Sukses

Inikah Restoran Milik Bos First Travel di London?

Polisi menetapkan tiga bos First Travel sebagai tersangka kasus penipuan dan penggelapan dana nasabah umrah.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi menetapkan bos PT Travel, yakni Andika Surachman (Dirut), Anniesa Desvitasari (Direktur), serta Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan (Komisaris Keuangan) sebagai tersangka kasus penipuan dan penggelapan.

Ketiga bos First Travel itu diduga menyelewengkan dana jemaah umrah untuk kepentingan pribadi. Dana tersebut mengalir untuk sejumlah kepentingan pribadi, di antaranya untuk membeli sebuah restoran di London, Inggris.

"Dia membeli restoran di London dan beli bermacam-macam benda. Kami masih mendalaminya," tutur Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, di Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Penelusuran Liputan6.com, restoran itu diduga terletak di Palace Theatre Shaftesbury Ave Soho, London, Inggris, bernama Nusadua. Di depan restoran itu tertulis "Nusadua, part of FT Group".

Dari akun Instagram @nusadualondon, Anniesa Hasibuan terlihat pernah berfoto di depan restoran ini. Berbaju merah maroon dipadu kerudung putih dan kacamata, Anniesa terlihat menenteng tas mewah.

Pemilik First Travel Anniesa Hasibuan berfoto di depan Restoran Nusadua di London. (Instagram/Nusadualondon)

Selain itu, akun tersebut juga pernah mengunggah gambar logo First Travel dan logo produk Annisa Hasibuan berjejer dengan restoran Nusadua.

Instagram restoran Nusadua di London. (Instagram/Nusadualondon)

Dalam lamannya, restoran itu menyajikan sejumlah menu Indonesia, seperti soto Lamongan, beef rendang, mi goreng komplit, dan sejumlah menu nusantara lain.

Restoran Nusadua di London. (Twitter/NusaDuaLDN)

Tidak hanya makanan, pengelola restoran juga menyediakan ruang untuk pengunjung bersantai dan karaoke. Restoran ini buka mulai pukul 12.00 hingga 23.30 waktu setempat Senin sampai Sabtu, dan 12.00 hingga 23.00 untuk Minggu.

Saat dikonfirmasi, Kanit V Subdit 5 Jatanwil Dit Tipidum Bareskrim Polri AKBP Rivai Arvan mengaku tidak mengetahui nama restoran yang jadi aset bos First Travel itu adalah Nusadua. "Wah tidak tahu (namanya)," ujarnya sambil tertawa.

Ia menyatakan, bos First Travel itu membeli restoran di London senilai Rp 14 miliar. "Dia beli restoran di Inggris, ini salah satu aset juga, dibeli 40 persen sahamnya, nilainya Rp 14 miliar, restoran Indonesia," kata Rivai Arvan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Temuan PPATK

Selain membeli restoran di London, bos First Travel memakai uang calon jemaah untuk membeli sejumlah aset berupa mobil dan rumah mewah di Indonesia.

Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, PPATK menelusuri dan menganalisis seluruh transaksi keuangan First Travel sejak Direktur Utama First Travel, Andika Surachman dan Annisa Hasibuan ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.

"Untuk kasus ini, PPATK melakukan penelitian secara intensif setelah mereka (Andika dan Annisa) dinyatakan tersangka," kata Dian saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa 22 Agustus 2017.

Tersangka kasus penipuan calon jemaah umroh, Andika Surachman diperlihatkan pihak kepolisian saat rilis di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (22/8). Hingga kini, polisi telah menetapkan tiga tersangka kasus tersebut. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menurutnya, ini adalah prosedur baku di luar langkah yang
terkait pelaporan transaksi keuangan mencurigakan. PPATK akan melakukan penelitian intensif apabila ada tindakan oleh aparat penegak hukum, baik ada atau tidak adanya permintaan dari penegak hukum.

"Sejauh ini, kami melihat campur aduknya rekening perusahaan dan rekening pribadi di First Travel. Ada juga penggunaan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi," tegas Dian.

Ia mengaku, ada uang perusahaan yang notabene berasal dari jemaah umrah digunakan pasutri pendiri First Travel itu untuk membeli aset pribadi, seperti rumah dan kendaraan mewah.

"Benar, untuk pembelian rumah, kendaraan pribadi dan barang mahal lainnya," kata mantan Kepala Departemen Regional I Bank Indonesia (BI) itu.

Mereka dijerat dengan Pasal 55 jo Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP tentang Penipuan dan Penggelapan, serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.