 meter dari Kantor Konsulat Amerika Serikat dan 300 meter dari Konsulat Australia. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Jarak Kuta-Renon sekitar 11 kilometer.

Ledakan di Kuta sungguh menyayat hati. Jalan Legian merupakan salah satu jalan paling ramai di kawasan Kuta, Bali. Di sepanjang jalan ini terdapat banyak bar, diskotek, dan toko suvenir. Melimpahnya kendaraan dan sempitnya badan jalan menyumbang banyak pada kemacetan yang rutin terjadi. Tak terkecuali pada malam jahanam itu.

Letak Paddy's dan Sari Club berdekatan, hanya sekitar 200 meter. Sari Club didirikan pada 1970-an. Tempat ini dikenal sebagai surganya kaum backpackers. Jika di tempat lain di Legian, sebotol bir dihargai Rp 13 ribu sampai Rp 15 ribu. Di Sari Club, minuman itu bisa diperoleh dengan hanya Rp 9 ribu per botol.

Sari Club terdiri dari dua lantai. Maksimal, tempat itu bisa menampung 300 pengunjung. Tempat itu selalu ramai.  Popularitasnya mendunia. Uniknya, sejak 1997, Sari Club menerapkan kebijakan ini: hanya terbuka untuk turis asing. Menurut Suprobo, suami Melani Tjin (pemilik Sari Club) kepada TEMPO, keputusan itu demi menghindari keonaran yang terjadi.  Banyak pengunjung lokal yang bikin onar dengan pura-pura mabuk.

Dari bekas-bekas ledakan, polisi memastikan bom yang dipakai berjenis C-4. Buktinya, di sana ditemukan research development explosive (RDX) dan pembungkus plastik. RDX merupakan salah satu senyawa kimia pembentuk C-4.

Dalam Bom Bali: Buku Putih Tidak Resmi Investigasi Teror Bom Bali (2002) diceritakan, ada enam pertemuan untuk melaksanakan aksi ini sepanjang Agustus dan September 2002. Lokasinya di Solo, (Jawa Tengah) dan Lamongan (Jawa Timur). Pesertanya: Amrozi, Ali Imron, Umar Patek, Umar, Idris alias Joni, Dul Matin, dan Abdul Azis alias Imam Samudra. Mereka inilah yang kemudian diyakini menjadi pelaku.

Setelah perencanaan dirasakan matang, persiapan teknis dimulai. Bahan peledak  berupa ammonium nitrat dibeli di dua toko kimia di Surabaya. Mitsubshi L-300 dibeli Amrozi dari seseorang bernama Anas di Lamongan, Jawa Timur. Setelah dibeli, menurut investigasi polisi, mobil ini dimodifikasi dengan cara menggerinda dan memahat nomor mesin dan nomor rangka. Tujuannya, menghilangkan jejak. 

Dana yang tersedot untuk kegiatan itu sekitar Rp 120 juta. Itu untuk membeli mobil, bahan kimia, dan sebuah sepeda motor Yamaha F1-ZR yang dipakai sebagai sarana mondar-mandir di Pulau Dewata itu.

Mereka berangkat secara terpisah. Namun telah berkumpul pada 5 Oktober 2002 di Bali. Pada 10 Oktober, kelompok ini membeli sepeda motor bekas di sebuah showroom di Denpasar, Bali.

Hasil aksi mereka mengerikan. Tercatat 185 korban jiwa dan 320  orang luka-luka atau cedera. Warga negara Australia yang paling banyak menjadi korban tewas, yaitu 67 orang.

Di lokasi kejadian, tubuh-tubuh tanpa nyawa bergelimpangan. Kebanyakan dengan luka bakar parah. Beberapa jenazah tak utuh lagi. Puluhan bangunan hancur, belasan mobil dan sepeda motor jadi bangkai.

Belasan jam kemudian, Ahad, 13 Oktober 2002, terjadi eksodus besar-besaran dari para turis asing. Bandara Ngurah Rai sesak. Pada Senin, 14 Oktober 2002, sejumlah warga asing lain justru mulai berdatangan. Mereka adalah para investigator asing yang turut membantu. Yang mendarat paling awal adalah Biro Penyelidik Federal AS (FBI) dan Scotland Yard dari kepolisian Inggris.

Pada 29 Oktober 2002, pemerintahan di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri terus mendesak polisi untuk menuntaskan kasus yang mencoreng nama Indonesia itu. Megawati memberi tenggat: kasus harus tuntas pada November 2002.

Lalu, titik terang soal pelaku mulai muncul. Tiga sketsa wajah tersangka dipublikasikan. Kelompok Imam Samudra pun diburu dan dicokok. Tapi, Indonesia, dan Bali, tak lagi sama. (YUS)
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini