Sukses

Luhut: Perusahaan Tak Tebus Sandera Bisa Dituntut Keluarga ABK

Orangtua ABK Brahma 12 yang disandera kelompok Abu Sayyaf berharap, perusahaan merealisasi membayar tebusan.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 10 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) masih disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Penyandera meminta 50 juta Peso agar sandera dilepaskan. Perusahaan swasta tempat WNI itu bekerja telah menyatakan setuju untuk membayar uang tebusan sekitar Rp 13,2 miliar.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menilai, bila tebusan diberikan dikhawatirkan akan menyuburkan praktik penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf. Namun demikian, hal itu adalah hak dari perusahaan.

"Kalau perusahaan mau bayar (tebusan), ya itu pegawai dia. Kalau tidak ngurus, nanti di-sue (dituntut) oleh keluarga," kata Luhut, di Jakarta, Kamis 21 April 2016.

‎Luhut memastikan, pemerintah terus memantau perkembangan para sandera dari waktu ke waktu. Mantan Kepala Staf Presiden itu mengatakan, operasi pembebasan sandera belum dilakukan karena butuh perencanaan matang.

"Penyanderaan ini tidak akan bisa penyelesaiannya segera. Tapi negosiasi dari pihak penyandera dengan perusahaan masih terus berjalan, dan kita pantau terus dengan cermat," ujar Luhut.

Orangtua anak buah kapal Brahma 12 yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Pulau Sulu, Filipina berharap, perusahaan merealisasikan keinginan keluarga membayar uang tebusan. Hal ini diutarakan Aidil (55), ayah Wendi Rakhadian, salah satu ABK yang disandera.‎

Perusahaan swasta yang memiliki kapal di mana 10 ABK asal Indonesia yang kini tengah disandera militan Abu Sayyaf di Filipina Selatan setuju membayar uang tebusan. Ransum bagi 10 WNI itu bernilai US$ 1,08 juta atau sekitar Rp 13,2 miliar. Keterangan itu disampaikan  oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan.

"Komunikasi antara perusahaan dan pihak penyandera mungkin akan terjadi lagi pada Rabu atau Kamis mendatang," kata Luhut di Ternate, Maluku Utara, seperti dilansir dari Asian News Network, Selasa 19 April 2016.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini