Sukses

Bekasi Panas? 'Jakarta' Ternyata Punya Andil

Bekasi dicap sebagai kota tak layak huni lantaran panas, penuh dengan jalan rusak dan kubangan air, serta macet.

Liputan6.com, Jakarta - Kota Bekasi di Jawa Barat menjadi perbincangan seru belakangan ini. Bekasi dicap sebagai kota tak layak huni lantaran panas, penuh dengan jalan rusak dan kubangan air, serta macet. Kini pemerintah pusat dituding turut berkontribusi terhadap kondisi Bekasi saat ini.

Manajer Pengelolaan Pengetahuan dan Jaringan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Irhash Ahmady, mengatakan buruknya tingkat kesehatan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia termasuk Bekasi, ada kaitannya dengan 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Padahal jika dia berbicara, seakan dia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon serta memperhatikan lingkungan. Padahal dia tidak melakukan apa-apa," kata Irhash usai diskusi Rapor Merah Kebijakan Politik Luar Negeri SBY di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (12/10/2014).

Dia menilai, SBY juga abai dengan kebijakan Pemerintah Kota Bekasi yang banyak melanggar pengaturan ruang dan penyediaan ruang terbuka hijau. Bekasi kini lebih dijadikan lahan industri. Padahal sesuai dengan tata ruang nasional, Bekasi diperuntukkan untuk permukiman.

"Ini kesalahan SBY tidak tegas dengan pemerintah kota dan daerah yang menjadikan Bekasi sebagai tempat industri tanpa mengacu pada tata ruang nasional. Banyak juga yang melanggar penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) yang mestinya sebanyak 30 persen. Ini jumlahnya masih kurang. Karena itu Bekasi menjadi panas, gersang, dan padat," jelas dia.

Irhash menuturkan, ada kontradiksi soal komitmen SBY yang menekan angka 20 persen emisi karbon. Lantaran di Bekasi tingkat polusi karbon yang dihasilkan pabrik-pabrik itu justru membuat Bekasi menjadi sangat panas.

Menurut dia, SBY tidak tegas kepada pemerintah setempat terkait apa yang terjadi di Bekasi. Seharusnya, kata dia, SBY bisa memberikan teguran atau masukan bagi pemerintah setempat agar bisa membuka ruang terbuka hijau sekurang-kurangnya 30 persen agar bisa mengurangi dampak dari karbon yang dihasilkan produksi pabrik.

"Seharusnya di Bekasi itu ada khusus ruang terbuka hijau. Ini tidak terjadi sehingga Bekasi menjadi kota yang tingkat emisi karbonnya sangat tinggi. Jadi itu sama saja nggak komitmen dengan apa yang dia ucapkan," ujar dia.

"Di sektor perkotaan seharusnya berkonsentrasi juga untuk memberikan ruang terbuka hijau itu. Yaa perlindungan terhadap investasi memang tidak apa-apa. Tapi tetap memperhatikan ruang terbuka hijau itu sendiri dan harus diutamakan concern-nya," tandas Irhash.

Sementara itu, Presiden SBY telah menyatakan komitmennya untuk menekan tingkat emisi karbon di Indonesia saat sela-sela sidang ke-69 Majelis Umum Persatuan Bangsa-bangsa (PBB). Dalam pidatonya Presiden SBY menjelaskan, forum Indonesia’s Reducing Emission form Deforestation and Degradation (REDD+) menjadi modal berharga dalam upaya mengatasi deforestasi dan degradasi hutan.

Dengan REDD+, negara-negara berkembang membuat kontribusi yang signifikan pada upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Oleh karena itu, menangani masalah emisi dari deforestasi dan degradasi hutan adalah suatu keharusan, jika kita ingin tetap menjaga kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celcius," ucap SBY 24 September 2014 lalu.

Lalu bagaimana nasib Bekasi di bawah kepemimpinan Jokowi nanti? (Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini