Sukses

Menjelajahi Jejak Portugis di Gereja Tugu

Gereja Tugu, gereja tua bergaya Portugis klasik di balik lalu-lalang kontainer di kawasan industri Cilincing, Jakarta Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Lalu lalang kendaraan berat jenis truk trailer mengaburkan pandangan warga Ibu Kota dari adanya sebuah wilayah yang diyakini sebagai kampung tertua di Jakarta, yakni Kampung Tugu.

Lokasi Kampung Tugu terletak di sisi timur Kota Jakarta, yakni Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Kini, kampung tersebut bertarung dengan pembangunan lapangan parkir depo truk kontainer dan berbagai pabrik industri.

Saat ini, ciri khas yang paling menonjol dari Kampung Tugu hanyalah sebuah gereja tua bergaya Portugis klasik. Landmark dengan nama Gereja Tugu itu merupakan salah satu gereja tertua di Indonesia. Dari literatur yang ada, tempat ibadah Protestan ini mulai dibangun sekitar 1678 dan sempat hancur pada tahun 1740 karena adanya pemberontakan.

Gereja ini akhirnya kembali berdiri pada 1744 atas jasa seorang tuan tanah yang membantu pembangunan, bernama Justinus Vinck. Yang menarik dari gereja tersebut, bahan perekatnya disebut-sebut menggunakan telur dan gula.

Sampai tahun ini, bangunan tersebut terlihat masih kokoh berdiri dan telah dijadikan cagar budaya oleh Pemprov DKI. Artinya, sudah ratusan tahun bangunan ini berdiri.

Ada cerita tentang asal muasal Kampung Tugu. Di tempat ini dulu ditemukan sebagai prasasti peninggalan Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara, dimana temuan itu dianggap seperti Tugu. Namun, versi lain menyebut, kata Tugu berasal dari penggalan kata Portugis, yaitu Por-tugu-ese. Itu sebutan untuk orang Portugis yang menempati kampung ini dulu.

Jika memasuki kawasan Gereja Tugu, menengok ke sebelah kanan, akan ada lokasi pemakaman yang disediakan terbatas oleh pihak gereja. Sementara sedikit lurus ke depan, ada bangunan yang didirikan juga dengan gaya Portugis. Itu merupakan fasilitas tempat tinggal bagi pendeta yang menjadi bagian dari Gereja Tugu.

Di samping Gereja Tugu juga terdapat satu lagi peninggalan sejarah. Sebuah lonceng tua dengan tiang penyangga besar. Itu merupakan bagian dari cagar budaya selain Gereja Tugu sendiri.

Gereja Tugu merupakan salah satu gereja tertua di Indonesia. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Ketua II Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Gereja Tugu Aprelo Formes mengatakan, luas dari wilayah itu mencapai 1,4 hektare. Tentunya, selain Gereja Tugu dan Lonceng yang menjadi cagar budaya, ada sejumlah bangunan yang menjadi fasilitas tambahan dari tempat ibadah tersebut.

"Bangunan cagar budaya ya gereja dan lonceng. Yang lainnya banguan penunjang seperti rumah pendeta. Ada juga ini panggung pertunjukan dan gedung serba guna untuk jemaat yang menikah atau acara lainnya. Ada juga sekolah," tutur Aprelo saat berbicang dengan Liputan6.com di lokasi, Jumat (14/4/2017).

Menurut Aprelo, memang sekitar 90 persen warga di Kampung Tugu beragama Protestan. Bahkan, Kampung Tugu sendiri dapat dikatakan sebagai kampung Kristen tertua di seluruh Indonesia bagian Barat.

Jelas, di masa lalu, keberadaan mereka di wilayah tersebut merupakan upaya dari pihak Belanda untuk memerdekakan Mardijkers atau Portugis Hitam yang merupakan bekas tentara Portugis dan keturunan India, serta budak keturunan Afrika yang dibebaskan dari tawanan Belanda.

Kebebasan Masdijkers ini dengan syarat, yaitu mereka yang berdarah Portugis harus berpindah agama dari Katolik menjadi Protestan. Sementara memang saat itu belum ada komunitas Kristen selain mereka.

Masyarakat lain khususnya muslim yang berada di wilayah itu, menyebut mereka dengan istilah Serani atau berasal dari kata Nasrani. Adapun oleh orang Belanda, mereka dijuluki Inheemsche Christenen atau yang berarti umat Kristen pribumi.

Gereja Tugu mulai dibangun pada sekitar 1678 dan sempat hancur pada tahun 1740 karena adanya pemberontakan. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Gereja Tugu banyak dipilih jemaat Protestan di wilayah Jakarta Utara untuk menjalankan ibadah. Salah satunya saat perayaan Hari Paskah yang jatuh hari ini, Jumat (14/4/2017). Para jemaat ini betah dengan gaya klasik gereja tersebut yang dianggap membawa andil besar dalam kekhusukan ibadah mereka.

"Ya seperti itu. Kami selaku majelis Jumat, harapan kami ya jemaat dapat menghayati ibadah mereka. Khususnya di Hari Paskah ini, mengingat apa arti penderitaan sehingga dapat lebih baik lagi menjalani hidup. Dapat meninggalkan dosa-dosa dan kembali hidup lebih baik," pungkas Aprelo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.