Sukses

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Bali Democracy Forum

Demokrasi seharusnya mampu memberi dampak langsung terhadap hidup keseharian masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menolak pertemuan Bali Democracy Forum (BDF) ke-VII yang digelar di Nusa Dua, Bali mulai 10-11 Oktober 2014.

Juru bicara Koalisi Masyarakat sipil Komang Arya Ganaris menuturkan, demokrasi merupakan keniscayaan, memberikan hak kebebasan termasuk keadilan di dalamnya serta tanggung jawab untuk menyempurnakannya demi kesejahteraan dan kedaulatan rakyat.

"Demokrasi tidak semata-mata hanya urusan perebutan jabatan dan kekuasaan politik," kata Komang di Denpasar, Kamis (9/10/2014).

Dengan demokrasi, ia melanjutkan, seharusnya mampu memberi dampak langsung terhadap hidup keseharian masyarakat. Setidaknya, demokrasi bukan hanya tafsir dan juga bukan sebuah jargon yang dimiliki elite politik semata.

"Sistem demokrasi mamastikan seluruh perangkat pemerintah dan negara bekerja untuk rakyat. Apa yang dipertontonkan selama ini, di panggung demokrasi penuh dengan hiruk pikuk, dagelan dan pencitraan para tokoh elit dan politisi," tuturnya.

Sementara rakyat hanya sebagai penonton yang dihadirkan untuk ikut memeriahkan belaka. Bertepuk tangan tanda setuju.

Bahkan tidak penting apakah penonton mengerti lakon cerita dalam panggung tersebut. "Yang alur ceritanya tidak jauh beda dengan panggung opera sabun dalam siaran televisi," imbuhnya.

Malahan, baru-baru ini, lanjut pria yang akrab disapa Bobby itu, peran dan partisipasi rakyat dalam demokrasi telah diamputasi dengan disahkannya UU Nomor 22 Tahun 214 tentang Pilkada.

"Di mana pemilihan kepala daerah yang awalnya secara langsung, ternyata dikembalikan wewenangnya kepada elit politik yang ada di dewan perwakilan rakyat," tutur Bobby.

Tak hanya itu pula, menurutnya demokrasi selalu dilecehkan secara terus-menerus saat disahkannya UU Ormas, negara melakukan normalisasi dan penertiban organisasi masyarakat sipil lewat UU Ormas. "Yang tentu saja hal ini adalah salah satu bentuk pelemahan oragnisasi-organisasi masyarakat sipil di Indonesia," jelas dia.

Setelah 16 tahun jatuhnya kekuasaan rezim orde baru, ternyata hingga kini demokrasi masih belum nampak sebagai prasyarat yang penting dari peradaban membangun tata kelola nagara di negeri ini.

Apa yang nampak berbeda dari rezim otoritarian Orde Baru. Negara selalu berkeinginan untuk mengontrol rakyatnya, perilaku ini tak ada berubah hanya berganti topeng saja.

Faktanya, pemerintah bukannya sibuk dan bekerja keras untuk membuat kebijakan yang pro rakyat tapi malah selalu membatasi peran masyarakat serta menjauhkan pemerintah dan negara dari kehidupan riil masyarakat.

"Untuk itu kami Koalisi Masyarakat Sipil menolak pertemuan BDF kali ini karena sejatinya demokrasi Indonesia selalu dikhianati. Semua hanya jargon dan lips service belaka saja," tutur mantan aktivis 98 di Bali itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini