Sukses

Kemang, Tempat Jin Buang Anak yang Menjelma Kawasan Elite

Sampai 1970, Kemang masih menjadi kawasan 100 persen berpenduduk Betawi.

Liputan6.com, Jakarta - Jangan bayangkan bangunan rapi yang sekarang berjejer di tempat ini. Jangan pula bayangkan jalanan mulus dengan kendaraan lalu lalang. Faktanya, kawasan ini dulunya adalah daerah terpencil dengan jalanan tak beraspal dan berlumpur jika hujan datang.

Rumah papan kayu yang dihuni warga, jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Itulah Kemang era 1960 hingga 1970.

Salah satu kawasan yang ada di Jakarta Selatan itu dulu dikenal sebagai wilayah sepi dengan jumlah penduduk segelintir, "buangan" dari Jakarta Kota. Tempat ini bahkan tidak masuk dalam peta DKI Jakarta waktu itu. Tak heran, Kemang menyandang sebutan sebagai tempat jin buang anak kala itu.

Alwi Shihab dalam buku Robinhood Betawi tahun 2001 menyatakan akses keluar masuk Kemang saat itu tidak mudah. Untuk ke Pasar Minggu, misalnya, dia harus jalan kaki dulu ke Mangga Besar kemudian melanjutkan ke Pasar Minggu dengan naik delman. Meski begitu, Kemang tempo dulu disebutnya cukup menyenangkan.

Hingga 1970, Kemang masih menjadi kawasan 100 persen berpenghuni Betawi. Mereka hidup dari hasil bertani dan berkebun.

Nama Kemang sendiri berasal dari nama pohon yang banyak ditemukan di daerah tersebut. Kemang adalah pohon buah sejenis mangga dengan bau yang harum menusuk dan rasa yang masam manis.

Meski dikenal sebagai tempat jin buang anak, Kemang dulu dikenal sebagai penghasil susu. Udara yang sejuk membuat daerah ini cocok untuk peternakan sapi. Susu hasil perahan didistribusikan ke sejumlah wilayah Jakarta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berubah Drastis

Seiring bergulirnya waktu, Kemang mengalami banyak perubahan. Perubahan drastis terjadi pada 1990. Pada masa ini, Kemang menjadi rujukan sejumlah warga pendatang.

Tak hanya warga Jakarta dari daerah lain, sejumlah warga asing juga memilih tinggal di daerah ini. Sejumlah sumber menyebut, kehadiran ekspatriat di Kemang bahkan telah berlangsung sebelum 1990.

Sejumlah bangunan baru pun terus bermunculan. Kemang perlahan menjadi kota satelit yang dikelilingi permukiman mewah dan bangunan modern lainnya. Sekitar 50 persen orang Betawi di Kemang sudah hijrah ke selatan Jakarta.

10 Foto Kemang, Daerah Elit yang Hampir Tenggelam karena Banjir. (Bintang.com/Adrian Putra)

"Mereka umumnya pindah ke Ciganjur, Jagakarsa, Depok dan Bogor," ujar Rachim, penduduk Kemang, seperti dikutip dari buku yang sama berjudul Robin Hood Betawi.

Pada 1999, Kemang ditetapkan sebagai kampung modern yang merupakan bagian dari sejarah Kota Jakarta melalui SK Gubernur DKI Nomor 144 Tahun 1999.

Pembangunan di kawasan ini pun makin menggila. Tidak hanya permukiman mewah yang banyak dihuni warga asing, sejumlah kafe dan perkantoran, bahkan hotel juga menjamur di kawasan ini.

Di sepanjang kawasan Jalan Kemang Raya misalnya, saat ini dijejali bangunan modern seperti kantor, hotel, kafe, dan tempat hiburan. Tak ada lagi jejak pertanian dan perkebunan masa lalu. Tak ada lagi kesan angker yang membuat jin buang anak di sini.

3 dari 3 halaman

Langganan Banjir

Kemang kini berubah menjadi kawasan elite. Selain permukiman mewah, kawasan ini juga dijejali tempat hiburan. Tak sedikit, pembangunan dilakukan dengan melanggar aturan hukum atau 'mencaplok' lahan hijau yang menjadi lokasi resapan.

sebagaimana umumnya kawasan Jakarta Selatan lainnya, Kemang merupakan daerah resapan air yang menjadi andalan pemerintah menangkal banjir. Akibatnya, Kemang kini menjadi akrab dengan banjir.

Kawasan ini menjadi lokasi langganan banjir saat Jakarta diguyur hujan deras. Selain banyaknya bangunan yang berdiri di lahan resapan, juga terjadi penyempitan Kali Krukut yang menjadi saluran air, sehingga banjir tak terelakkan.

Sejumlah kendaraan nekat melewati jalan yang tergenang air mencapai 80 cm di Jalan Kemang, Jakarta, Jumat (11/11). Diguyur hujan deras, Jalan Kemang Raya kembali tegenang air. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Pada Februari 2017, banjir di Kemang mencapai ketinggian sekitar satu meter. Akibatnya, puluhan kendaraan roda empat dan dua terendam. Bahkan, menewaskan satu orang akibat tersengat listrik yang tergenang air di rumahnya.

Pemerintah Provinsi DKI menyebutkan, banjir di Kemang disebabkan banyaknya bangunan tak berizin di sekitar Kali Krukut. Tak hanya milik warga, bangunan liar tersebut juga banyak dibuat pihak hotel di kawasan tersebut.

Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyatakan, satu-satunya solusi untuk mencegah banjir di Kemang adalah dengan melebarkan atau normalisasi Kali Krukut.

"Kita mulai sikat yang hotel yang halamannya luas itu, tembok itu kan sama aja reklamasi sungai pelan-pelan kan," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu 12 Oktober 2016.

Ahok menyebutkan bangunan yang berjumlah sekitar 500 di pinggir Kali Krukut kawasan Kemang, sudah melakukan reklamasi hingga memakan badan sungai. Karena itu, pihaknya akan membongkar pelan-pelan mulai tahun ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.