Sukses

Pimpinan KPK: Penyuap Hakim MK Itu Bagian Kartel Daging

Penyidik KPK dalam penggeledahan terhadap Dirut CV Sumber Laut Perkasa itu menemukan beberapa bukti.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengungkap, Basuki Hariman merupakan bagian dari kartel daging impor. Basuki merupakan tersangka suap terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar.

"Iya, dia itu kartel. Lihat saja kita dapatkan 28 stempel di perusahaannya itu. Jadi itu, mereka penguasa daging sapi," ujar Laode di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017).

Penyidik KPK, dalam penggeledahan terhadap Dirut CV Sumber Laut Perkasa itu menemukan beberapa bukti. Di antaranya beberapa stempel atau cap dari kementerian dan direktorat jenderal label halal dari sejumlah negara.

Basuki, dalam kasus ini sangat mendukung uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK demi kepentingan bisnisnya. Diketahui, Basuki memiliki 20 perusahaan importasi daging.

Dengan adanya uji materi UU tersebut, setidaknya 20 perusahaan miliknya tak terancam oleh Badan Urusan Logistik (Bulog).

"Basuki ini yang mau memonopoli. Sehingga dengan adanya impor dari Bulog itu merasa tersaingi dan tidak bisa jual lebih mahal. Makanya mereka meminta JR (Judicial Review UU Nomor 41 Tahun 2014)," Laode menambahkan.

Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Patrialis diduga menerima  suap dalam uji materi Undang-Undang No 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.

Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman (BHR) dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan ‎bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekretarisnya.

Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu itu sudah penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada suap pertama dan kedua.

Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Paasal 13 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun ‎2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.