Sukses

Kapolri: Surat Edaran Hate Spech untuk Internal Polisi

Ujaran kebencian bukan khusus diperuntukan bagi yang menyebar kebencian pada pemerintahan sekarang atau khusus untuk melindungi presiden.

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menilai, beragam komentar yang muncul terkait surat edaran ujaran kebencian atau hate spech adalah hal wajar. Yang jelas surat itu hanya petunjuk kepada jajarannya untuk mendeteksi dini jika ujaran kebencian itu berpotensi menimbulkan kerusuhan.

"Saya bisa menilai, ada yang terlalu kuatir. Ini hal biasa. Sama kayak saya kasih petunjuk sama bawahan saya aja. Surat ini untuk internal Polri. Negara harus hadir untuk mengatur ujaran kebencian. Sehingga kalau ada orang yang merasa didzolimi, bisa ditangani polisi. Dengan niat yang tulus, surat itu hanya untuk memberitahukan internal kita. Bukan kepada masyarakat," kata Badrodin Haiti di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/11/2015).

Ia menuturkan, surat edaran soal ujaran kebencian bukan khusus diperuntukan bagi yang menyebar kebencian pada pemerintahan sekarang atau khusus untuk melindungi Presiden Jokowi. Sebab siapapun bisa jadi korban termasuk masyarakat umum.

"Hate spech itu bisa nanti mengarah pada kelompok dan individu. Tidak hanya kepala negara yang jadi korban, tapi juga masyarakat yang jadi korban," tutur dia.

Sebab dalam kajiannya, surat edaran itu mengingatkan kepada kepala satuan wilayah untuk bisa bertindak lebih dulu atau deteksi dini sebelum ada peristiwa yang berdampak luas karena ujaran kebencian yang bersifat provokasi. Tidak semua individu atau kelompok, sambung Badrodin, bisa menerima ujaran kebencian.

"Ada yang toleran, ada yang intoleran. Kalau kamu toleran mungkin gak masalah. Tapi kalau yang intoleran, mau lapor kemana. Apa dia mau bergerak sendiri. Apa dia bawa teman-temannya untuk bakar rumah dan membunuh?. Ini yang kita antisipasi. Kita memberi saluran kepada orang yang tidak puas terhadap hal-hal seperti itu," beber Badrodin.

Ia menegaskan, dengan surat edaran itu bukan berarti pihaknya ingin sewenang-wenang. Semua melalui proses dan tidak langsung ke penindakan hukum.

"Toh kita dalam surat itu ada tata caranya, tidak langsung ditindak. Tapi ada mediasi, tindakan preventif, kalau tidak ada solusinya baru ke ranah hukum. Kita malah tata caranya disebutkan, mempertemukan, memediasi, menjelaskan, tidak langsung kita proses hukum. Kalau tidak ada titik temu baru dilakukan proses hukum. Kalau begitu di mana letak kita sewenang-wenangnya," jelas dia.

"Ini bisa saja korbannya wartawan, pejabat, gubernur, presiden, bisa polisi, tokoh agama, pimpinan parpol, semuanya akan kita akomodir," tutup Badrodin. (Ron/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini