Sukses

Minggu Pagi Berdarah di Perlintasan Kereta

18 penumpang tak berdosa harus meregang nyawa di tengah perlintasan 'maut' stasiun kereta Angke. Beberapa jenazahnya sudah sulit dikenali.

Liputan6.com, Jakarta - Situasi pintu perlintasan di dekat kawasan Jembatan 5, Angke Tambora, Jakarta Barat, Minggu pagi 6 Desember 2015, tampak lebih sepi dari hari biasanya. Tak ada kemacetan panjang. Cenderung lengang, sebagaimana kondisi lalu lintas Jakarta di Minggu pagi.

Namun, situasi itu mendadak berubah ketika Commuter Line atau Kereta Rel Listrik tujuan Jatinegara-Bogor melintasi perlintasan itu pada pukul 08.48 WIB.

Tidak hanya melintas seperti biasanya, kali ini Kereta Rel Listrik (KRL) itu melintas dengan menyeret Metro Mini B80 yang melayani trayek jurusan Terminal Kalideres-Terminal Grogol.

Metro Mini itu sebelumnya diketahui telah memaksa masuk pintu perlintasan kereta yang sebelumnya sudah tertutup. Beberapa saksi mata mengungkapkan, metro seperti sengaja berjalan zigzag untuk masuk dalam portal perlintasan yang sudah ditutup.

KRL yang melaju dengan kecepatan tinggi pun langsung menghajar badan Metro Mini itu. Kendaraan minibus yang membawa puluhan penumpang itu langsung terseret hingga 200 meter dari pintu perlintasan.

Berdasarkan pantauan Liputan6.com di lokasi kejadian kecelakaan, pecahan kaca yang diduga berasal dari kaca minibus nahas itu, berserakan di perlintasan. Berbagai alat pendukung sarana kereta api termasuk sensor sinyal pun mengalami kerusakan parah.

Petugas Palang Pintu Perlintasan Kereta Api Jembatan 5, Endang mengungkapkan KRL rangkaian Jatinegara-Bogor yang menabrak Metro Mini tersebut, dalam kondisi kecepatan yang sangat kencang.

Metro Mini B 7660 FD menabrak kereta Commuter Line sekitar pukul 08.30 WIB. (ntmcpolri)


KRL tersebut tidak berhenti di Stasiun Angke karena hanya untuk keperluan putar balik. Bukan untuk aktivitas naik-turun penumpang. Sehingga, kereta melaju dengan sangat cepat saat melintas di perlintasan itu.

"Jadi KRL itu hanya lewat. Tidak berhenti untuk aktivitas naik-turun penumpang di Stasiun Angke. Jadi pasti kecepatannya tinggi," ujar Endang.

Endang juga menuturkan, KRL yang berhenti di Stasiun Angke hanya untuk keperluan putar balik. Selain itu, Stasiun Angke diketahui kerap menjadi jalur KRL untuk berputar balik sebelum melanjutkan pelayanan transportasi bagi para penumpang.

"Jadi istilahnya stabling, Mas. Atau putar balik. Jadi biasanya dia berhenti hanya untuk stabling sebelum berangkat lagi," pungkas Endang.

Sejumlah petugas gabungan mulai dari polsek, polres hingga polda langsung datang mengamankan tempat kejadian. Tampak sejumlah aparat polisi menjaga kawasan tersebut dengan senjata laras panjang.

Pada pukul 12.20 WIB, Petugas PT KAI pun berhasil memindahkan badan metro mini yang terjepit di bawah gerbong terdepan KRL itu ke Kampung Bandan dan nantinya akan dibawa ke Manggarai untuk perbaikan.

"Kita tarik dengan lokomotif NR. Tugasnya memang sebagai kereta pembantu atau lok pembantu. Ini akan kami tarik sampai Kampung Bandan," ujar Nurdin, petugas DAOP 1 PT KAI.

Nurdin menuturkan, banyak kerusakan yang terjadi akibat kecelakaan maut itu, salah satunya yang paling parah adalah sistem kelistrikan yang membuat kereta tidak dapat berjalan. "Listrik enggak bisa masuk atau diterima. Kereta terpaksa ditarik," kata Nurdin.

Sesaat setelah kereta ditarik, warga yang ingin melihat lokasi kecelakaan langsung berhambur ke perlintasan kereta api. Polisi berupaya mengurai warga agar tidak mengganggu jadwal kereta yang melintas.

Inalilahi Wainalilahi Rojiun

Jenazah salah satu korban kecelakaaan maut Kereta Commuter Line dan Metro Mini di perlintasan kereta Angke, Tambora dibawa ke RSCM, Jakarta, Minggu (6/12/2015). (Liputan6.com/Gempur M Surya)

18 Orang meninggal dunia karena kecelakaan itu, sebagian besar meninggal di tempat kejadian, dan beberapa meninggal saat sudah dievakuasi ke sejumlah rumah sakit. Termasuk sopir bus Metro Mini yang bernama Asmadi dan kondektur Agus Muhamad Irpan juga tewas dalam kecelakaan itu.

"Total korban tewas menjadi 18 orang, 1 korban baru saja meninggal di RS Sumber Waras," kata Kepala Bidang Kedokteran Kesehatan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Pol Musyafak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Minggu (6/12/2015).

Sementara 15 jenazah korban sudah ada di Ruang Jenazah RSCM, 3 jenazah korban lainnya masih di Rumah Sakit Atma Jaya. Namun, untuk memudahkan proses identifikasi dan administrasi, menurut Musyafak, seluruh jenazah korban akan dibawa ke RSCM.

Ada 6 korban yang terluka masih menjalani perawatan, 2 orang di Rumah Sakit Sumber Waras, 3 orang di Rumah Sakit Atma Jaya, dan 1 orang di Rumah Sakit Tarakan.

Tim gabungan dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya serta Bagian Forensik RSCM masih mencocokkan data postmortem dan antemortem untuk mengidentifikasi korban yang meninggal.

"Sudah ada 6 keluarga yang masuk untuk mencocokkan data korban. Jika sudah teridentifikasi, kami akan merilis nama-nama korban tewas. Karena beberapa ada yang mash sulit dikenali," ujar Musyafak.

Salahvsatunya, Karyawan pabrik konveksi, Tujimin (40), yang menjadi salah satu korban kecelakaan maut KRL versus Metro Mini B80. Zubaedah istri dari Tujimin mengaku tidak kuat melihat kondisi suaminya dan masih belum dapat merelakan kepergian sang suami.

"Dia (istrinya) tidak kuat, jadi tidak ikut datang ke RSCM," ungkap seorang kerabat Tujimin, Sharul (30) kepada Liputan6.com.

Pria berambut plontos yang hanya mengenakan kaos usang, jaket kulit hitam dan celana pendek ini, mengaku sudah melihat gelagat aneh Tujimin sejak pagi hari. Ia terlihat tak bersemangat kerja dan mengaku badannya lemas.

"Pantas saja dari pagi lemas kelihatannya. Tadinya mau enggak kerja tapi dipaksakan," ujar Sharul.

Tujimin tinggal bersama istri, [Zubaedah,](2383490/ "") dan keempat anaknya di daerah Duri Utara RT 11 RW 04, Tambora, Jakarta Barat. "Dia (‪Tujimin) kerja di daerah Jelambar, sudah lama jadi tetangga, tapi sudah kayak saudara sendiri, punya 4 anak masih kecil-kecil," kata Sharul.

Sharul mengaku dimintai tolong untuk mengurus berkas kematian Tujimin karena Zubaedah mengaku tidak kuat melihat kondisi suaminya dan masih belum dapat merelakan kepergian sang suami.

Jasad Tujimin pun hampir tak teridentifikasi karena Tujimin tidak membawa kartu pengenal. Namun, ponselnya masih bisa menyala sehingga seorang petugas kereta api dapat menghubungi istri korban.

"Dia enggak bawa KTP, handphone-nya tapi ditemukan. Untung aja. Akhirnya ada yang mengaku petugas kereta api, telepon ke keluarganya dan ternyata benar jadi korban," pungkas Sharul.

Usut Tuntas Kecelakaan Maut

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian mengatakan, akan segera meminta keterangan kepada sejumlah saksi dan korban kecelakaan maut yang masih hidup. Hal itu akan dilakukan setelah proses identifikasi dan evakuasi rampung.

"Kita fokus untuk pertolongan korban masih hidup dan secepat mungkin akan dimintai keterangan apakah ada unsur kelalaian dalam kecelakaan ini, kita akan segera selidiki," kata Tito di lokasi kejadian kecelakaan.

Menanggapi hal itu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengimbau jalur commuter line dan kereta memiliki lalu lintas padat agar juga dapat dibangun proyek fly over dan underpass sebab pintu perlintasan tidak seharusnya menjadi akses.

"Kalau yang masalah ini kalau ada perlintasan sebidang sebaiknya tidak sebidang, harus fly over atau underpass karena traffic-nya banyak sekali. Tapi itu tidak berarti melegitimasi orang itu melintas pintu perlintasan, kalau menerabas ya itu pasti masalah," ujar Jonan di Jakarta, Minggu (6/12/2015).

Selain itu, ia juga meminta Gubernur DKI Jakarta supaya lebih memperketat izin operasi Metro Mini. Hal tersebut menanggapi peristiwa tabrakan antara Commuter Line dengan Metro Mini di Muara Angke, Jakarta Barat.

tabrakan antara Tabrakan terjadi antara Metro Mini bernomor polisi B 7660 FD dengan commuter line jurusan Jatinegara-Muara Angke.

Dia mengatakan, izin operasi berada di tangan Gubernur bukan di tangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). "Itu saya minta Gubernur supaya lebih berperan menertibkan, izinnya Metro Mini bukan di saya. Izinnya di Gubernur," kata dia.

Selain Jonan, Presiden Jokowi juga ikut menyampaikan belasungkawanya lewat akun Twitter-nya.

"Kita berduka atas kecelakaan Metromini-Commuter Line di Muara Angke. Harus dievaluasi agar tidak terjadi hal yang sama -Jkw," tulis Jokowi di akun Twitter-nya, @jokowi, Minggu (6/12/2015).

Jokowi melanjutkan, "Saya merasakan kesedihan yang mendalam dari keluarga para korban kecelakaan Muara Angke, semoga diberi ketabahan."

Santunan

PT Jasa Raharja menyatakan akan memberikan asuransi jiwa Rp 25 juta kepada korban tewas tabrakan maut tersebut. Sementara untuk korban luka-luka akan mendapat santunan maksimal Rp 10 juta sebagai biaya pengobatan.

"Jasa Raharja akan memberikan santunan Rp 25 juta untuk korban yang meninggal dunia dan Rp 10 juta untuk korban luka-luka," ujar Presiden Direktur PT Jasa Raharja Budi Setyarso ketika mengecek kondisi korban tewas di RSCM, Jakarta Pusat, Minggu 6 Desember 2015.

Budi menjelaskan, persyaratan administratif yang perlu dibawa keluarga untuk mencairkan dana asuransi hanya Kartu Tanda Pengenal (KTP), Kartu Keluarga dan Surat Keterangan Kematian. Untuk memverifikasi data, pihaknya akan melakukan pengecekan silang ke Direktorat Lalu Lintas Polri.

"Kami sudah lama bekerja sama dengan Korlantas Polri. Jadi setiap ada kecelakaan, data korbannya kami dapat. Nanti keluarga hanya perlu bawa KTP, KK, Surat Kematian," terang Budi.

Proses pencairan pun hanya membutuhkan waktu satu hari setelah jenazah teridentifikasi dan proses administrasi selesai, "Sekarang kejadian, besoknya uang sudah bisa cair. Hanya perlu bawa data diri untuk administrasi," pungkas Budi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.