Sukses

Diduga Diksriminatif, Kepsek SMA 3 Penuhi Panggilan Polisi

Retno dilaporkan ke Polda Metro Jaya, lantaran diduga melakukan tindakan diskriminatif berupa skorsing terhadap sejumlah murid.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Setiabudi, Jakarta Selatan, Retno Listyarti memenuhi panggilan penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya sebagai terlapor atas kasus dugaan tindakan diskriminatif berupa skorsing terhadap sejumlah murid. Pemanggilan tersebut merupakan yang pertama sebagai terlapor atas kasus yang dilaporkan oleh orang tua dari siswa SMA Negeri 3 berinisial PC.

"Ini merupakan kasus yang pertama. Seorang pejabat publik yang ingin menegakkan aturan melindungi anak-anak kemudian dipidanakan," kata Retno sebelum diperiksa di Dirkrimum Polda Metro Jaya, Selasa (10/3/2015).

Retno juga menyesalkan perkara tersebut masuk ke ranah hukum. Padahal menurutnya keberatan hukuman skorsing tidak harus masuk ke ranah pidana.

"Seharusnya tidak masuk pidana kalau merasa dirugikan masuk perdata . Atau keberatan silakan bawa ke PTUN. Entah kenapa saya sebagai kepala sekolah di pidanakaan," ucap dia.

Ia pun mengaku akan taat kepada hukum atas kasus tersebut. "Jadi ini saya akan jalani semua patuh pada hukum," tutup Retno.

Sebelumnya, Retno dilaporkan ke Polda Metro Jaya, lantaran diduga melakukan tindakan diskriminatif berupa skorsing terhadap sejumlah murid. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Martinus Sitompul, mengatakan laporan itu bermula dari peristiwa dugaan pencabulan yang dilakukan seorang alumni bernama Erick terhadap HJP siswi SMAN 3 Setiabudi.

Kronologi kejadian, bermula ketika Erick mencoba merampas sepeda motor saksi atas nama Alif, di dekat SMAN 3 Setiabudi, tanggal 30 Januari 2015 lalu. Kemudian, korban HJP mencoba membantu saksi. Namun, pada saat mau membantu itu pelaku meraba dada korban.

Lalu, teman-teman korban berinisial PRA, AEM, MRPA, dan PC datang membantu dan akhirnya terjadi perkelahian hingga Erick mengalami luka-luka.

"Ternyata E (Erick) melaporkan kejadian perkelahian tersebut ke terlapor (kepala sekolah)," ujar Martinus.

Ia menyampaikan, kemudian kepala sekolah menerima laporan itu dan memberikan hukuman berupa sanksi skorsing selama 39 hari tidak masuk sekolah, terhadap korban dan saksi-saksi.

"Korban merasa dirugikan karena tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar untuk mengikuti ujian akhir sekolah. Hal ini, berakibat para korban mengalami kerugian materil maupun non materil yang menghambat fungsi sosialnya," kata Martinus.

Salah satu orang tua saksi PC yang kebetulan berprofesi sebagai pengacara, atas nama Frans Paulus, akhirnya membuat laporan dugaan tindak diskriminasi terhadap anak yang dilakukan RL dengan nomor laporan LP/466/II/2015/PMJ/Dit Reskrimum 4 Februari 2015. Akibatnya, RL, terancam dijerat Pasal 77 Juncto Pasal 76 A huruf a Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2014. (Tya/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.