Sukses

BBM Naik, Saatnya Membangun Infrastruktur

Presiden Joko Widodo memilih untuk mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM subsidi. Untuk memberikan sebuah pesan pada bangsa.

Liputan6.com, Jakarta - Keluar dari Gedung Graha Sawala yang berada di dalam Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta Timur, beberapa menteri yang menggawangi bidang ekonomi langsung bergegas memasuki mobil masing-masing. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno memilih memasang senyum dibanding mengumbar kata-kata. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Sofyan Djalil dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said pun juga sama, bungkam seribu bahasa.

Semua mobil menteri tersebut keluar dari komplek kementerian sekitar pukul 19.00 WIB. Meskipun tak berbarengan, tujuan mobil-mobil tersebut sama yaitu menuju Komplek Istana Kepresidenan di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Hari itu, Senin, 17 November 2014, para menteri tersebut sebenarnya akan memberikan pengumuman penting di gedung Graha Sawala. Maka tak heran jika semuanya mengenakan kemeja putih. Warna yang sama ketika mereka diumumkan terpilih dalam Kabinet Kerja yang disusun oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Namun rencana tersebut batal. Secara mendadak, Jokowi memanggil mereka. “Presiden sendiri yang akan umumkan," jelas Sudirman Said sesaat setelah sampai di Istana Kepresidenan.

Sekitar pukul 21.00 WIB, Jokowi masuk ke dalam ruangan Istana Presiden didampingi oleh Jusuf Kalla. Di belakangnya menyusul 14 menteri Kabinet Kerja dan juga Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Tanpa banyak basa-basi Jokowi langsung mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

“Saya selaku Presiden RI menetapkan harga BBM baru yang akan berlaku pukul 00.00 WIB, terhitung sejak tanggal 18 November 2014. Harga premium ditetapkan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Harga solar ditetapkan dari Rp5.500 menjadi Rp7.500,” tutur Jokowi.

Jusuf Kalla bercerita, Jokowi memang secara mendadak ingin mengumumkan sendiri keputusan besar tersebut. Keputusan tersebut memang diambil pada menit-menit terakhir. "Ini untuk memberikan sebuah pesan pada bangsa. Presiden Jokowi terima risiko untuk maju," jelas jusuf Kalla.

JK pun menggarisbawahi, pengumuman kenaikan BBM oleh presiden adalah perbedaan penting pemerintahan saat ini dibanding pemerintahan lama. ”Kalau naik BBM, presiden yang umumkan, kalau turun menteri umumkan. Kami siap tanggung risiko, dan siap tak populer‎," tandas pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kuota Tetap Jebol

Kuota Tetap Jebol

Menengok ke belakang, sesaat setelah Jokowi diputus oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi Presiden Terpilih ke-7, Anggota Dewan penasihat Tim Transisi Jokowi-JK, Luhut Panjaitan mengatakan bahwa kenaikan harga BBM Subsidi akan dilakukan pada November 2014 dengan nilai Rp 3.000 per liter.

Untuk waktu pengumuman, apa yang diungkapkan oleh lulusan terbaik Akademi Militer angkatan 1970 sangat tepat. Namun, untuk nilai kenaikannya, Luhut sedikit meleset karena berjarak Rp 1.000 per liter.

Namun sebenarnya, Luhut juga tak sepenuhnya benar. Beberapa hari menjelang pengumuman, besaran kenaikan harga BBM subsidi memang masih sesuai dengan rencana awal yaitu Rp 3.000 per liter. Namun kemudian, Presiden Jokowi sendiri menurunkan besarannya.

Bambang mengungkapkan ada dua alasan mengapa Jokowi memilih kenaikan sebesar Rp 2.000 per liter. "Pertama, jika kami menaikan Rp 3.000 khawatirnya dampak inflasi akan terlalu besar," katanya.

Dalam hitungan Bank Indonesia, kenaikan harga BBM subsidi sebesar Rp 3.000 per liter akan membawa inflasi terbang ke level 9 persen. Namun dengan kenaikan Rp 2000 per liter, inflasi diperkirakan hanya akan berada di level  7,2 persen.

Sementara yang menjadi alasan kedua ialah terlalu tipis‎nya subsidi jika kenaikan ditetapkan Rp 3.000 per liter untuk jenis premium. "Dengan harga BBM sekarang, kenaikan Rp 3.000 per liter terlalu mepet, karena premium itu subsidi rata-rata per tahunnya Rp 3.500, itulah kenapa Presiden memutuskan Rp 2.000 itu yang terbaik," katanya.

Dengan kenaikan Rp 2.000 tersebut, negara bisa menghemat anggaran kurang lebih Rp 100 triliun. Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan, masalah subsidi BBM sangat menggerogoti fiskal.

“Hampir 30 persen dana Anggara Pendapatan dan Belanja negara (APBN) dipergunakan untuk subsidi BBM. Ruang untuk pemerintah belanja menjadi sangat sempit atau hanya sekitar 15 persen,” jelasnya. Menengok ke belakang atau dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dana yang dikeluarkan oleh negara untuk subsidi BBM mencapai kurang lebih Rp 2.000 triliun.



Nah, dengan kenaikan harga BBM tersebut, pemerintah bisa menggunakan dananya untuk membangun jalan, membangun jembatan, membangun rumah sakit dan lain-lain. (Baca juga: Said Didu: Dengan Menaikan Harga BBM, Jokowi Selamatkan SBY).

Namun memang, meskipun harga BBM subsidi telah dinaikkan, kuota subsidi BBM masih tetap jebol. Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), Hanung Budya mejelaskan, kuota yang terlampaui di kisaran 1,6 juta kilo liter (kl).

“Memang lebih rendah, jika tak dinaikkan, kuota bisa jebol 1,9 juta kl,” jelasnya. Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014, kuota BBM subsidi ditetapkan sebesar 46 juta Kilo liter.

3 dari 3 halaman

Ada Cara Lain Selamatkan Kuota dan Anggaran

Ada Cara Lain Selamatkan Kuota dan Anggaran

Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli mengatakan, sebenarnya ada cara lain agar anggaran subsidi dan juga kuota tak jebol. Dalam pemikirannya, Rizal mengusulkan melakukan pembatasan subsidi dengan mengubah kualitas subsidi BBM dengan menurunkan tingkatan RON.

Saat ini untuk premium, Pertamina menggunakan RON88. Kualitas RON ini cukup bagus dan cocok untuk kendaraan produksi tahun 2000 ke atas. Nah, menurut pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, ini sebaiknya Pertamina tidak lagi menyediakan BBM dengan RON 88 namun diturunkan ke RON80.

“Dengan begitu hanya kendaraan roda dua saja yang bisa menggunakan, sedangkan untuk para pemilik mobil tidak bisa menggunakan. Karena jika tetap nekat menggunakannya mesin mobil akan rusak,” jelasnya.

Selain itu, Pertamina juga harus membuat BBM khusus pelat kuning atau kendaraan umum sehingga pengendalian BBM subsidi dapat maksimal.

Selain itu, ia juga mengungkapkan, untuk mengamankan anggaran, ada cara lain lagi yang bisa dilakukan oleh pemerintah. “Pembangunan kilang merupakan salah satunya,” tuturnya.

Menurutnya, selama ini penyimpanan BBM dilakukan di Singapura karena Indonesia tidak memiliki kilang yang memadai. Dengan membangun kilang, biaya penyimpanan bisa berkurang sekitar Rp 80 triliun setiap tahunnya. Angka penghematan yang cukup besar.

Selain itu, pemerintah juga harus melakukan penghematan dengan memangkas penggunaan solar oleh PT PLN (Persero). Selama ini, pembangkit listrik yang dimiliki oleh PLN sebagian besar menggunakan solar. Dengan melakukan konversi energi dengan gas atau energi lainnya, maka subsidi BBM dapat berkurang. “Dalam hitungan saya, penghematannya bisa mencapai Rp 30 triliun,” tuturnya.

Namun, ide dari Rizal Ramli ini langsung dimentahkan oleh Said Didu. Penurunan RON justru akan menbuat Pertamina merugi lebih besar. Pasalnya, perusahaan pelat merah tersebut harus menyiapkan infrastruktur tambahan.

“Harus ada penyimpanan tambahan di setiap SPBU untuk RON yang berbeda, Selain itu jika tak laku maka cost jauh lebih besar,” jelas Said Didu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini