Sukses

3 Kali Gempa di Papua Nugini, Masyarakat di Perbatasan Diminta Tenang

Gempa dengan kekuatan 7,4 skala Richter terjadi di Papua Nugini pukul 00.44 WIB, Senin (26/2/2018). Tercatat dua gempa susulan terjadi hingga pukul 01.30 WIB.

Liputan6.com, Jakarta - Gempa dengan kekuatan 7,4 skala Richter terjadi di Papua Nugini pukul 00.44 WIB, Senin (26/2/2018). Tercatat dua gempa susulan terjadi hingga pukul 01.30 WIB.

Hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan guncangan juga dirasakan di Tanah Merah, Wamena, Merauke, dan Jayapura. Namun, berdasarkan intensitasnya, dampak gempa tidak menimbulkan kerusakan.

"Dampak gempa hasil analisis peta shakemap dan laporan masyararakat menunjukkan guncangan dirasakan di Tanah Merah, Wamena, dan Merauke dalam skala intensitas IV-V MMI dan di Jayapura II-III MMI. Berdasarkan intensitas ini maka di wilayah Papua dampak gempa hanya dirasakan sebagai guncangan dan belum berpotensi menimbulkan kerusakan," ujar Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, dalam siaran persnya, Jakarta, Senin.

Menurut dia, zona pegunungan tengah Papua Nugini memang merupakan kawasan seismik aktif yang sering kali terjadi gempa bumi. Meski demikian, dia mengimbau masyarakat di Papua, tenang.

"Kepada masyarakat di Papua diimbau untuk tetap tenang," kata Daryono.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Efek di Papua Nugini

Gempa di Papua Nugini terjadi pukul 00.44.45 WIB dini hari tadi. Gempa berkekuatan 7,4 SR ini berpusat di 6,09 Lintang Selatan dan 142,72 Bujur Timur. Tepatnya di darat pada jarak 266 km arah Tenggara Boven Digoel, Papua dengan kedalaman 17 km.

Dampak lindu bagi wilayah sekitar pusat gempa, seperti di Kota Dofasi, Mogulu dan Koroba, mencapai skala intensitas VI-VII MMI.

"Intensitas gempa sebesar ini dapat berpotensi menimbulkan kerusakan," kata Daryono.

Menurut dia, jika memperhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa ini terjadi akibat aktivitas deformasi pada New Guinea Highland (NGH) Fold and Thrust Belt yang merupakan zona sesar naik di jalur tengah Pegunungan Papua Nugini.

"Ini sesuai dengan hasil analisis mekanisme sumber yang menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme penyesaran naik (thrust fault)," Daryono menjelaskan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.