Sukses

2 Jurnalis Prancis Disidang di Papua

Dalam dakwaan, 2 Jurnalis Prancis ini disebutkan datang ke Papua dengan visa kunjungan wisata, tapi malah mewawancara kelompok OPM.

Liputan6.com, Jayapura - Pihak Pengadilan Klas I A Jayapura, Papua, mulai menyidangkan dugaan penyalahgunaan izin tinggal 2 jurnalis Prancis, yakni Thomas Charles Tendies (40) dan Valentine Burrot (29), Senin ini.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua dalam surat dakwaannya menyebutkan kedua jurnalis asing itu melanggar Pasal 122 huruf a Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman 5 tahun dan dikenakan denda kumulatif.

Dalam dakwaan itu, keduanya datang ke Papua dengan visa kunjungan wisata, namun melakukan kegiatan jurnalistik di Doyo, Kabupaten Jayapura dengan mewawancarai Presiden Demokrat West Papua, Forkorus Yoboisembut dan melakukan peliputan ke Kelompok Kriminal Bersenjata.

"Para terdakwa menyadari atau mengetahui untuk melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia tidak boleh menggunakan izin keimigrasian visa kunjungan wisata, tetapi harus menggunakan izin jurnalis setelah mendapatkan Clearing House (CH) dari pemerintah Indonesia yang dikoordinir oleh Kementerian Luar Negeri," jelas dia.

Dalam peliputannya di Papua, keduanya melakukan kerja jurnalistik di Doyo, Kabupaten Jayapura dan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya dengan bertemu Areki Wanimbo yang  berencana akan pada 7 Agustus 2014 melakukan peliputan jurnalistik ke Lanny Jaya dan mengikuti Lembah Baliem.

"Keduanya mengaku melakukan peliputan jurnalistik di Papua untuk mengetahui sosial, adat, budaya dan sejarah. Serta untuk mengetahui mengapa kelompok sipil bersenjata melawan Pemerintah. Hasil liputan keduanya akan dimuat di salah satu televisi Prancis dan akan dikemas dalam film dokumenter," kata Sukanda.

JPU juga mengaku memiliki sejumlah bukti terkait kegiatan jurnalistik keduanya beserta dengan peralatan jurnalistik yang dimiliki oleh Dandois dan Burrot.

Sementara itu, penasihat hukum 2 jurnalis Prancis, Aristo MA. Pangaribuan mengatakan surat dakwaan JPU dinilai tidak jelas, sebab tidak disebutkan apa yang dimaksud dengan kerja jurnalistik.

"Surat dakwaan JPU kurang serius, apalagi hanya dua lembar. Unsur dalam dakwaan JPU tidak tergambar dan JPU tidak defenisikan apa itu kegiatan jurnalistik sesuai dengan Pasal 143 KUHP syarat materiil dalam dakwaan harus jelas dan lengkap serta cermat satu per satu. Kami hanya berharap mereka segera dideportasi," kata dia di tempat yang sama.

Sebelumnya, kedua jurnalis ditangkap aparat kepolisian pada 7 Agustus 2014 di Wamena. Kepolisian menuding keduanya terlibat kegiatan jurnalistik oleh kelompok-kelompok bersenjata dari Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Barang bukti yang telah diserahkan ke JPU yakni rekaman audio, video dan barang-barang lainnya termasuk laptop dan ponsel. Ketua majelis hakim Martinus Bala yang didampingi Maria Sitanggang dan Irianto PU berharap sidang dapat diselesaikan dalam satu minggu ke depan.

"Pada Selasa besok dijadwalkan akan pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli dari JPU yang berjumlah 5 orang. Sementara Rabu akan dijadwalkan pemeriksaan dua saksi ahli dari penasihat hukum. Kami berharap Kamis sudah dibacakan tuntutan dan Jumat sudah diharapkan bisa pembacaan putusan (terhadap 2 jurnalis asing itu)," kata Martinus Bala.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini