Sukses

Kabut Asap, Kawan Itu Menyapa Ibukota

Ibukota menjadi lebih teduh ketimbang biasanya karena kabut asap. Keteduhan ini dirasakan sejak Jumat 23 Oktober 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Dia tidak pernah diundang. Kedatangannya di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua selalu tidak diharapkan. Merepotkan orang. Warga bernapas saja sulit ketika dia hadir.

Ya, dia adalah kabut asap.

Rupanya, 'kawan' yang satu ini juga menyapa bagian Indonesia yang lain, yakni Jakarta.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan kabut asap telah sampai ke Ibukota. Kabut asap ini merupakan kiriman dari kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan.
 
"Sebagian wilayah Jakarta pada hari ini tertutup asap tipis sebagai imbas kabut asap di Sumatera dan Kalimantan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Minggu (25/10/2015) seperti yang diliris Antaranews.

Menurut dia, sesungguhnya asap tipis yang menutup langit Jakarta sudah berlangsung sejak Jumat 23 Oktober 2015.

"Partikel halus dari asap tipis ini melayang di atmosfer pada ketinggian sekitar 1.000-3.000 meter. Pada pagi hari kelihatan lebih tebal karena bercampur dengan kabut atau uap air," ujar Sutopo.


Pengendara motor menerobos jalan berkabut asap di jalan dekat pelabuhan Tanjung Siapi Api, Palembang, Sabtu (19/9/2015). Kabut asap akibat kebakaran hutan ini sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan. (Reuters/Beawiharta)

Namun, dia meminta warga Jakarta tak perlu khawatir dengan munculnya asap tipis tersebut.

"Masyarakat tidak ada yang perlu khawatir dengan adanya sebaran asap tipis dari kebakaran hutan dan lahan tersebut. Sifatnya temporer, yang mudah berubah setiap saat tergantung pada arah dan kecepatan angin," jelas Sutopo.

Selain itu, kualitas udara di Jakarta saat ini masih normal hingga sedang. "Justru asap kendaraan bermotor yang lebih berbahaya bagi kesehatan," tukas Sutopo.

Asap tipis juga menutup sebagian wilayah di Banten, Jawa Barat. Sutopo mengatakan kondisi yang sama juga terjadi di sebagian Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara.

Ini berdasarkan pantauan satelit Himawari pada hari ini pukul 08.30 WIB.


Petugas Sekertariat Penanganan Pengaduan Kasus LHK memberikan penjelasan terkait kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan di kantor Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Jumat, (18/9/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Jakarta Untung

Kabut memang masih menyelimuti langit Jakarta hari ini. Ibukota menjadi lebih teduh ketimbang biasanya. Keteduhan ini dirasakan sejak Jumat 23 Oktober 2015.

Kepala Sub Bidang Informasi Hari Tirto mengatakan ini menandakan masih ada partikel kecil asap kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan yang terbawa hingga ke atas lapisan langit Ibukota.

Namun, lanjut dia, kabut asap memberi keuntungan bagi warga Jakarta.

"(Adanya partikel kecil asap) Itu keuntungan. Karena udaranya tidak begitu panas dibandingkan hari-hari sebelumnya. Jadi sinar matahari terhalang partikel kecil itu," papar Hari.

Sama dengan Sutopo, dia menilai partikel kecil asap yang memasuki wilayah Pulau Jawa tidak akan memberikan dampak signifikan bagi indeks kebersihan udara di Jakarta. Namun, jika partikel kecil asap itu turun dari ketinggian 3.000 meter, akan ada sedikit berdampak pada gangguan penerbangan. Khususnya saat pesawat hendak lepas landas dan mendarat.

"Terkait penerbangan berkaitan dengan take off dan landing-nya sedikit terganggu, tapi tetap tidak menghalangi kegiatan penerbangan," imbuh Hari.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, kondisi langit Jakarta hari ini, Sabtu (24/10/2015) terpantau sama seperti pada Jumat 23 Oktober 2015.

Namun tingkat kepekatan kabut hari ini dinyatakan berkurang jika dibandingkan dengan Jumat. Partikel kecil itu kini berada di jarak 3.000 meter atau 3 kilometer (km) dari permukaan laut.

Sedangkan pada Jumat kemarin, partikel itu ada di lapisan atas langit yang berjarak 1,5 km lebih dari permukaan tanah.

"Kalau hari ini relatif hampir sama (seperti kemarin) tapi tidak sama persis. Partikel kecil asap berada di lapisan langit bagian atas yang jaraknya 3.000 meter dari permukaan laut," kata Kepala Sub Bidang Informasi Hari Tirto ketika dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Sabtu 24 Oktober 2015.

"Hari ini angin berembus ke arah barat daya, artinya sekitar Selat Sunda sehingga Jakarta tidak terhalang kabut seperti kemarin," imbuh dia.

Sebelumnya, tambah dia, pada Sabtu 24 Oktober 2015 satelit Himawari mendeteksi adanya asap tipis yang menutup Laut Jawa dan sebagian Jakarta.

Sementara itu, operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan masih terus dilakukan oleh tim gabungan. "Operasi pemadaman melalui udara seperti menggunakan bom air terus dilakukan, selain itu operasi pemadaman melalui darat juga terus dilakukan," jelas Sutopo.

Dia menambahkan, hingga saat ini, lebih dari 43 juta jiwa penduduk di wilayah Sumatera dan Kalimantan terpapar oleh kabut asap. "Data tersebut hanya dihitung dari wilayah Sumatera dan juga Kalimantan," ujar dia.

Data tersebut, tambah Sutopo, berdasarkan analisis dari peta sebaran asap dan juga peta jumlah penduduk di wilayah tersebut.


Suasana kabut asap di Pekanbaru (M Syukur/Liputan6.com)

Hujan Pertebal Asap

Sementara itu, Riau masih menjadi salah satu wilayah yang diselimuti kabut asap paling tebal. Walaupun hujan mengguyur sebagian besar wilayah Riau Sabtu malam.

Guyuran hujan tersebut belum mampu mengusir kabut asap pekat di daerah tersebut. Sejumlah daerah, seperti di Pelalawan, kabut asap justru memburuk.

"Turunnya hujan semalam belum mampu mengusir kabut asap di beberapa daerah Riau," ungkap Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru Sugarin, Minggu (25/10/2015).

Dia menjelaskan hujan hanya bisa membuat kabut asap di Pekanbaru menipis, yaitu 1.000 meter. Sementara jarak pandang di Kota Dumai dan Kabupaten Pelalawan, justru memburuk, yaitu 100 meter.

"Kabut asap yang paling parah itu terjadi di Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu. Jarak pandang di daerah ini hanya 50 meter," ungkap Sugarin.

Masih pekatnya kabut asap meski diguyur hujan tak terlepas dari titik api yang masih bermunculan di Provinsi Sumatera Selatan. Angin kemudian membawa hasil kebakaran hutan dan lahan itu ke Riau.

"Pada pagi ini, Satelit Terra dan Aqua mendeteksi 581 titik panas di Sumatera, yang menyebar di tujuh provinsi. Paling dominan Sumatera Selatan dengan 483 titik panas," sebut Sugarin.

Sementara di Jambi, tambah dia, terpantau 55 titik panas, Bangka Belitung 16, Riau 12, Kepri 8, Lampung 5 dan Bengkulu 2 titik panas.

"Untuk di Riau 12 titik panas itu tersebar di Kabupaten Pelalawan 3 titik, Siak, Indragiri Hilir dan Indragiri Hulu, masing-masing 2 titik panas," pungkas Sugarin.

Selain tak mampu mengusir kabut asap, hujan belum mampu membuat kualitas udara di Riau membaik. Level udara di sini masih berada pada level berbahaya.

Ini seperti yang ditunjukkan 10 dari 11 alat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang terpasang. Kualitas udara berbahaya ini terdapat di Pekanbaru, Rumbai, Petapahan, Siak, Minas, Bangko, Libo, dan Duri.


Aktivis lingkungan, Chanee Kalaweit, mengungkapkan kemarahannya melalui media sosial terhadap kabut asap di Palangkarya.

Listrik Padam

Penderitaan masyarakat Riau tidak hanya soal kabut asap. Penderitaan mereka semakin bertambah dengan adanya pemadaman listrik bergilir oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Pemadaman begilir itu berlangsung hingga 4 kali dalam sehari.

"Pemberitahuannya dari PLN bulan lalu, hanya sekali dalam sehari. Bulan ini bertambah 3 kali pemadaman dalam sehari, kenyataannya sampai 4 kali dalam sehari," kata seorang warga Pekanbaru, Susi Larti, Minggu (25/10/2015).

Dia menceritakan pemadaman berlangsung tidak menentu atau tidak sesuai dengan janji PLN. Rumah Susi mendapatkan giliran pemadaman siang dan malam.

"Malahan pagi juga mati hingga 2 kali. Pemadaman berlangsung dengan jarak jam saja. Kemudian ditambah lagi sore dan malam. Jadi pemadamannya berlangsung 4 kali sehari," kata Susi.

Pemadaman ini, tegas dia, menyulitkan dirinya dan keluarga. Dia terpaksa menggunakan gas dengan berlebihan untuk memasak keperluan dapur dan lain sebagainya.

"Biasanya memasak nasi bisa pakai listrik, begitu juga dengan air. Padamnya listrik membuat gas dipakai berlebihan. Apalagi di tempat kami ini sedang langka gas, ditambah lagi harus berkeliling mencarinya di tengah kabut asap," imbuh Susi.

Warga lainnya, Arry Putra mengaku tak habis pikir dengan yang dilakukan PLN. Kalau pemadaman hanya sekali sehari, dirinya masih bisa mentolerir. Tapi tidak dengan pemadaman hingga 4 kali sehari.

"Pemadaman listrik oleh PLN ini sudah kayak jadwal minum obat, 3 bahkan 4 kali sehari. Kalau pemadamannya tepat waktu, sesuai dengan jadwal yang diberitahukan PLN, kita bisa mempersiapkan segala sesuatunya. Ini tidak, tak menentu," ungkap dia.

Di tengah bencana kabut asap, tambah dia, pemadaman sangat tidak tepat. Sebab selama ini, listrik merupakan solusi mengusir dan menetralisir asap yang masuk ke rumah.

"Dengan kipas angin dan AC, saya bisa mengusir kabut asap dari rumah. Nah kalau listriknya mati, mau ngusir asap pakai apa. Janganlah tambah penderitaan kami PLN," tegas Arri.


Kiriman asap kebakaran hutan dan lahan dari provinsi tetangga yang menyelimuti Kota Pekanbaru serta beberapa kabupaten di Riau, kian tebal. Jarak pandang di kota ini hanya 500 meter. (Liputan6.com/M Syukur)

Manager Area Pengatur Distribusi PLN Riau dan Kepulauan Riau, M Taqwa dikonfirmasi mengakui pihaknya belum bisa menepati janji untuk meminimalisasi pemadaman pada Oktober ini. Alasannya, PLTA Ombilin mengalami kerusakan, sehingga defisit makin meningkat menjadi 160 MW.

"Pada 30 September lalu memang saya berjanji untuk meminimalisasi pemadaman pada Oktober dengan upaya ada beberapa pembangkit yang akan masuk dalam sistem, namun kenyataannya saat ini pembangkit tersebut ada juga yang mengalami gangguan," jelas Taqwa.

Menurut dia, PLN mengalami defisit daya 160 MW karena PLTA Ombilin mengalami gangguan. Kondisi tersebut tersebut terpaksa membuat PLN melakukan penambahan pemadaman bergilir dari 1 kali sehari sampai 3 kali sehari dalam waktu 24 jam.

Meskipun begitu, Taqwa berjanji tetap berusaha untuk membenahi beberapa pembangkit yang mengalami gangguan.

"Upaya kita saat ini hanya berupaya untuk mengatasi gangguan yang terjadi, kalau pemadaman tetap terjadi 3 kali sehari," pungkas Taqwa. (Bob/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.