Sukses

Raksasa Belantara Way Kambas

Populasi gajah sumatra atau Elephas maximus sumatranus terus menurun setiap tahunnya akibat perambahan hutan yang disulap jadi perkebunan. Taman Nasional Way Kambas menjadi tempat pelestarian mereka dari ancaman pembunuhan oleh manusia.

Liputan6.com, Bandar Lampung: Wilayah timur Provinsi Lampung adalah salah satu rumah para gajah. Hewan tambun khas Sumatra berbobot rata-rata sekitar enam ton yang memiliki nama Latin Elephas maximus sumatranus dilindungi layaknya badak dan burung.

Perlindungan atau penyelamatan gajah sangat penting mengingat dari tahun ke tahun populasi gajah sumatra terancam menurun. Penurunan populasi satwa langka ini dipicu banyak sebab. Salah satunya adalah meracuni sampai mati. Metode pembunuhan ini menjadi penegas ada yang tak beres dengan habitat gajah sumatra.

Sebuah data menyebut koloni hewan raksasa khas Sumatra ini berkurang lima puluh persen lebih, dari seluruh gajah sumatra yang berjumlah sekitar dua sampai tiga ribuan.

Problem klasik kehidupan gajah adalah semakin sempitnya lahan untuk hidup. Diperkirakan, 80 persen lebih habitat gajah di Sumatra berubah menjadi wilayah perkebunan. Ini adalah buntut perambahan hutan yang agresif sehingga menyebabkan gajah liar nekat berpencar dan masuk ke perkampungan penduduk. Tak ayal, bukan cuma lahan yang rusak, namun juga nyawa warga pun melayang akibat tertabrak amukan gajah.

Desa Tegal Yoso, misalnya, adalah satu dari tiga desa yang memiliki catatan konflik antara manusia dan gajah cukup tinggi. Dua desa lainnya adalah Braja Asri dan Labuhan Ratu Sembilan. Warga pun akhirnya mendirikan pos pemantauan gajah guna menjaga lahan milik mereka. Bersama polisi hutan, warga bersiaga mengisi pos mengamati seksama tindak tanduk gajah liar yang bisa sewaktu-waktu masuk ke permukiman.

Diperkirakan, ada sekitar 200 ekor gajah liar berkeliaran di hutan Way Kambas yang dikhawatirkan sewaktu-waktu bisa masuk ke satu dari 23 areal perkampungan warga. Kedatangan gerombolan gajah ini tak pernah bisa diduga. Lazimnya, mereka merangsek saat hari mulai gelap. Itulah sebabnya pengawasan areal polisi hutan menjadi sangat perlu. Polisi hutan pun rutin berpatroli dua kali sehari. Mereka berkeliling dengan menunggang gajah di perbatasan yang rentan kawanan gajah liar.

Sebelum menyandang predikat jinak, gajah tunggangan ini adalah gajah yang susah diatur. Gajah liar yang perilakunya berhasil diubah bisa menjadi penurut. Gajah patroli yang digunakan polisi hutan lazimnya berjenis kelamin jantan. Hal ini dilakukan agar tak kalah gertak bila berhadapan dengan gajah-gajah berandal. Selain itu, petugas juga dilengkapi senjata mercon dan senapan agar lebih efektif saat melakukan pengusiran.

Patroli juga dilakukan saat malam hari tiba. Namun, bukan petugas hutan yang bekerja melainkan tim pengaman swadaya atau Pam Swakarsa yang terdiri warga setempat. Warga secara bergantian berkumpul menjaga perbatasan sejak sore sampai matahari terbit esok hari. Mereka berjaga hanya menggunakan senjata ala kadarnya tanpa tunggangan gajah jinak.

Suara ledakan dan api terkadang membuat gajah liar lari tunggang langgang. Kendati demikian, aksi ini tak serta merta membuat gajah liar kapok keluar dari hutan. Terlebih, habitat yang terus berkurang membuat gajah liar terkucilkan di rumah sendiri.

Way Kambas adalah belantara yang menjadi hutan lindung atau biasa disebut taman nasional. Di dalamnya terdapat pusat konservasi gajah yang sebelumnya bernama pusat latihan gajah.

Setidaknya 66 ekor gajah jinak dirawat dan dilatih menjadikan kawasan ini sebagai areal rekreasi dengan daya pikat utama gajah-gajah jinak. Kunci sukses penjinakan ada di tangan Mahout atau pawang gajah. Kesabaran adalah harga mati ketika mendidik gajah. Sedikit salah cara menjinakkan bakal fatal akibatnya, tubuh bisa babak belur terinjak. Agar lebih cepat dan efisien, satu gajah ditangani satu pawang sehingga tercipta hubungan erat yang unik.

Setiap pagi gajah-gajah berpendidikan ini digiring. Pada proses inilah antara gajah jantan dan betina kawin. Siklus hidup ini menjaga populasi gajah di tengah kian sempitnya lahan alamiah hewan raksasa ini di rimba Way Kambas.(ADI/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.