Sukses


Ketua MPR: Revisi UU Terorisme Harus Dibicarakan Dahulu

Ketua DPR Ade Komaruddin juga akan membicarakan revisi UU Terorisme kepada pimpinan seluruh fraksi.

Liputan6.com, Jakarta - Teror di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Kamis 14 Januari 2016 menyita perhatian publik, tidak terkecuali para pimpinan di DPR/MPR RI. Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengapresiasi kerja para aparat keamanan yang bertindak cepat menumpas teror bom dan baku tembak tersebut.

"Saya sangat apresiasi karena coba lihat apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang dalam waktu beberapa jam saja bisa menyelesaikan aksi teror yang terjadi, korban sangat minim," ungkap Zulkifli di Gedung DPR Senayan Jakarta, Senin (18/1/2016).

Soal revisi UU Terorisme yang diminta Badan Intelijen Negara, Zulkifli mengatakan harus meneliti hal ini terlebih dahulu. "Merevisi UU teroris seperti apa? Tentu kita akan bahas dulu apa yang dipermasalahkan, apakah soal koordinasi atau soal yang lain?" ujar Zulkifli.

"Saya belum pelajari secara utuh, lihat dulu lebih dalam, didiskusikan apa yang menghambat, di mana masalahnya," sambung Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional ini.

Hal senada juga diungkapkan Ketua DPR Ade Komaruddin atau Akom yang mengatakan akan membicarakan soal merevisi UU Terorisme dengan seluruh pimpinan fraksi.

"Saya akan bicarakan dulu dengan seluruh pimpinan fraksi, seluruh pemangku kepentingan di dewan, dan dengan komisi terkait," ungkap Ketua DPR Ade Komaruddin.

Pria yang akrab disapa Akom itu setuju masalah terorisme merupakan hal yang mendesak. Hukumnya harus dapat memberikan kekuatan serta kewenangan dalam pemberantasan terorisme ke penegak hukum.

Akom sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh aparat keamanan. "Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh aparat keamanan baik polisi dari Mabes Polri, polda, polres dan TNI yang ada di lapangan atas kerja kerasnya serta dapat meyakinkan kepada seluruh rakyat Indonesia bawa situasi dapat terkendali dan kembali aman," ucap Akom.

Dia mengaku sangat kecewa melihat fenomena masyarakat yang menonton dan selfie ketika sedang ada pengejaran teroris.

"Tidak boleh lagi saat ada pengejaran teroris tapi masyarakat malah nonton dan ada yang berselfie ria. Kita harus bikin standar operasional prosedur yang baru agar itu tidak terulang dan supaya korban tidak banyak yang berjatuhan akibat kelalaian ini," pungkas Akom.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini