Sukses

Fraksi PPP: Sekolah Sehari Penuh, Alangkah Repotnya Guru

Keberhasilan anak bukan terletak seberapa besar nilai yang diraih, namun memiliki sikap percaya diri dan adaptif di lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati menilai, wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengenai sistem sekolah sehari penuh atau full day school perlu dikaji ulang dengan matang. Sebab, banyak hal yang harus dipertimbangkan.

"Harus dikaji dengan matang dan melalui pertimbangan atas dampak yang akan muncul. Karena jika full day harus dipertimbangkan matang di antaranya soal guru," kata Reni di Jakarta, Rabu (10/8/2016).

Semakin lama guru di sekolah, lanjut dia, semakin sedikit guru melakukan evaluasi belajar serta semakin sedikit waktu untuk merencanakan program pembelajaran di hari berikutnya.

"Saya tidak bisa membayangkan, alangkah repotnya guru-guru tersebut. Berangkat pagi, pulang jam 18.00 sore. Sampai di rumah sudah sangat capek belum lagi memeriksa tugas anak-anak dan menyiapkan rencana pembelajaran hari berikutnya," papar Reni.

Anggota Komisi X DPR ini juga mengingatkan soal ketersediaan fasilitas sekolah untuk menunjang sistem itu. Contohnya adalah fasilitas olah raga, tempat mengaji, dan penunjang lain.

"Pertanyaannya, apakah semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai walaupun itu di sekolah negeri? Bahkan di dapil saya masih ada SDN lantainya masih dari tanah. Hal-hal teknis seperti ini terkait dengan ketersediaan fasilitas untuk program full day akan menjadi persoalan serius," ujar Reni.

Perspektif Metroplolitan

Ide full day school ini, sambung dia, juga menyederhanakan persoalan bahwa seolah-olah orang tua anak di Indonesia yang bekerja sepulang bekerja bisa jemput anaknya. Karena kalau di kampung hal tersebut relatif mudah.

"Namun di kota besar seperti di Jakarta  kemacetan luar biasa. Saat berangkat kerja berbarengan dengan jadwal masuk sekolah macetnya luar biasa. Apalagi saat pulang kantor yang bebarengan dengan menjemput anak, tentu macetnya makin luar biasa. Namun jika di kampung, orang tua jauh lebih banyak waktu untuk mendidik anak. Saya kira wacana full day ini dalam perspektif metropolitan," terang Reni.

Dia menambahkan, masalah agama juga harus dipertimbangkan. Sebab, tidak semua anak beragama Islam, hal ini terkait dengan pelajaran mengaji.

"Saya kira harus ada kajian dan penelitian tentang semakin banyak anak mendapat pelajaran di sekolah apakah kelak saat lulus sekolah akan menjadi anak yang kompeten, mandiri, adaptif terhadap perkembangan zaman?" imbuh dia.

Reni menegaskan, keberhasilan anak bukan terletak seberapa besar nilai yang diraih, namun bagaimana memiliki sikap percaya diri, keberanian, serta adaptif terhadap lingkungan. Dan, yang harus diingat adalah anak memiliki  tiga lingkungan yakni rumah, sekolah, dan masyarakat.

"Intinya, jangan menyimpulkan anak kelak akan berhasil kalau menerima banyak pelajaran. Namun bagaimana menanamkan kepada anak tentang keberanian hingga mampu beradaptasi melakukan kreativitas," kata dia.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mewacanakan perpanjangan jam belajar anak di sekolah atau full day school.

"Sebenarnya ini baru mau jual ide dan mau lihat respons masyarakat terhadap ide ini seperti apa," kata Muhadjir di Jakarta, Selasa 9 Agustus 2016.

Dia mengatakan, sistem sekolah sehari penuh yang akan ia canangkan bagi siswa-siswi SD dan SMP ini nantinya tidak akan memberi tekanan kepada anak-anak. Sebab, kegiatannya akan menyenangkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini