Sukses

KPK: Tanpa Peraturan, Barter Kontribusi Tambahan Jadi Pertanyaan

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, tanpa payung hukum, barter kontribusi tambahan dengan izin reklamasi menjadi tanda tanya besar.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik KPK terus mengusut dan mendalami kasus dugaan suap terkait dua Raperda reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Salah satunya soal barter kontribusi tambahan yang dibebankan Pemrov DKI Jakarta kepada pengembang dengan izin pelaksanaan reklamasi. Terlebih, belum ada payung hukum yang mengatur mengenai kontribusi tambahan.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, tanpa payung hukum, barter kontribusi tambahan dengan izin pelaksanaan reklamasi menjadi tanda tanya besar. Harusnya, peraturan mengenai barter kontribusi tambahan ini disiapkan dulu oleh Pemprov DKI.

"Kalau tidak ada peraturannya, ada tanda tanya besar dong. Peraturan mestinya disiapkan dulu. Itu sempurnanya begitu," kata Agus Raharjo di kantornya, Jakarta, Jumat (20/5/2016).

Menurut dia, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seharusnya bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dia melanjutkan, setiap tindakan yang dilakukan seorang birokrat harusnya ada dasar peraturan yang mengatur.

Jika kontribusi tambahan belum diatur, lanjut dia, Pemprov Jakarta atau Ahok bisa menerbitkan peraturan daerah atau peraturan gubernur.

"Ya seyogianya semua tindakan itu kalau belum ada dasar peraturannya itu bisa dibuat. Jadi kalau di tingkat pusat tidak ada aturannya, kan bisa buat Perda dan Pergub. Jangan kalau sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa acuan peraturan perundang-undangannya. Itu kan tidak boleh," beber Agus.

Sebelumnya, Ahok menyebut barter kontribusi tambahan yang disebutnya sebagai 'perjanjian preman'. Perjanjian ini dibuat berdasarkan kewenangan diskresi yang dimilikinya sesuai UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Diskresi yaitu keputusan atau tindakan yang dilakukan pejabat pemerintahan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan dan mengisi kekosongan hukum. Namun Agus menuturkan, ada rambu-rambu bagi pemerintah dalam memakai diskresi. Tapi Agus tidak menjelaskan rambu-rambu yang dimaksudnya.

"Diskresi sendiri kan ada rambu-rambunya," ujar Agus.

Dia menambahkan, dalam perkembangan penyidikan kasus reklamasi, penyidik telah mengumpulkan banyak data. Tapi ia masih enggan mengungkap mengenai data-data tersebut.

"Saya hari ini baru terima dari anak-anak (penyidik). Nanti saya update," ujar Agus.

Pemprov DKI mengusulkan kontribusi tambahan itu masuk dalam draf raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Namun, DPRD DKI memutuskan untuk menunda pembahasan raperda tentang reklamasi Jakarta tersebut, seiring mencuatnya kasus dugaan suap kepada mantan Ketua Komisi D DPRD DKI M Sanusi dari Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini